Kementerian Pertahanan Amerika Serikat, biasa disebut Pentagon, merasa was-was melihat peningkatan kegiatan militer Cina. Mereka khawatir Tiongkok berniat menganeksasi wilayah Taiwan di masa mendatang, seperti dilaporkan pejabat intelijen pertahanan AS, Selasa (1/15) pekan ini.
Pejabat yang namanya dirahasiakan itu berbicara kepada sejumlah reporter di Ibu kota Washington, tak lama setelah badan Intelijen Pentagon merilis laporan setebal 140 halaman mengenai usaha pemutakhiran kekuatan militer Tiongkok, yang makin meningkat beberapa tahun belakangan.
Videos by VICE
“Kekhawatiran paling besar Pentagon adalah… Cina sudah sampai tahap di mana pimpinan Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA) memberitahu Presiden Xi Jinping jika mereka cukup percaya diri melakukan invasi militer ke kawasan sekitar,” ungkap pejabat Pentagon itu kepada awak media. Dalam wawancara itu, si pejabat Pentagon menegaskan dugaan kalau Tiongkok masih mengusahakan opsi menghindari konflik—termasuk dengan Taiwan ataupun Jepang.
Laporan tersebut menyebut Taiwan sebagai “pemicu utama” getolnya Tiongkok meningkatkan kekuatan militernya. Kemungkinan besar Tiongkok enggan bila perseteruannya dengan Taiwan (yang dulunya satu negara sebelum memisahkan diri akibat kemenangan Partai Komunis) direcoki negara lain.
Menurut perkiraan intelijen, sepanjang 2018 Cina menghabiskan anggaran lebih dari US$200 miliar untuk belanja militer. Jumlah ini naik tiga kali lipat dari anggaran belanja militer Negeri Panda pada 2002. Di bagian lain laporan tersebut, disebut bahwa sekalipun AS menghabiskan belanja militer lebih banyak—sekitar US$700 miliar—namun hasil yang didapatkan oleh Cina jauh lebih banyak karena Beijing tak mesti melakukan investasi untuk membiayai riset dan pengembangan alutsista yang mahal. Sebaliknya, Negeri Tirai Bambu mengandalkan pembelian langsung atau bahkan pencurian hak intelektual.
Analisis intelijen ini langsung dibuat oleh Pentagon, seiring munculnya peringatan Cina terhadap pemerintah AS. Khususnya terkait status Taiwan dalam diskusi informal Beijing yang melibatkan perwira tinggi marinir AS, Laksamana John Richardson.
Tonton dokumenter VICE soal pembuat film dari komunitas Online Big Movies di Tiongkok, yang berkarya dengan mengakali sensor rezim penguasa Beijing:
Jenderal Li Zuocheng, Kepala Departemen Staf Gabungan Tentara Pembebasan Rakyat, menegaskan bila Beijing konsisten memandang Taiwan sebagai “masalah dalam negeri” dan tak mau permasalahan tentang statusnya direcoki unsur asing.
“Jika ada pihak ingin memisahkan Taiwan dari Cina, militer Tiongkok siap melakukan tindakan apapun untuk menjaga reunifikasi nasional (antara Cina dan Taiwan), kedaulatan Cina dan integritas teritorinya,” kata Zuocheng, berdasarkan notulensi pertemuan tersebut.
Status Taiwan, sebuah pulau di luar Cina Daratan yang dihuni 23,5 juta jiwa, amat sensitif bagi kebijakan politik Beijing. Taiwan memerdekakan diri tak lama sesudah berakhirnya pendudukan Jepang pada 1945. Sejak awal, Beijing menganggap Taiwan sebagai bagian wilayah RRC dan terus mengancam bakal menggunakan kekerasan jika pemerintahan demokratis di Ibu Kota Taipei menolak reunifikasi.
Awal 2019, Xi Jinping memperingatkan pemerintah Taiwan lewat sebuah pidato yang menegaskan kalau Cina belum sepenuhnya meninggalkan opsi militer demi mengembalikan Taiwan kembali ke pangkuan Beijing. Xi sekaligus mendesak penduduk Taiwan untuk menolak semangat kemerdekaan dan memilih proses “reunifikasi damai” dengan Cina daratan. Merespons pidato ini, Presiden Taiwan mengatakan pihakya “tak akan menerima” opsi yang ditawarkan Beijing.
Selama ini, AS tercatat sebagai pendukung utama Taiwan. Sejak 2010, Negeri Paman Sam menjual berbagai jenis senjata dan alutsista ke Taipei senilai lebih dari US$15 miliar.
Laporan yang dikeluarkan Pentagon turut membeberkan, bahwa selain mampu menyerang Taiwan kapan saja, Cina berhasil mengembangkan sistem persenjataan jarak jauh baru yang dapat digunakan menyasar instalasi militer AS di Kepulauan Guam.
“Pemimpin Partai Komunis Cina berharap pemutakhiran kekuatan militer ini bakal merontokkan semangat kelompok pro-kemerdekaan di Taiwan. Atau jika upaya pencegahan sentimen nasionalisme gagal, kekuatan militer yang kini dimiliki bisa disiagakan untuk menghadapi perlawanan Taiwan atau potensi campur tangan pihak ketiga,” seperti yang tertulis dalam laporan Pentagon.
Selain bersikap keras tiap kali terjadi diskusi terkait status Taiwan, Beijing rutin mengambil posisi ngotot dalam konflik Laut Cina Selatan beberapa tahun terakhir ini. Salah bentuknya dengan menempatkan kekuatan militernya di berbagai pulau buatan di kawasan tersebut—yang tentu saja mengelilingi wilayah Taiwan.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE News