Sejak 1978 Kemenag Bikin Aturan Toa Masjid Tak Ganggu Warga, Tapi Isu Ini Terus Panas

Aturan Kemenag mengenai pengeras suara masjid sudah ada sejak 1978

Artis Zaskia Adya Mecca baru saja mengambil langkah berani. Lewat akun Instagramnya, ia merekam suara toa masjid di dekat rumahnya sedang membangunkan sahur penduduk setempat dengan cara berlebihan. Bukannya membangunkan dengan lantunan doa, lelaki di balik toa justru berteriak-teriak layaknya pedagang pasar malam, yang dianggap Zaskia berlebihan plus tidak etis. Zaskia turut mempertanyakan apakah cara membangunkan sahur harus seekstrem ini.

Isu ini langsung ramai jadi perbincangan publik. Banyak netizen ikut menceritakan pengalaman mereka terusik pengeras suara masjid yang berlebihan. Tapi orang yang marah sama Zaskia juga banyak, umumnya mereka ngerasa terbantu sama relawan pembangun sahur model begitu. Selain itu ada juga yang menyerang Zaskia secara personal, tapi mari tidak usah dikasih panggung pendapat kelompok kurang piknik ini.

Videos by VICE

Sebenernya enggak cuma toa masjid. Di bulan puasa dari tahun ke tahun, bermunculan macam-macam taktik membangunkan sahur lewat pengeras suara. Kita bisa menyebutnya beraneka ragam kalau tidak mau memakai diksi aneh. Misal ada yang membangunkan lewat permainan trumpet, memakai sound system keliling perumahan, sampai bikin diskotek berjalan lengkap dengan jogetannya.

Wasekjen MUI Muhammad Ziyad yang menanggapi polemik ini menekankan perlunya komunikasi sesama warga tentang cara pengeras suara masjid digunakan. “Misalkan, perlu juga di kompleks-kompleks [perumahan], di tempat yang mungkin tingkat keragaman masyarakatnya itu plural, maka itu perlu jika diawali dengan komunikasi dengan silaturahmi sebelumnya, supaya menghindari adanya protes yang semacam itu, seperti yang disampaikan oleh Mbak Zaskia itu,” kata Ziyad kepada Detik.

Tanggapan Ziyad tergolong lunak ketimbang aturan aslinya. Iya, ternyata ada aturan resmi dari Kementerian Agama tentang tata cara menggunakan toa di masjid. Isinya tercantum dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushola. Yup, aturan ini udah berusia 43 tahun dan kita masih aja berseteru soal toa.

Instruksi tersebut menjelaskan, pada intinya menggunakan pengeras suara untuk kebutuhan keagamaan diperbolehkan, namun tidak boleh terlalu keras. Sayang, definisi “terlalu keras” ini tidak ditetapkan batasannya.

Menurut aturan ini, saat bulan Ramadan pengeras suara ke luar hanya boleh, sekali lagi: hanya boleh, digunakan untuk mengumandangkan takbir menjelang Idul Fitri.  Sementara pembacaan doa dan tadarus Al-Qur’an selama Ramadan diminta menggunakan pengeras suara ke dalam.

Lalu bagaimana dengan tradisi membangunkan sahur lewat pengeras suara masjid? Itu diatur pada bagian berjudul “Hal-hal yang harus dihindari”. Persisnya aturan itu menyebut salah satu hal yang harus dihindari adalah “menggunakan pengeras-suara untuk memanggil nama seseorang atau mengajak bangun [diluar panggilan adzan]”. Aneh ya mengetahui hal yang kita kira tradisi, ternyata sudah diimbau untuk tidak dilakukan sejak 43 tahun lalu.

Instruksi Dirjen Bimas Islam ini makin menarik dibaca karena ia juga menjelaskan keuntungan dan kerugian memakai pengeras suara. Misalnya disebut di sana, “Mereka yang menggunakan Pengeras Suara (muadzin, pembaca Qur’an, imam sholat dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak, tidak cemplang, sumbang atau terlalu kecil.”

Potensi friksi antarwarga karena toa masjid juga sudah diantisipasi aturan ini ketika mengatur hanya azan yang boleh diperdengarkan saat orang sedang tidur, istirahat, sedang beribadah, atau melakukan upacara. Sebab, memperdengarkan suara keras selain azan di waktu-waktu terlarang tersebut “tidak akan menimbulkan kecintaan orang, bahkan sebaliknya”.

Kendalanya, instruksi ini hanyalah pedoman tanpa sanksi bagi pelanggar. Yang pernah terjadi justru pemrotes pengeras suara yang dipidana. Itu terjadi pada Meiliana, warga Tanjungbalai, Sumatera Utara, yang pada 2016 pernah protes ke pengurus masjid di dekat rumahnya tentang suara toa masjid yang terlalu kencang.

Protes tersebut membuatnya divonis 1,5 tahun penjara oleh PN Medan atas tuduhan melanggar KUHP Pasal 156 tentang penodaan agama. Tak hanya itu, warga yang tak terima juga membuat kerusuhan dengan merusak rumah Meiliana, 2 vihara, 8 kelenteng, 1 tempat pengobatan, dan 2 kantor yayasan Tionghoa. Ketika peristiwa itu berlangsung, Kemenag hanya bisa membuat surat edaran agar khalayak mengingat aturan toa masjid produk 1978 tadi.

Berita baiknya, ada pemuda asal Magelang yang punya solusi menang-menang. Lelaki bernama Khairul Anam itu sempat viral karena membuka jasa membangunkan sahur bagi para jomblo. Lewat jasa ini, ia cukup membangunkan orang yang butuh dibangunin sahur aja.