Catatan Redaksi
VICE Indonesia mencoba mengusung konsep kaleidoskop berbeda. Alih-alih anggota redaksi saja yang menentukan mana saja album menarik selama 12 bulan terakhir, dari dalam maupun luar negeri, bukankah lebih baik meminta pendapat musisi serta pengamat musik terpercaya, yang memang menggeluti genre tertentu sampai bertungkus lumus?
Maka berikut hasilnya. Sepilihan album-album yang menandai momen artistik terbaik 2017 dari berbagai genre dihadirkan oleh sahabat-sahabat VICE kepada pembaca sekalian. Tahun ini mungkin tak terlalu menyenangkan, banyak kejadian politik memecah belah, namun kepada musik kita masih bisa percaya akan ada harapan.
Videos by VICE
ALBUM POP/ROCK TERBAIK
*DIMAS ARIO
HIVI! — KERETA KENCAN
Kehidupan remaja usia belasan tahun memiliki soundtrack terbaru yang bermutu dengan dirilisnya album Kereta Kencan dari HIVI!. Kereta Kencan berisi ajakan menebar energi positif, cerita hangat persahabatan dan tentunya proses saling jatuh hati yang kesemuanya dibalut dengan musik rancak hasil tangan dingin trio Laleilmanino yang menjadi produser album. Karena saya bisa menikmati album ini walau bukan lagi di usia remaja, bisa jadi album Kereta Kencan merupakan guilty pleasure saya di 2017.
Sentimental Moods — Semburat
Melalui album Semburat, Sentimental Moods melangkah lebih jauh lagi dari apa yang sudah pernah mereka lakukan. Dengan keragaman emosi yang diterjemahkan melalui gaya aransemen yang berbeda-beda dalam setiap lagunya, membuat pengalaman mendengarkan komposisi instrumental begitu mengasyikkan. Ditambah lagi, dalam Semburat, Sentimental Moods menorehkan sidik jari nusantara ke dalam musik Ska yang mereka usung. Seperti penggunaan instrumen-instrumen tradisional seperti kendang dan calung hingga memasukkan unsur Jawa Timur sebagai pondasi lagu.
Danilla — Lintasan Waktu
Album Lintasan Waktu adalah representasi paling tepat jika ingin menyelisik relung-relung gelap dan terdalam dari pelantun dan penulis lagu, Danilla Riyadi yang sosoknya kian dicintai terutama oleh kaum adam berusia 20an karena kepribadiannya yang cuek dan apa adanya. Dengan atmosfer album yang mengawang-ngawang disertai lirik-lirik muram dan penuh kebimbangan, album Lintasan Waktu adalah teman terbaik di waktu terintim pada dini hari yang dingin seraya menikmati sebotol Anggur lokal punya yang menghangatkan tubuh.
MALIQ & D’Essentials – Senandung Senandika
Album ini seperti sebuah penutup yang apik dari trilogi perjalanan naik kelas MALIQ & D’Essentials yang dimulai sejak album Sriwedari dan dilanjutkan dengan album Musik POP. Pada Senandung Senandika, pencapain artistik MALIQ terus dijaga ketat dengan kekayaan aransemen dan bebunyian synthesizer yang intensitasnya semakin meningkat. Sebuah album yang patut dicintai lebih banyak orang di Indonesia. Walaupun pada kenyataannya, peningkatan mutu musik MALIQ berbanding terbalik dengan jumlah view mereka di YouTube.
Barefood — Milkbox
Album Milkbox menahbiskan duo Rachmad Triyadi dan Ditto Pradwito sebagai penggawa dari kebangkitan musik indie rock 90’an di kancah musik lokal. Setiap lagu yang ada di Milkbox adalah lagu tema crowd surfing yang mumpuni baik untuk angkatan 90’an bahkan untuk generasi Z. Sudah sepatutnya Barefood menjadi penampil di berbagai acara generasi 90’an yang kian marak belakangan ini.
ALBUM HIP-HOP TERBAIK
*LAZE
BAP — Belladona EP (Jakarta)
BAP salah satu anggota kolektif cul de sac. Dia memproduksi beatnya sendiri pada EP yang bertajuk belladona ini. Suasana musiknya muram namun tetap menyenangkan untuk didengar. Liriknya jujur dan sesuai dengan kepribadian.
