Artikel ini mulanya tayang di The Sounding Off Issue , no. 350, musim dingin 2017.
“My sad ass?” ujar SZA lalu tertawa, saat diberi tahu bahwa album debutnya masih diputar terus menerus di kantor i-D. “Terima kasih lho, aku senang banget! Kadang pas dengerin album sendiri aku mikir, ‘Wah, sedih beneran ini mah,’” katanya, tersenyum.
Seharusnya tidak mengejutkan bahwa seorang musisi yang diakui atas lirik-liriknya yang rentan, ternyata tulus dan mawas diri. SZA baru merilis album debut beberapa bulan lalu dan sejak itu terus menerus tampil di hadapan publik, sehingga wajar saja kalau dia kelelahan saat diwawancara. Namun, dia tak pernah memberikan jawaban asal atau dibikin-bikin.
Duduk di jendela kamar hotelnya yang menghadap Shoreditch pada suatu malam musim panas, SZA bersantai, merokok dan tertawa terbahak-bahak dengan shabat sekaligus kolaborator Sage. SZA antusias berbicara dan mendengarkan. Dia kemudian mulai ngobrol soal monarki Inggris, Brexit, dan pembunuhan Jo Cox (“Skandal banget sih, itu! I’m shook!”) dengan semangat yang sama saat dia ngobrolin soal hidup dan musiknya.
Album debutnya, CTRL, terasa lengang, penuh perasaan, dan jujur. Dalam durasi 45 menit berisi R&B alternatif mewah, album ini membicarakan cinta, kehilangan, pengkhianatan, amarah, kecemasan, dan insekuritas. Pitchfork menyebutnya “album R&B yang secara konstan menguji batasan-batasan genre itu sendiri.” P Diddy ngetwit, “Elo semua harus beli album @sza yang baru!” Kendrick Lamar bahkan menulis, “Penampilan dan penceritaan yang cemerlang. Bangga banget sama perempuan ini.” Solange mengunggah video dia dan Kalela menari dan menyanyi diiringi lagu Love Galore. Apalah itu kalau bukan pujian besar?
Videos by VICE
Setelah penundaan yang disebabkan konflik internal dengan label rekamannya—setidaknya menurut twit-twit SZA tahun lalu— CTRL akhirnya rilis pada 8 Juni dan membuat semua orang terkesima. Lalu, saat CTRL: The Tour mulai pada 20 Agustus lalu, media sosial langsung dipenuhi emosi dan kekaguman penggemarnya, dari remaja muda sampai bangsawan rap @addictedtosza dan @champagnepapi.
T-shirt Astrid Andersen. Dungarees Napa oleh Martine Rose. Trainers Nike.
Empat tahun berlalu sejak kali pertama SZA bergabung dengan Top Dawg Entertainment, label rekaman berbasis LA yang mengontraknya, sekaligus tempat bernaung Kendrick. “Saat [TDE] mengontrak saya, mereka memberikan sebuah cek dan bertanya, ‘Gimana?’ aku bilang, ‘Ya, OK…’ saya punya cek itu di dalam dompet tapi aku enggak punya cukup uang di bank saat aku kembali ke New York.” Kini dia juga dikontrak label rekaman besar RCA, dan pinjaman studi sarjana dia tersisa US $2,000 saja; suatu hal yang tak pernah dia sangka. Tapi, meski kondisi keuangannya berubah drastis, Solána Rowe tetap serendah hati dulu saat diwawancara i-D. “Kalian mengubah hidupku,” ujarnya dengan mata berbinar saan membicarakan foto-foto Zach Wolfe, dengan latar sebuah taman di LA.
“Itu adalah pertama kalinya, dan sekali-kalinya, saya merasa cantik saat melakukan pemotretan fesyen. Majalah apapun yang memotret saya setelah itu selalu menggunakan pemotretan kalian sebagai acuan. Ketika aku beratnya 86 kg, berkulit gelap, dan seorang pendatang baru yang tidak dipedulikan siapa-siapa, orang-orang tidak berupaya untuk membuatmu tampil cantik.”
