Begini Rasanya Sehari Jadi Yesus di Tanah Jawa

Pemeran Yesus dalam pentas Tablo drama penyaliban Yesus Kristus di Depok

Petugas keamanan meminta saya berbelok masuk pelataran masjid. Padahal tinggal sekian tarikan gas lagi, sepeda motor yang saya kenakan memasuki area parkir Gereja Katolik Santo Thomas, Kota Depok, Jawa Barat. Ternyata banyak orang yang seperti saya. Bangunan dua tempat ibadah ini bersebelahan. Takmir menyediakan lahan untuk parkir jemaat Katolik. Warga berbondong-bondong berjalan dari pelataran Masjid Agung Korps Brimob, menuju gereja.

Usai melewati sekian penjagaan polisi yang menggenggam senapan laras panjang, saya bertemu seorang prajurit Romawi tepat di pintu gereja. Dia melayani kekuasaan Raja Harodes, sang penguasa Galilea. Tanah Suci Palestina, khusus hari itu, dihadirkan lagi di Depok. Saya iseng mengajaknya ngobrol. “Mas, nanti saya boleh ngobrol sama pemeran Yesus?” tanya saya. “Boleh, nanti beres acara saya panggilkan Yesus,” balas sang prajurit Romawi.

Videos by VICE

Tak lama kemudian, terdengar suara tepuk tangan dan teriakan membahana. “Yesus… Yesus!” Beberapa jemaat yang belum masuk mengikuti Yesus berjalan ke dalam gereja. Yesus dengan pakaian serba putih dikawal prajurit Romawi, diiringi arak-arak penduduk Yahudi yang menganggapnya sudah menistakan agama, karena mengaku sebagai ‘Anak Allah’.

Setelah pengadilan resmi mendawak ajaran Yesus melanggar hukum, sang juru selamat harus melakoni sekian penyiksaan. Mulai dari rajam, ditambah jalan memanggul kayu salib berlumuran darah, sampai akhirnya disalibkan.

Bukit bebatuan di Golgota menjadi saksi peristiwa agung yang tragis itu. “Bapa, ke dalam tangan-Mu, kuserahkan nyawaku,” demikian kata-kata terakhir Yesus sebelum napas terakhirnya diembuskan, membuat beberapa jemaat menitikkan air mata. Melalui seluruh derita-Nya, Yesus menebus dosa seluruh umat manusia.

1555778017700-DSC06589

Rasa sakit yang dialami Yesus dari Depok itu seakan bisa dirasakan langsung para jemaat. Rupanya, dia memang kesakitan.

“Agak perih di mata kiri mas, kemasukan pewarna makanan buat darah,” kata Ivander Federico Mai Lalo pada saya selepas pentas. Pemuda 17 tahun ini dipercaya oleh paroki memerankan Yesus Kristus dalam gelaran Tablo 2019 Gereja Santo Thomas.

Lelaki lebih akrab disapa Ivan ini, sebetulnya tidak menyangka sama sekali akan memerankan Yesus pada perayaan Jumat Agung. “Teman saya [yang seharusnya memerankan Yesus-red] sering berhalangan hadir saat latihan. Tiba-tiba H-2, saya yang dipilih untuk menjadi peran Yesus,” ujarnya, masih dalam kondisi badan dan muka masih penuh darah buatan.

Selama latihan sampai akhirnya pentas, ejadian-kejadian di luar dugaan dialami ivan. Salah satu temannya yang memerankan prajurit Romawi serius menamparnya. Ivan merasakan pusing setelah adegan itu, dan menceritakannya pada saya penuh gelak tawa.

Penyaliban adalah momen yang kerap dijadikan pentas drama oleh umat Katolik di seluruh dunia. Wafatnya Yesus Kristus, Sang Juru Selamat Manusia, menjadi salah satu momen sakral peribadatan Jumat Agung. Pondasi iman Kristen bertumpu pada momen wafat, serta kebangkitan Yesus dalam Minggu Paskah.

Sebagai anggota muda-mudi gereja, Ivan cukup familiar dengan prosesi Tablo. Namun, ditunjuk jadi Yesus bukan pekerjaan mudah. Memang ada arahan sutradara dan panduan naskah, tapi itu saja tak cukup.

1555778136618-DSC06646


Banyaknya teks dialog yang harus dihafalkan dan diresapi, membuat Ivan sempat ragu memerankan Yesus. Ivan juga merasa kurang saleh untuk memerankan Juru Selamat. Dia akhirnya sering membaca Alkitab yang menggambarkan pengadilan sampai penyaliban, kemudian menonton berulang-ulang film The Passion of the Christ arahan Mel Gibson yang kesohor itu.

“Puji Tuhan [pentas] bisa berjalan dengan baik,” kata Ivan. “Saya sebagai umat manusia yang masih banyak dosa, diberi kepercayaan memerankan Tuhan kita sendiri itu suatu hal yang sangat membanggakan.”

Ivan juga merasa lebih dekat dengan Tuhan selama proses latihan menjelang Tablo. “Dua hari sebelum hari-H, saya latihan geladi resik, saya merasa Tuhan Yesus hadir di dekat saya. Terus waktu saya tidur, kayak ada sosok-Nya sedang menjaga saya,” ucap dari laki-laki yang masih duduk di bangku kelas XII SMA ini.

1555778210444-DSC06669

Ivan mengapresiasi saya, seorang muslim, yang bersedia datang menyaksikan seluruh pentas tersebut.

Apa lagi yang bisa dia refleksikan sebagai pemeran salah satu sosok paling terkenal dalam sejarah umat manusia? Menurut Ivan, semangat cinta kasih yang diajarkan sang juru selamat adalah nilai universal—akan selalu abadi.

Ajaran tersebut, menurut Ivan, melampaui sekat-sekat kehidupan, serta merobohkan intoleransi. Pengorbanan Yesus merupakan penebusan bagi seluruh umat manusia, termasuk buat mereka yang menganggapnya sudah menistakan agama.

“Kita harus menjadi manusia yang lebih baik dan toleran dengan manusia lain selama kita hidup.”