Airliftz – Bagel (Kuala Lumpur)
Airliftz yang menarik adalah, dia album bahasa inggris lagunya catchy tapi verse nya solid. Appreciate salah satu singlenya dan warnanya segar
A. Nayaka – Colorblindflo
Sebagian rapper hari ini berlomba lomba dengan 808 dan ini salah satu hasil terbaiknya. Lirik dalam Bahasa Inggris yang fasih dan flow triplet. Di antara semua lagunya, karya favorit saya dari ep ini adalah “escape”
Jutassicpark — Satir
Beat samplebased dan terkadang eksperimental dipadu dengan lirik bahasa indonesia sehari hari namun tidak terdengar receh ditambah dengan permainan kata cerdas serta beberapa lagu ringan yang menghibur seperti “kapal api dan indomie.”
Sonjah — Sonjah
He got a smooth voice and a classic sample based sounds, suasana album yang cocok untuk mengemudi malam hari dan mood yang cenderung tenang walau beberapa lagunya berisi kritikan
*SENARTOGOK
Roc Marciano — Rosebudd’s Revenge
Februari lalu saya menghadiahkan album ini untuk adik, yang kebetulan penikmat hip hop. Dia memuji suguhan Rosebudd’s Revenge sebagai komposisi aneh. Ia yang terlalu dekat dengan Eminem mungkin akan kaget dengan album ini. Alasan saya pertama kali melirik ini bermula dari Ka! Si pemadam kebakaran yang begitu merusak jiwa saya setahun belakangan. Estetika drumless, sample-sample surga, dengan lirikal sebagaimana Roc Marciano sejak debut solonya, saya begitu menikmati alur cerita album ini. Sebagian besar album diproduksi oleh Roc Marciano sendiri, ia menggandeng The Arch Druids, Mushroom Jesus, Modus Op, Knxwledge Animoss, dan juga Ka. Berisi potongan musik dari Stanley Cowell, Lou Courtney, Wanda Robinson, Super Cat, Skaldowie, hingga Group 1850, album ini nyaris tanpa dentuman breaks. Gelap, rusuh, sesekali sendu, dan terdengar halus dengan tone rendah dan berat suara Roc. Album ini menjadi sugesti, selalu saya dengarkan saat kesal datang. Di track pembuka Move Dope, ada cuplikan suara, bagaimana kita menjadi, atau dalam bahasa ayah , jangan tanggung, pencuri ya pencuri sekalian, rapper ya rapper sepenuhnya, tidak setengah-setengah. Begitu nasehatnya saat saya kecil dulu. Saya tentu terhenti di track History, tepat di bagian akhir lagu berkumandang Legs levitated, your family is devastated; batin saya melepuh sepanjang Pray 4 Me apalagi saat Roc merapal I’m trying to scratch some horror off my karma list ; dan saya terus mengulang Marksmen di mana rapper favorit saya Ka bertandang, menyerapah indah dengan balutan sample Love Feeling Clever milik Mecki Mark Men. Saya tertawa sendiri kadang dalam lamunan, apakah saya harus membunuh adik saya? Saya tak seberani itu sepertinya. Jika tokoh Rick Blaine punya “Here’s looking at you, kid” dan Vito Corleone dengan kalimat “I’m going to make him an offer he can’t refuse” sebagai kutipan memorable mereka, melalui itu pula Roc menyampaikan maksudnya di album ini: Revenge.
Your Old Droog — Packs
Sejak kemunculannya pada 2014 lewat soundcloud, banyak yang mengira ia adalah Nas. Sejak itu, saya tak terlalu banyak melacak tentangnya. YOD cukup sibuk, jadi tandem di berbagai track featuring, merilis sekian EP, dan menuntaskan Self-Titled nya di tahun yang sama. Tahun ini saya menangani banyak album teman-teman rapper, dan kebiasaan buruk saya adalah mencari kambing hitam. Tentulah berupa album, dan hanya karena sampul YOD ini mirip bungkus rokok (atau coklat?), saya menantinya di berbagai web selancar. Di bulan yang sama saat saya menemukan Rosebudd’s Revenge, sebuah klip berjudul Help dari YOD muncul di Youtube. Klip yang menjadi pembuka bagi saya untuk menjadikan Packs ini sebagai korban.