Momen-momen seperti ini menjelaskan kredo SZA. Melalui keterbukaan seperti inilah dia menjadi panutan bagi orang-orang yang belum paham betul tempat mereka di dunia. Meski sangat berbakat dan luar biasa cantik, SZA sangat menyadari perbedaan antara dirinya dan musisi terkenal lainnya. “Coba, ada berapa banyak perempuan kulit hitam yang sekel kayak aku, yang nyanyiin hal-hal yang aku nyanyiin, dikelilingi rapper, tapi juga datang dari area suburban?” katanya, saat ditanya apakah dia merasa seperti seorang “cetakan.” “Aku enggak bisa menghakimi seseorang karena menghakimiku!”
Kalau SZA adalah pemimpin baru bagi orang-orang yang tak mudah puas, maka single utama CTRL berjudul Drew Barrymore pastilah antem resmi mereka. Lagu ini dijuduli demikian karena obsesi SZA pada aktris yang menolak masuk “cetakan” Hollywood—“Dia tuh aneh, dia canggung, dan dia rentan”—lagu ini berkontemplasi soal citra tubuh dan kepercayaan diri dengan terus terang. ‘ I’m sorry I’m not more attractive / I’m sorry I’m not more ladylike / I’m sorry I don’t shave my legs at night,’ bunyi liriknya, yang mudah kita temukan pada kapsi-kapsi Instagram dan twit orang-orang.
Setelah secara terbuka mendukung lagu tersebut, Drew Barrymore menjadi cameo dalam video klipnya yang dirilis Juni lalu. “Aku menuliskannya sebuah surat panjang, aku sampaikan betapa pentingnya dia dalam hidupku dan bahwa aku suka sekali sama dia. Saat aku dengar dia mau main di video klip aku, aku kayak, ‘Wow, jangan-jangan dia mikir aku gila karena nulis surat kayak gitu.’ Eh ternyata dia enggak pernah mendapatkan suratku,” ujarnya tertawa. “Manajerku enggak pernah mengirimkannya.”
Film Drew kegemaran SZA adalah Never Been Kissed, “karena aku tuh persis karakter Josie Grossie. Siapapun yang sekolah bareng aku dulu bisa mengonfimasi hal ini.” Duduk berseberangan dengannya, saya kesulitan membayangkan dia seperti itu. Di titik mana Solána lulus menjadi SZA, dari girl next door New Jersey menjadi cewek keren ala New York? “Saat dewasa, aku lebih berkembang. Hal-hal yang membuatku canggung saat sekolah dulu, seperti suka terlalu antusias… Sekarang aku sadari, ‘Oh, aku sekarang seorang individu dengan kekhasannya sendiri dan aku enggak keberatan.’” Namun, saat kepercayaan dirinya telah tumbuh bukan berarti hidupnya jadi tanpa hambatan.
“Hidup dengan ADHD sangat sulit,” ujarnya, dengan suara yang sedikit lebih tipis. “Sedikit memalukan sebenarnya. Terutama ketika aku gugup, pikiran saya melaju dengan amat cepat. ADHD aku bisa mendahului bicaraku. Kalau aku berada di tempat umum dan orang-orang berjalan ke arahku, karena sebelumnya aku enggak terkenal, aku mungkin kehilangan sesuatu saat semua orang meninggalkanku. Aku mudah mengalami disorientasi. Tapi aku sudah mulai mahir mengakalinya.”
Hoodie Matthew Adams Dolan. Dungarees vintage Gucci from Procell Archive. Socks (worn throughout) stylist’s studio. Shoes Teva.
Terlepas dari kesuksesannya atas tiga mixtape see.sza.run, S dan Z, ( A belum dirilis, meski katanya, “Masih ada kok!”) terobosan terbesar SZA sebelum CTRL adalah versenya pada lagu Rihanna, Consideration, tahun 2016. Lagu itu, ditulis SZA dan dianggap banyak kalangan sebagai permata album Anti, sebetulnya diniatkan untuk albumnya sendiri.
