Harry Roesli seharusnya didengar oleh lebih banyak orang mengingat statusnya sebagai musisi ekletik yang konsisten menghasilkan album berkualitas semasa hidupnya. Dia menghasilkan album opera rock pertama dalam sejarah musik Indonesia, merilis album yang cukup politis di masa kejayaan Orde Baru, serta terus mendobrak batas dengan rilisan prog yang diedarkan sebagai bonus majalah. Untuk yang disebut terakhir, adalah format perilisan Titik Api pada 1976. Album itu dirilis sebagai bonus kaset untuk pembeli Majalah Aktuil, sekaligus menandai salah satu titik tertinggi kreativitas pendiri Depok Kreasi Seni Bandung (DKSB) tersebut.
Sayangnya, popularitas Harry Roesli urung berlanjut di Abad 21, lantaran tak banyak albumnya mudah didapat di pasaran. Pendengar muda pun kurang mengenal kiprahnya. Saat ini, kanal yang tersedia buat memutar lagu-lagunya baru layanan streaming dari sumber tidak resmi, yang secara kualitas suara tidak mencerminkan visi asli sang musisi.
Videos by VICE
Beruntung, minimal, kini akhirnya ada label Indonesia yang merilis ulang album-album penting sang maestro dalam format piringan hitam dan kaset. Sehingga, mutu suara bisa didengarkan lebih layak. La Munai Records adalah label yang mengambil peran tersebut.
La Munai memulai upaya perilisan ulang album Harry Roesli, dengan menghadirkan lagi album pertama Harry Roesli Gang bertajuk Philosophy Gang pada 17 Maret 2017. Album ini didistribusikan secara merata di beberapa negara bagian Asia dan Eropa Barat, dan meraih sambutan yang baik dari pendengar dalam negeri maupun mancanegara. Setahun kemudian, tepatnya pada 20 Mei 2018, La Munai Records kembali merilis album Ken Arok, salah satu dari trilogi album (Philosophy Gang, Titik Api, Ken Arok) Harry Roesli Gang secara terbatas sebanyak 333 kopi.
Kini, pada 2020, giliran Titik Api yang akhirnya rilis dalam format vinyl. Bagi beberapa pengamat yang mengikuti rekam jejak Harry Roesli, Titik Api berisi materi-materi yang paling seimbang menyajikan eksperimentasi sekaligus konsep yang populer. Menurut pengamat musik asal Jerman, Dieter Mack, Titik Api memuat aransemen gamelan Bali yang amat menarik, dalam nomor “Sekar Jepun”. “Track ‘Sekar Jepun’ bisa dibilang sebagai komposisi utama album ini, yang dapat menggambarkan karakter aransemen instrumental Harry Roesli,” ujarnya.
Album Titik Api tercipta untuk memperingati satu tahun pagelaran Opera Rock – Ken Arok yang dipentaskan pertama kali di Dago Tea House, Bandung. “Album ini adalah penyempurnaan dari musik Philosophy Gang dan Ken Arok, sebuah perkawinan silang yang optimal antara musik timur dan barat yang saat itu sangat digandrungi (musik rock barat) oleh semua masyarakat muda Indonesia,” merujuk keterangan tertulis dari La Munai.
Titik Api tidak sepopuler Ken Arok ataupun Philosophy Gang untuk pendengar di Indonesia pada dekade 70’an. Namun, seperti dijabarkan Dieter,fusi antara nada rock dari raungan gitar, keyboard dan drum dengan bebunyian organik dari rebab, angklung sampai bel sepeda, semua diaduk dan dikemas dengan sangat baik oleh Harry Roesli Gang.
Tidak ada kata terlambat mendengarkan musik bagus, apalagi dari Indonesia yang pengarsipannya cukup buruk ini. Upaya La Munai pada akhirnya sangat layak diapresiasi.