Entahlah, secara keseluruhan album ini mempesona saya dalam komposisi musiknya. Banyak saya contek untuk mengerjakan single-single kawan. YOD menggandeng Danny Brown, Anthony Jeselnik, Wiki, Chris Crack, Heems, hingga moniker idola saya Edan. Ia meminang beberapa produser, mulai dari Nice Rec, The Alchemist, 88 Keys, hingga The Purist. Track favorit saya jatuh pada Grandma Hips, namun hampir setiap tembang punya gayanya yang khas, yang banyak saya curi dalam proses produksi saya sendiri. Album ini dihiasi oleh potongan musik dari Guy Pedersen, Chicken Curry and His Pop Percussion Orchestra, Madeline Bell, hingga Frank Zappa. Namun momen mendengarkan jatuh pada lagu Bangladesh, storytelling yang kompleks, mewarisi rima dan flow ala Big L, dan tentu MF Doom begitu terasa pengaruhnya bagi YOD. Entah, saya tak mendengar nuansa Nas lagi dari YOD sejak mendengar Packs ini. Saya harus mengakui juga, G.K.A.C menghasilkan Rekata-nya Alfabeta; Help menghasilkan Ultimatum Joe Million; Winston Red menghasilkan Kelas Berat-nya Rand Slam; You Can’t Do It (Give Up) melahirkan pula Sebelum Penghabisan milik Leevil; Artinya saya berhutang banyak contekan dari album ini dan pantaslah menjadi yang terbaik 2017 ini.
Rand Slam — Rimajinasi
Apabila 2016 kita mendaulat Vulgar dari Joe Million, maka 2017 ini album terbaik jatuh pada sahabat dekatnya, yakni Rand Slam, dengan debutnya Rimajinasi, dan lagi-lagi dirilis oleh label super sibuk Def Bloc Union. Saya tak akan membahas sample-sample untuk komentar bagian ini. Ia menelurkan sebuah cetak biru hip hop lokal masa depan yang lahir justru di tengah kecamuk politik parlemen tak jelas, para bigot berseliweran, penggusuran dan perampasan lahan di berbagai daerah, juga atmosfir skena yang kian bernyali. Mungkin tak sepenuhnya, akan tetapi Rimajinasi banyak terpengaruh penulisannya dari berbagai berita, diskusi, panggung, pentas, atau kampanye menyoal itu. Meskipun tak seluruhnya, album ini masih bisa bernada rap, bentang cerita personal, hip hop dan tribut penyertanya, dan sesekali berkisah tentang cita dan cinta. Namun, yang paling mendasari album ini adalah bahasa. Artinya, Rimajinasi mampu mengekspos dan mengeksplorasi bahasa indonesia lebih luas, mendalam, rinci, ke bagian teknis penulisan lirik rap. Warisan generasi hari ini, salah satunya Rand Slam, yaitu pengembangan estetika dan linguistik yang luar biasa dari bahasa Indonesia. Kata-kata dalam bahasa Inggris misalnya, sebagian besar memiliki satu suku kata, sehingga berbunyi satu ketukan pula. Semisal Love, hurt, go, real, eat, dsb. Bahasa indonesia memiliki banyak suku untuk setiap kata dasar, sebut saja, cin-ta, sa-kit, per-gi,ha-ra-pan, ter-bang, dsb. Pengaruh suku kata itulah yang membuat bunyinya jadi banyak pula, sehingga satu kata dalam bahasa indonesia bisa dipenggal sesuai kebutuhan, dan rima hadir di sana, untuk merakit bait yang lebih kompleks. Rand Slam menyadari itu di album ini, dan semua tracklistnya kaya rima yang bertingkat. Itulah imajinasinya untuk sebuah bangunan lirik rap, yang tak hanya berpondasi pada beat atau ketukan saja, dan dengan berat hati saya menyematkan predikat penyair pada rapper satu ini. Apabila begitu, mungkinkah suatu hari nanti, sebuah album rap dapat disebut antologi puisi? Saya hanya meramalkan saja. Mengingat Bob Dylan pernah menggeser Milan Kundera dan Haruki Murakami untuk hadiah Nobel Sastra 2016 lalu, bukan tak mungkin penghargaan literasi lokal suatu hari dimenangkan seorang rapper.
