Artikel ini pertama kali tayang di VICE News
Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko, terpilih oleh mayoritas delegasi Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2026 dalam kongres yang digelar Rabu (13/6) sore waktu setempat. Pengumuman ini muncul secara ironis, mengingat hubungan bilateral AS dengan dua negara tetangganya sedang tegang sebulan terakhir, akibat ucapan kontroversial Presiden Donald Trump.
Videos by VICE
Dalam pemungutan suara yang diklaim FIFA jauh lebih transparan dibanding era penuh korupsi Sepp Blatter, AS-Kanada-Meksiko memperoleh dua pertiga dukungan (134 suara), dari total 199 suara delegasi yang berhak memilih. Pesaing koalisi tiga negara Amerika Utara itu hanyalah Maroko, yang hanya berhasil mendapat 65 dukungan. Ghana tadinya ikut mencalonkan diri, namun batal karena ditengarai terlibat upaya suap dalam kepemimpinan FIFA sebelumnya.
Pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2026 ini digelar hanya sehari sebelum upacara pembukaan Piala Dunia di Moskow. Pemilihan Rusia dulu juga sempat ditengarai banyak pihak penuh intrik, serta politik uang terhadap delegasi dari negara-negara miskin.
Untuk Piala Dunia Rusia, hanya Meksiko yang berhasil lolos ke putaran final, sementara AS dan Kanada gagal tembus kualifikasi Zona Concacaf. Karena menjadi tuan rumah, otomatis untuk gelaran sepakbola terakbar dunia 2026 nanti, ketiga negara itu otomatis lolos ke putaran final. Hal ini dimungkinkan gara-gara adanya aturan baru FIFA menambah jumlah peserta menjadi 48 negara. Kebijakan itu berlaku pertama kalinya pada 2026.
Tak berapa lama setelah hasil kongres FIFA diumumkan, Presiden Donald Trump lewat Twitter mengucapkan selamat atas terpilihnya AS menjadi satu dari tiga negara penyelenggara Piala Dunia delapan tahun lagi.
“Terima kasih banyak kepada semua delegasi FIFA atas kepercayaan dan kehormatan yang diberikan kepada kami,” kata Carlos Cordeiro, Ketua Federasi Sepakbola AS kepada media setelah hasil voting diumumkan. “Tiga negara ini mungkin berbeda dalam hal politik, namun di atas lapangan hijau, di bawah panji sepakbola, kami semua pasti bersatu. Olahraga yang indah ini bisa menembus batas negara maupun budaya. Dengan keputusan FIFA ini, sepakbola yang jadi pemenangnya.”
FIFA mengubah proses pemungutan suara. Dari awalnya diwakili oleh tiap-tiap asosiasi lingkup kawasan, menjadi voting satu negara satu suara secara langsung. Dengan begitu, tidak ada lagi dugaan kongkalikong yang dulu biasa disuarakan.
Tonton dokumenter VICE Sports yang berusaha menjelaskan penyebab negara sekecil Islandia bisa menghasilkan pesepakbola handal dan lolos Piala Dunia:
Terpilihnya Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, termasuk kasus yang memicu semakin kencangnya tudingan ada politik uang. Sekjen sepakbola tingkat kawasan disogok agar memenangkan Qatar, padahal beberapa negara sudah menyuarakan protes karena suhu gurun yang sangat panas di Qatar tidak memungkinkan pertandingan sepakbola bisa berlangsung maksimal.
Tentu saja, walau kini pemilihan diklaim FIFA lebih demokratis, uang masih tetap berbicara untuk memuluskan niat negara yang berharap jadi tuan rumah Piala Dunia. Koalisi AS-Kanada-Meksiko dilaporkan menjanjikan pembagian keuntungan hingga US$11 miliar dari hasil penyelenggaraan Piala Dunia 2026, untuk dibagikan kepada seluruh negara anggota FIFA. Iming-iming itu jauh lebih besar dari Maroko yang hanya bisa menjanjikan pembagian keuntungan US$6 miliar. Alhasil, suara mayoritas delegasi segera beralih ke koalisi Amerika Utara.
Maroko berusaha memberi iming-iming lain agar dipilih jadi tuan rumah. Negara di utara Afrika itu, misalnya, berjanji tidak akan menjual tiket terlalu mahal, agar suporter dari timnas yang lolos bisa datang ke negaranya. Selain itu, Maroko mengklaim negaranya lebih aman untuk menggelar kompetisi olahraga skala internasional, lantaran ada larangan kepemilikan senjata bagi sipil. Poin kedua itu tentu saja sindiran bagi AS-Kanada-Meksiko yang sering mengalami insiden penembakan massal maupun upaya serangan teror skala kecil.
Apa daya, Benua Afrika belum bisa menjadi tuan rumah piala dunia lagi, setelah dulu Afrika Selatan menjadi pionir pada 2010. Uang berbicara, bahkan di tengah pemilihan yang konon terjadi setelah petinggi FIFA melakukan taubat nasuha dari praktik korupsi.