“[Rihanna] meneleponku, mengajak ikut kamp menulis. Aku enggak membuat materi apapun buat dia selama tiga jam. Lalu Pharrel masuk dan nanya, ‘Jadi, elo lagi ngegarap apa?’ dan aku kayak, ‘Wah, aku bisa mainin musikku buat Pharrell.’ Terus aku memutuskan memainkan lagu sendiri dari albumku.” Dia menampilkan Consideration dan selanjutnya sudah bisa ditebak. “Dia bilang, ‘Heh, aku mau yang itu’, terus aku bilang, ‘Jangan yang itu deh, aku buatin yang lain aja ya?’ Tapi dia bilang, ‘Enggak ah, yang itu aja.’”
Apa akhirnya SZA merasa lagu Consideration memang lebih cocok untuk Anti? Setahun setengah kemudian, ternyata SZA masih berduka soal lagu yang hilang itu. “Aku rasa aku perlu lagu itu untuk albumku. Tapi, aku juga percaya yang terjadi memang sudah semestinya. Tapi aku suka berandai-andai… mungkin CTRL akan rampung setahun lebih dini kalau aku mempertahankan Consideration. Soalnya, itu adalah pusatnya. Aku merekam video klipnya segala.”
Dia mendebat gagasan bahwa hal tersebutlah yang membuatnya semakin terkenal. “Di beberapa lingkaran aku rasa orang-orang berpikir hal itu lebih bermanfaat buatku. Aku enggak merasa itu bermanfaat-bermanfaat amat. Jadi aku rasa, aku ada di tengah-tengah.”
T-shirt Raf Simons. Dungarees Supreme.
Kalau kamu kira bakat SZA dalam menulis lagu, di luar albumnya sendiri, hanya tercurahkan pada Consideration, dua kata ini berkata sebaliknya: Feeling Myself. “Bey sedang menggarap Lemonade, terus tiba-tiba aja aku dipanggil. Dia cuma pengin tahu aja, aku kayak gimana. Dia adalah orang pertama yang penasaran sama aku. Aku meninggalkan studionya, sebuah lagu, dan aku enggak dengar kabar apapun. Lalu tiba-tiba ada kabar, ‘Eh, ini kayaknya bakal masuk ke album Nicki Minaj,’ dan aku kayak, ‘Wah, gila banget.’ Dan ternyata itu benar-benar kejadian. Aku enggak pernah bertemu atau ngobrol sama Nicki seumur hidupku.”
Apakah dia menjaga silaturahmi dengan Beyoncé? “Aku enggak tahu siapapun yang ‘menjaga silaturahmi’ dengan Beyoncé. Yang ada mah, Beyoncé yang mengontak kita. Dia tiba-tiba nelepon saat dia mau aku berpartisipasi dalam suatu hal. Aku sih bersyukur banget dia udah kepikiran sama aku. Aku selalu bilang, ‘Ya mau lah!’ Tapi aku selalu nanya yang aneh-aneh, kayak, ‘Eh, pasti banyak sih yang nanyain ini ke kamu…’ terus dia bilang, ‘Enggak, soalnya orang-orang biasanya enggak sedeket ini sama aku.’”
Dipercaya Beyoncé, dielu-elukan Kendrick, dikagumi Drew, mendapatkan pujian kritikus, cantik, dan mengesankan; kesuksesan SZA tak sekadar kualitas-kualitas tersebut, tapi juga dalam hal menyadari sejauh mana dia sudah melangkah. “Empat tahun lalu, aku memang berharap banyak tapi aku enggak menjadi banyak hal. Aku merasa enggak punya kontrol atas hidupku, aku merasa, ‘Aku harap ini berhasil deh,’ tapi enggak benar-benar kekeuh sama hasilnya. Sekarang aku ngakuin aku takut, tapi ngotot.”
Jadi, apa selanjutnya? Saat saya mengungkit twitnya tahun lalu, di mana dia bilang CTRL bisa jadi album pertama dan terakhirnya, SZA tersenyum kecut. “Aku udah dikontrak untuk satu album lagi, jadi aku akan melakukannya. Aku akan fokus untuk menjadikannya album terbaikku.” Ya. Kita tidak meragukannya. SZA adalah seniman tulen yang bisa menaburkan glitter pada tai dan menjadikannya emas.