Various Artist – Pretext For Bumrush
Hip Hop Compilation Album terbaik hip hop lokal pilihan saya terakhir sekaligus menutup tulisan ini tanpa ragu jatuh pada Pretext For Bumrush, yang dirilis 4 Desember 2017 lalu oleh Grimloc Records dan Def Bloc, hasil kerjasama individu-individu, jejaring dan unit hip hop berbagai kota. Berisi 29 Track baru dalam dobel cakram padat, beserta booklet 100 halaman, kompilasi ini merupakan keroyokan yang ambisius. Jika 2017 adalah puncaknya, maka dekade sebelumnya telah menjadi catatan panjang perhelatan para rapper, DJ, juga beatmaker menguji daya dan upaya dalam sepak terjang musik jenis ini, dan tak ketinggalan sampai dua dekade berikutnya, saya yakin album ini akan menjadi yang terbaik mengingat beragam pengisi di dalamnya merupakan hasil saringan panjang sekian tahun, pula komunikasi intens lewat pancang kolektif, untuk merumuskan, merancang, dan menginisiasi sebuah kompilasi dengan tema dasar one shoot, yakni lagu apa yang akan dipersembahkan para kontingen di sana, jika ini merupakan album terakhir. Sebab, setelah ini tak akan ada revisi, tak ada evaluasi, Bumrush, sebuah serangan total, yang diperban oleh kata Dalih. Suatu hari Jalaluddin Rumi pernah mengatakan bahwa, semua kata-kata hanyalah dalih. Pretext mengambil tempatnya di situ, mengusung sejenis imajinasi final, tentang hidup, bagaimana menyanyikannya hanya dengan satu tembang. Begitulah para pemain di dalam album ini ditantang. Hampir setahun lebih pergumulan, dikusi, perbincangan, interaksi, sharing skill, tambal sulam beat, adu pendapat, juga proses rekam yang panjang, Desember pantas merayakan dilepasnya album ini ke khalayak. Dicetak seribu keping, dalam 3 hari saja, sudah habis hampir 600 CD, selain hal tersebut merupakan kesombongan, agaknya begitulah album ini menyerang para pendengar. Tak ada track yang sama di album ini, tiap lagu punya keberingasannya sendiri. Joe Million berakrobatik dalam 48 bar lebih, Altarlogika menghujam dengan cadence tak terprediksi dari karyanya sebelumnya, Pangalo! hadir memutilasi beat funk dengan kecepatan tak lazim, Alfabeta kian dewasa dengan multisilabel-nya, tak ketinggalan Krowbar, Cielduke, hingga Jere bersikeras dengan tema-tema luar biasa, Anonymous Alliance meracau kesolehannya ke titik fatal meminjam peristiwa Rohingya. Dangerdope, Densky, Maverick, juga Kausarima bersahut-sahutan dalam instrumentasi tak waras. Boombap di sana sini, Insthinc membantai album dengan skema rima panjangnya, menemani Catapults, JuTa, dan Superflava menghunus kekejaman di setiap lembaran liriknya. Tema politikal masih bergayungsambut di kerongkongan Maderodog, Infrastruktur Katastropi, dan Rappinflat. Para veteran seperti Blakumuh, Bars of Death, juga Eyefeelsix tak mau kalah meledakkan ketenangan album. Atmosfer dihantam rima-rima berbisa dari Rand Slam, Dzulfahmi, DPMB, juga para pendatang baru seperi Leevil, Don Wilco, dan MOTB tak mau kalah menghujam angkasa di bentangan beat dan lariknya. Album ini nyaris sempurna, dengan sampul penuh intrik bergambar trolley berisi sampler, senjata, hingga buku, seolah menggambarkan apa yang Joe Million katakan di lagunya Ultimatum, yakni Sebarkan murah vinyl sebelum kasirmu kuhabisi. Begitulah album ini menyerang 2017 tanpa ampun.
ALBUM PUNK / HARDCORE/ EKSPERIMENTAL TERBAIK
*SAYIBA BAJUMI
Turia — Dede Kondre
Sebuah album Atmoshpheric Black dari Belanda yang entah kenapa selalu diulang dimainkan di playlist saya mungkin karena rhythm dan ketukan drum repetitive, namun terdengar primitif ditemani dengan vokal teriakan horor yang terdengar menyayat dan menyedihkan, tempo musiknya tidak terlalu cepat dan kadang melambat, kadang diisi melodi gitar yang sederhana menghasilkan album yang menurut saya membuat bengong terbawa suasana kegelapan tapi catchy sekaligus.
