Masih Sayang Tapi Bimbang, Karena Ini Kamu Ragu Sama Pasangan

relatietwijfels

Jika saya renungkan dalam-dalam, saya dan pasangan sangat serasi. Kami saling mencintai, akur dan memiliki banyak kesamaan. Namun, tetap saja, saya terkadang merasa masih ada yang kurang. Kepala dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang mustahil kujawab: Apa saja yang saya lewatkan selama ini? Bagaimana kalau pasanganku bukan orang yang tepat? Kira-kira, hidup saya bakal lebih menyenangkan gak ya kalau tidak punya pacar?

Manusia makhluk yang tidak pernah puas. Kita sering menginginkan apa yang tidak kita miliki. Perasaan tersebut juga tak terelakkan muncul saat kita menjalin hubungan. “Baru bisa jadi masalah jika kamu tidak pernah puas dengan hubunganmu,” terang Chiara Simonelli, psikoterapis dan profesor psikologi Universitas Sapienza di Roma.

Videos by VICE

Hubungan antar manusia harus seimbang, maka diperlukan kesiapan untuk berbagi dan memenuhi kebutuhan satu sama lain. Adakalanya kamu mesti menyingkirkan ego supaya hubungannya awet, apalagi kalau kamu berniat membangun masa depan bersama seseorang yang spesial dalam hidupmu.

Menurut Simonelli, perasaan bimbang cenderung merasuki pikiran setelah kamu tersadar kisah cinta tak selalu semanis di awal. Pasangan yang dulu tampak sempurna, kini penuh kekurangan. Kamu mulai memperhatikan banyaknya perbedaan dengan mereka, yang lama-lama bisa membuatmu meragukan pasangan. Kamu akan bertambah frustrasi dan merasa sudah tidak sanggup melanjutkan hubungan jika ternyata kamu lebih banyak berkorban daripada pasangan.

“Menjalin asmara lebih rumit daripada kelihatannya,” ujarnya. Untuk urusan percintaan, apa yang kita kira sudah tepat, belum tentu benar ketika dipraktikkan. Begitu pula sebaliknya. Sesuatu yang kita anggap tidak benar, belum tentu salah.

Misalnya, kamu bisa saja menyukai orang lain, padahal sudah punya pacar. Rasa suka semacam itu sangat mungkin muncul dalam hubungan harmonis sekalipun. “Di dunia nyata, tidak ada yang sesempurna belahan apel,” Simonelli melanjutkan. “Hubungan menyatukan dua pribadi yang berbeda, dan lanjut tidaknya hubungan itu tergantung seberapa cocok mereka satu sama lain.”

Dengan kata lain, tidak ada pasangan yang benar-benar mirip. Yang ada hanyalah tingkat kecocokannya. Hubungan akan terasa memuaskan ketika kamu dan pasangan bisa saling melengkapi dalam perbedaan itu. 

Jika kamu sering membayangkan bertemu orang yang lebih baik dari pasanganmu sekarang, cobalah renungkan kembali ekspektasi yang kamu miliki pada saat memulai hubungan dengannya. Tanyakan diri sendiri, apakah hubungan kalian sesuai yang kamu harapkan? Kalau ternyata jauh dari harapanmu, kenapa bisa begitu? Mungkinkah karena kamu berekspektasi terlalu tinggi terhadap pasangan?

Selanjutnya, kamu dapat mempertimbangkan peran seperti apa yang kamu inginkan, dan apa yang kamu harapkan dari pasangan. “Sangat penting memahami apa yang kamu inginkan dalam suatu hubungan” kata Simonelli. Perlu diakui apa yang kita inginkan kadang-kadang tidak sejalan dengan yang kita lakukan. Makanya, menentukan mana yang benar untukmu pribadi termasuk proses yang berkelanjutan karena selalu berubah-ubah, tergantung apa kebutuhanmu saat itu.

Penting juga untukmu dan pasangan selalu jujur tentang kebutuhan masing-masing, agar kalian bisa memastikan masih sejalan dan tidak ada satu pihak yang dirugikan. 

“Manusia bukan makhluk super yang bisa melakukan segalanya,” tutur Simonelli. “Ada batasannya. Tidak semua kebutuhan orang lain bisa terpenuhi oleh kita.” 

Oleh karena itu, kamu dan pasangan dapat menentukan sejauh mana kalian siap melakukan sesuatu untuk satu sama lain. Jika kalian berani mengambil keputusan, tak ada lagi tempat bagi keraguan dalam hubungan.

Kata hati tidak selalu benar, dan adakalanya merugikan dirimu sendiri. Dalam menjalin hubungan, keraguan dapat menimbulkan ketidakpercayaan. Kamu akan sulit berkomitmen jika tidak percaya pada pasangan. Kamu tidak akan pernah siap memasuki hubungan yang lebih serius bila ini terus dibiarkan. Bukan cuma itu saja, kamu jadi susah berkembang dan tak mampu belajar mencintai dengan benar karena terlalu dikuasai rasa takut.

“Orang yang mudah bimbang tidak berani mengambil risiko,” tandas Simonelli. “Menyerah duluan memang pilihan, tapi kamu akan selalu kalah dengan memilih itu.”

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Italy.