Beberapa detik setelah mengenakan kacamata Virtual Reality (VR) itu, kegelapan menyelimuti seluruh pandangan saya. Muncul guratan bayang-bayang semu biru, menyerupai manusia, sejauh mata memandang. Sosok-sosok ini bagaikan hantu yang terbuat dari pasir biru tipis, bergerak lembut perlahan.
Suara-suara memandu saya di dunia ini. Saya mampu mendengar desir dedaunan pohon-pohon yang diterpa angin hingga suara seorang pria melipat surat kabar persis di sebelah.
Videos by VICE
Muncul suara seorang pria—terasa kalem dan beraksen Inggris—menjelaskan semua yang terjadi di hadapan saya; memandu saya menjelajahi dunia baru tersebut.
Semua penglihatan itu tentu saja rekaan belaka. Inilah Notes on Blindness: Into Darkness, sebuah pengalaman realitas virtual yang hadir dalam perhelatan British Council, dan bisa dicoba langsung oleh pengunjung kawasan Kota Tua di Jakarta Utara.
Perkenalan pertama saya dengan teknologi VR rasanya ironis. Piranti canggih yang biasanya dirancang memberikan perspektif baru terhadap seni rupa—sekaligus pembaruan konsep hiburan bagi manusia—kali ini justru membuat saya kehilangan nyaris seluruh fungsi penglihaatan selama durasi 14 menit.
Di sisi lain, hilangnya penglihatan memang kejutan utama Notes on Blindness. Mata saya dipaksa hanya mampu melihat bayang-bayang, sisanya kegelapan total. Alhasil, saya segera menajamkan indera lainnya: pendengaran. Aspek suara ini yang sangat luar biasa dari Notes on Blindness. Terdapat sistem rekaman suara binaural yang melingkupi penggunanya dari seluruh sudut, sehingga mereka bakal merasakan simulasi penjelajahan dunia yang sepenuhnya baru.
Teknologi suara VR ini sudah memanfaatkan konsep 3D, sehingga benar-benar mendekati suara-suara yang biasa kita dengar di dunia nyata. Ingat deskripsi saya sebelumnya tentang suara desir dedaunan pohon? Saking presisinya, saya sampai bisa menebak itu jenis daun apa. Begitu pula dengan suara pria sedang melipat koran. Saya tidak akan keliru harus menegok ke kanan atau ke kiri.
Simulasi VR berdurasi pendek ini didasarkan pada rekamanan suara catatan harian John Hull, seorang akademisi dan penulis asal Inggris yang kehilangan kemampuan melihat pada usia 43. Hull menarasikan hidupnya sejak fungsi matanya pelan-pelan melemah, meredup; memandu kita, para pengguna VR, menjelajahi setiap jengkal dunia yang hanya diisi kegelapan dan suara ini.
Simulasi Notes on Blindness terbagi menjadi beberapa babak. Semua babak fokus pada setiap pengalaman hidup Hull. Pada salah satu babak yang diberi tajuk ‘On Panic’, muncul teks di layar kacamata VR yang meminta anda berjalan maju. Rasanya sungguh tidak nyaman menggerakkan kaki, selain karena ada alat VR menggantung di kepala saya, juga karena kita harus berkeliling di dunia yang tak bisa kita saksikan utuh.
Pada akhirnya, Notes on Blindness adalah mekanisme sangat efektif untuk membuat kita merasakan nyaris mendekati akurat, pengalaman hidup di dunia tanpa penglihatan. Merasakan apa yang dialami oleh Hull dan jutaan tuna netra lainnya.
Narasi Hull menambah elemen penceritaan yang menarik. Saat dia menggambarkan suara hujan yang rintik-rintik, itu merupakan momen terbaik sepanjang simulasi ini. Di kejauhan kalian bisa mendengar gemuruh halilintar, serta di jarak yang tak terlalu jauh, tetesan hujan jatuh di cangkir teh yang kosong.
Ini adalah pengalaman yang partisipatif. Mengajak kita memahami sepenuhnya, ketika kau kehilangan penglihatan, engkau tak kehilangan segalanya. Suara-suara akan menjadi mata kedua bagimu.
Notes on Blindness: Into Darkness dibuka untuk umum sepanjang pergelaran Digital Design Weekend di Kota Tua, Jakarta Utara, selama 19-20 November 2016.