Anatomia — Cranial Obsession
Album ini seperti secara perlahan mengubah emosi. Diawali tendangan keras ke kepala dengan ketukan grind dicampur dengan death doom catchy di 1/3 track awal seperti ingin memberikan harapan bahwa hari anda mungkin akan baik-baik saja. Setelah pertengahan album ini mulai memasuki daerah funeral doom, anda menyadari bahwa hidup tidak baik-baik saja, bahwa apa yang anda lakukan selama ini sia-sia tak ada arti. Album ini ditutup dengan Drone belasan menit membawamu dalam ketakutan bahwa besok kau akan melakukan lagi kesia-siaan dalam hidup kembali. Album terbaik 2017 menurut saya.
Bell Witch — Mirror Reaper
Sebuah soundtrack yang cocok sebagai pendamping saya bermain seri Dark Souls di Playstation, hanya 1 track tapi durasinya 80 menit lebih penuh dengan keputusasaan dan kesedihan, aura album ini mengingatkan saya pada Corrupted, mendengarkannya membuat saya mempertanyakan eksistensi saya mengapa saya tahun ini terlalu banyak main game, apakah hidup hanya sekedar duduk di depan layar tv memegang joystick, apakah saya harus lompat sekarang juga? Sangat direkomendasikan !!
Blut Aus Nord — Deus Solutis Maæ
Mendengarkan album ini seperti seperti membayangkan dunia pasca perang nuklir. Nuansanya seperti Black Metal dicampur industrial, bertempo pelan walau ada sesekali ketukan cepat black metalnya, style gitarnya mirip seperti Deathspell Omega, tone drum machine yang dingin, vocalnya berlapis kadang kadang growl kadang choir berefek reverb yang kadang ditimpa bersamaan membuat album ini semakin mengerikan. Mungkin apabila Donald Trump dan Kim Jong Un mendegarkan album ini, Perang Nuklir akan lebih cepat terwujud.
Terapi Urine — Petenteng
Pertama kali membaca berita di internet album ini akan dirilis di instagram, saya hanya berkata mengapa? Lalu seperti ada jawaban langsung dari pesan virus trojan di Linux saya , kenapa tidak? Grindcore dengan lirik yang selalu membuat tersenyum bertema sehari hari seperti “makan nasi ame riki” dan “semua bisa dicicil” semakin membangun koneksi saya dengan album ini. Ditambah lagi, albumnya dirilis di instagram, app yang pasti saya buka setiap hari. Saya gak tau apakah ini rilis album di instagram pertama di dunia? Bila iya, Terapi Urine mestinya sudah jadi duta IT indonesia. Saya kira ini adalah album yang bisa membuat Steve Jobs dan Bill Gates berpandangan mata sambil mengucap, “kita berhasil bro!”
*FARID AMRIANSYAH A.K.A RIAN PELOR
LIMP WRIST — Facades
Hampir satu dekade band queercore, Limp Wrist, absen merilis album baru, dan
jelas album ini sangat saya antisipasi di tahun 2017, terutama karena Limp Wrist
adalah band favorit saya – tanpa mengatakan bahwa saya juga fans Martin
Sorrondeguy. Pernyataan tegas akan orientasi seksual Limp Wrist ditampilkan
dengan tegas dan cantik dengan foto grup yang jadi sampul albumnya. Album
yang eksplosif, kombinasi maut delapan nomer hardcore punk intensitas tinggi,
dan ditutup dengan kejutan tiga nomer elektronik/industrial, party on boys!
AT THE DRIVE-IN — in •ter a•li•a
Daripada Refused yang reuni dan merilis album baru, jujur saya lebih gembira
dengan apa yang dilakukan oleh At Drive-In dengan album barunya yang dirilis
17 tahun sejak mereka merilis album monumental ‘Relationship of Command’.
Bagi saya ‘in•ter a•li•a’ adalah romantisme dan nostalgia yang seolah
meneruskan apa yang tertinggal sebelumnya dengan eksekusi yang cukup segar
dan matang. Walau daya letupnya tak sampai seperti ‘Relationship of Command’ yang muncul pada momen yang tepat, ‘in•ter a•li•a’ tidak membuat saya terasing. Rasanya seperti kembali bersua dengan sahabat yang lama hilang.
