Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.
Amerika Serikat serius dengan ancamannya memotong dana bantuan untuk Palestina, setelah keputusan memindah kedubes AS ke Yerusalem diprotes penduduk Jalur Gaza dan Tepi Barat. Dalam pengumuman Selasa (16/1) lalu, bantuan yang seharusnya mengalir kepada lembaga pengungsi Palestina di bawah PBB (UNRWA) terpangkas lebih dari separuh. Dari seharusnya US$125 juta per tahun, menjadi tinggal US$60 juta saja.
Videos by VICE
Keputusan yang diteken Presiden Donald Trump itu memicu kecaman dari pegiat hak asasi manusia seluruh dunia, serta lembaga kemanusiaan yang selama ini mendampingi para pengungsi Palestina di berbagai negara Timur Tengah. Saat mengumumkan pemotongan dana, juru bicara Gedung Putih mengatakan sisa US$65 juta (setara Rp812 miliar) akan dicairkan “di masa mendatang setelah melalui kajian mendalam.”
Kebijakan AS ini ibarat preman yang memainkan ancaman dan kucuran uang untuk menuntut Palestina tidak memprotes kebijakan mereka memindah kedubes ke Yerusalem. Trump nekat mengambil kebijakan yang sudah ditolak mayoritas negara maju itu hanya demi menyenangkan basis pemilihnya, kalangan kristen konservatif di pedalaman AS.
Selain akibat pemindahan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, hubungan Washington dan Otoritas Palestina memburuk sejak Presiden Mahmoud Abbas berulang kali mengkritik Trump. Abbas menganggap Trump sudah tidak netral untuk menjadi mediator perundingan damai antara Palestina-Israel, karena terbukti lebih condong pada Negeri Zionis tersebut. Abbas sempat menyatakan bakal menolak semua proposal perdamaian yang disodorkan Negeri Paman Sam.
Namun, ketegangan politik itu lantas dibalas pemotongan dana. Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), salah satu elemen politik terbesar di Palestina, lewat akun Twitternya mengecam keputusan AS. Keputusan memangkas dana bantuan pengungsi hanya karena Trump tak suka dengan respons dari pemimpin Palestina, “adalah kebijakan yang sengaja menyasar orang-orang Palestina paling lemah, sekaligus menghambat akses para pengungsi terhadap pendidikan, kesehatan, perlindungan, serta hidup yang bermartabat.”
Kebijakan AS memangkas bantuan, menurut PLO, bakal membuka ruang pada merebaknya radikalisme. Dampaknya, stabilitas Timur Tengah bisa terganggu.
Human Rights Watch (HRW), lembaga yang banyak mendampingi kerja-kerja UNRWA, turut mengecam keputusan Washington. “Apa yang dilakukan AS ini sama saja upaya pemerasan agar Otoritas Palestina menurut pada rencana Trump,” kata Kenneth Roth, Direktur Eksekutif HRW.
Pemerintah AS selama ini menopang sepertiga total dana yang diterima UNRWA saban tahun. UNRWA adalah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memasok air bersih, obat, dan bahan makanan kepada dua juta penduduk Jalur Gaza. Wilayah Gaza yang diblokade oleh Israel dan Mesir merupakan kantong kemiskinan terbesar di Palestina. Selain rusak akibat perang, jumlah penduduk miskin di kota kekuasaan Hamas itu mencapai 38,8 persen. Akibat penjajahan Israel, lebih dari 5 juta pengungsi terpaksa kabur dari Palestina tersebar ke berbagai negara. Kantong pengungsi Palestina di antaranya adalah Libanon, Turki, dan Yordania.