INTEGRITY — Howling, for the Nightmare Shall Consume
Bila ada band yang berpengaruh dalam ranah hardcore dan metal kontemporer
maka salah satunya adalah Integrity. Dan mereka menunjukkan kelasnya dengan
peleburan thrash metal, black metal dan hardcore dalam gelap nuansa
apokaliptik yang brilian dan brutal di albumnya yang ke-12 ini, ‘Howling, for the
Nightmare Shall Consume’. Bagi saya jelas ini adalah persembahan terbaik dari Integrity, tetap dalam semangat dan aura kelam yang melibas batasan genre.
MIDNIGHT — Sweet Death And Ecstasy
Midnight adalah heavy metal nan jahat, sangat jahat yang JAHAT. Dan mereka
kembali menunjukkan kejahatannya dengan album ‘Sweet Death And Ecstasy’.
Album yang cukup fokus daripada rilisan-rilisan sebelumnya dari revivalis
NWOBHM yang seperti anak haram dari Venom, suguhan musikal yang mungkin
bisa dirumuskan dengan frasa blackened thrashin’ sleazy punkish rock’n’roll.
Midnight is here to make you headbangin’ with the devil! *horn sign
WOLFBRIGADE — Run with the Hunted
Yang pertama terlintas ketika melihat album Wolfbrigade ini adalah judulnya semacam mengingatkan akan judul dari buku bunga rampai karya Charles Bukowski. Secara musikal ‘Run with the Hunted’ semacam usah penyempurnaan formulasi crust punk dan melodic death metal ole Woldbrigade yang bisa dibilang adalah salah satu pentolan D-beat asal Swedia. Sebuah usaha yang layak diacungi jempol, bukti bahwa Wolfbrigade belum kehilangan energi dalam dua dekade eksistensinya.
ALBUM METAL TERBAIK
*SAMACK
Pure Wrath — Ascetic Eventide
Dari logo band-nya yang sarat akar lebat dan sulit dibaca itu saya sudah membayangkan bakal dihantam oleh musik brutal death metal yang keras dan berat. (yang biasanya terdengar monoton). Ternyata prediksi saya salah besar. Pure Wrath justru memainkan musik yang cantik, melodius dan penuh harmoni. Di album ini kita bisa dengar pengaruh Alcest, Deafhaven, sampai Moonspell atau Emperor. Ya, hanya band-band itu yang terlintas di kepala saya. Mungkin banyak pengusung NWOBM yang serupa, tapi saya tidak ingat lagi. Ascetic Eventide berhasil membekap black metal ke dalam nuansa atmosferik yang kelam, sekaligus alamiah. Lanskap pegunungan, hutan yang lebat, hingga padang savana bisa terbayang. Sebentar, saya perjelas, itu bukan seperti penorama alam yang biasa di-posting pada akun Instagram teman anda. Indah dan cantik itu relatif, bukan?!
HURT ‘EM — Condolence
HURT’EM seperti sekumpulan anak muda yang simpel dan efisien. Tidak mau bertele-tele dan tidak rela buang-buang waktu. Terbukti, musiknya langsung digeber kencang sejak detik pertama. Ngebut. Semua judul lagu-lagunya pun cukup singkat, hanya perlu satu kata saja. Referensi musikal paling populer sepertinya bakal merujuk pada Nasum, Nails, Trap Them, Converge, hingga Crass. Juga terlintas warisan (old) Napalm Death dan Terrorizer. Ke-16 track album ini akan lebih terasa vibe-nya jika didengarkan sendirian di tengah taman yang gelap. Atau dalam sebuah perjalanan singkat dengan memakai earphone yang layak. Condolence ibarat album cadas yang memang diciptakan khusus bagi anda yang soliter, gelisah, dan lebih suka melibas kerumunan.
Gaung — Opus Contra Naturam
Salah satu pesona Gaung adalah ketika mereka mampu mengutarakan makna tanpa perlu berlembar-lembar lirik. Mereka cukup mengganti semua kalimat itu dengan bebunyian dan susunan nada yang dihasilkan oleh instrumen mereka. Eksplorasi seperti itu mungkin masih jarang ditemukan pada ranah psikedelik rock nusantara. Opus Contra Naturam menjadi lebih menarik ketika Gaung yang tadinya hanya bermain di wilayah musik psikedelik yang lurus dan aman kemudian mulai mengambil risiko dengan melewati rute sludge, post-rock, progresif, math-rock, hingga eksperimental rock. Tidak banyak yang berhasil melewati ‘labirin’ seperti itu, tapi Gaung telah membuktikan kalau intuisi bermusiknya lebih berfungsi daripada kata-kata. Ini album bagus yang sekaligus—secara literal—bisa sangat menyesatkan. Get lost.
Kelakar — The Colonel
The Colonel adalah hiburan terbaik saat mengawali 2017, dan masih sulit diabaikan sampai akhir tahun ini. Sejak awal, unit ini sudah bikin ulah saat memacu musiknya yang keras dan menggerinda lalu tiba-tiba meliuk pada komposisi jazz, bossanova dan swing. Formula seperti itu tentu mengingatkan pada Exit 13, band sinting lainnya dari Amerika Serikat. Setelah beberapa lama, barulah kita mulai bisa memahami maksud dari tingkah avant-garde yang diusung Kelakar. Sepertinya mereka ingin mengaduk aneka rupa genre musik dan pola bebunyian layaknya apa yang (pernah) dikerjakan Naked City, Mr.Bungle, Fantomas, Frank Zappa, atau segala proyek musikal dari Mike Patton dan John Zorn. Tapi percayalah, Kelakar tidak seserius itu. Seperti namanya, unit ini juga memiliki rasa humor yang sangat tinggi. Bak sirkus yang penuh atraksi dan akrobat di sana-sini. Menegangkan tapi cukup menghibur. Juga meriah seperti karnaval. Dilingkupi sifat agak kekanakan dan naluri yang tinggi untuk bermain-main. Terus bersenang-senang tanpa menuruti pakem tertentu. Membentuk imej yang absurd dan juga komikal di sekujur bagian The Colonel.
Kelakar seperti sedang menggarisbawahi bahwa sebenarnya tidak ada musik yang rumit. Yang ada hanyalah kuping yang lelah, atau terlalu tua?!…
Forgotten — Kaliyuga
Pionir death metal asal kampung Ujungberung (Bandung) ini kembali dengan album anyar yang musiknya seperti dibikin di neraka, dan liriknya justru dibikin di surga. Begitu kalau kita mau meyakini apa yang konon dikatakan vokalis Addy Gembel – saat mengaku susahnya menulis lirik yang sarat makian dan protes dari domisilinya yang tenang, nyaman dan asri di seberang lautan sana. Tidak seperti album sebelumnya, kali ini Forgotten justru mulai meninggalkan nuansa etnik sunda yang pernah dilekatkan pada Laras Perlaya. Gantinya, mereka sekarang lebih banyak memasukkan unsur string dan nuansa ‘goth’ pada Kaliyuga. Hasilnya cukup jitu. Komposisi musik Forgotten terdengar makin mewah dan megah. Memberi atmosfir yang lebih mencekam pada musiknya. Basis old school death metal tentu masih dipertahankan, dengan rujukan musikal dari tepi pantai Florida (Malevolent Creation, Death, sampai Deicide) hingga ke sudut Skandinavia di Eropa sana (Hypocrisy sampai Grave). Lirik tajam yang sarat amarah meluncur deras saat Addy Gembel dkk menampar wajah para fasis, centeng dan aparat – juga menggugat topik-topik seputar kelas sosial, kultur barbar dan fatwa-fatwa yang dogmatis. Selamat datang di Kaliyuga, sebuah fase evolusi peradaban manusia yang menjadi serigala bagi kaumnya sendiri. Beruntung saja masih bisa lahir album metal sebaik ini.
Maaf. Ternyata memilih lima album saja belum cukup. Kalau kudu dipaksa jadi 10 biji tampaknya bakal kepanjangan. Maka saya nekat menambah beberapa rekaman metal lain yang cukup layak diapresiasi lebih lanjut.
Mungkin inilah yang sering disebut sebagai Honorable Mention:
Grace — No Heaven No Hell
Kelelawar Malam — Jalan Gelap
Children of Terror — Kaliyuga
Morganostic — Paradox
Take This Life — Numbers Part