Konon katanya, air putih sangat berkhasiat bagi kesehatan tubuh. Minum delapan gelas air putih per hari diyakini bakal membuat kulit lebih kenyal, menghilangkan racun dalam tubuh, menurunkan berat badan, sampai membuat pikiran lebih jernih. Tapi, kenyataannya sih, enggak gitu-gitu amat.
Pada dasarnya, air putih memang jauh lebih sehat daripada minuman herbal apalagi minuman berkabonasi yang cukup populer. Air tidak mengandung kalori dan pemanis buatan. Selain itu, air juga tidak akan menyebabkan obesitas atau diabetes.
Videos by VICE
Akan tetapi, tak selamanya air putih biasa bagus untuk tubuh kita. Di berbagai negara, banyak orang mulai giat membawa botol air minumnya sendiri, tapi dokter malah kebingungan dengan fenomena ini.
Selama ini, orang-orang percaya kalau dehidrasi ringan bisa melemahkan fungsi kognitif. Salah satu penelitian yang paling banyak dikutip menemukan bahwa kehilangan 1 sampai 2 persen cairan dari berat badan bisa mengurangi fokus dan kewaspadaan pada remaja.
Pada orang dewasa dengan berat badan 68 kg, 1 sampai 2 persen dari berat badan berarti kita kehilangan cairan sebesar 1,5 sampai 3 pon air. Rachel C. Vreeman, dosen ilmu kesehatan anak di Indiana University School of Medicine, masih menganggapnya dehidrasi ringan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, itu sudah termasuk kehilangan banyak cairan dan kebanyakan orang akan minum karena kehausan.
Menurut Vreeman dan beberapa dokter lainnya yang kami hubungi, orang biasa sebaiknya minum air kalau benar-benar sudah haus. Kita bisa tetap terhidrasi dengan minum secukupnya, dan tidak perlu minum air sampai lebih dari dua liter per hari.
“Tubuh akan bereaksi saat kamu mulai merasa haus,” kata Vreeman, yang telah meneliti soal hidrasi dan menulis buku yang memecahkan mitos minum delapan gelas per hari.
Tapi, ada yang perlu kita pertimbangkan. Siapa yang mendanai atau melakukan penelitian ini? Vreeman mengungkapkan bahwa kebanyakan studi yang mengangkat isu dehidrasi dilakukan oleh perusahaan air mineral botol. Mereka melakukan penelitian ini sebagai strategi pemasaran produknya. “Kebanyakan penelitian datang dari industri air mineral botol,” imbuhnya.
Meskipun banyak penelitian yang menemukan bahwa kekurangan cairan bisa mengurangi konsentrasi, ternyata hasilnya sangat beragam. Beberapa penelitian tidak dapat membuktikan kalau kekurangan cairan bisa mengurangi kemampuan kognitif. Sedangkan penelitian lain menemukan bahwa orang jauh lebih waspada dan fokus setelah minum, tetapi kinerja mereka sama saja dengan yang tidak habis minum.
“Hasil penelitiannya masih tidak jelas, sehingga kita tidak bisa langsung menyimpulkan saja,” menurut artikel yang terbit dalam jurnal Nutrients pada 2011.
Itu berarti belum ada definisi hidrasi yang tepat. Berapa banyak kita harus minum air putih setiap hari? Apa delapan gelas per hari sudah cukup? Atau haruskah menyesuaikan beberapa ons per hari sesuai dengan berat badan bagi orang aktif? Atau setengah ons bagi orang pasif?
Padahal, menurut Vreeman, tidak ada penelitian yang bisa membuktikan ini. Siapa yang memulainya pun masih belum diketahui.
Dalam Don’t Swallow Your Gum!, buku tentang mitos-mitos kesehatan yang ditulis oleh Vreeman bersama rekannya di Indiana University, Aaron E. Carroll, kedua penulisnya menyimpulkan mitos tersebut lahir dari anjuran dari National Research Council pada 1945 yang dinukil dengan tidak lengkap.
Tonton dokumenter Motherboard yang mendatangi gereja menawarkan ‘teknologi’ agar manusia bisa terus abadi:
Lembaga tersebut, “menyatakan orang dewasa harus harus mengonsumsi 2.5 liter air dalam sehari dan sebagian besar dari air tersebut terdapat dalam makanan,” demikian tertulis dalam buku itu. “Kalau kamu mengabaikan bagian akhir dari penyataannya itu, kamu akan mengintepretasikannya sebagai anjuran untuk meminum delapan gelas air putih sehari.”
Pada 2004, Institute for Medicine malah mengusulkan batas minimal asupan air menjadi 2,7 liter air, baik dari makanan dan minuman, bagi perempuan dan 3,7 liter bagi laki-laki. Lucunya, mereka menyimpulkan bahwa jumlah air yang pas belum diketahui. Mau tahu apa kesimpulan penilitian ini? Ini dia: “mayoritas orang yang sehat bisa memenuhi kebutuhan cairan tiap harinya dengan membiarkan rasa haus memandu mereka.”
Masalahnya, bagi Vreeman, orang sudah terlalu terbiasa memenuhi patokan asupan cairan arbitrer di atas sampai mereka tak lagi bisa lagi mengadalkan rasa haus semata. Tambahan lagi, kita makin kehilangan kepekaan untuk mendeteksi kapan kita perlu meminum sesuatu. Sebenarnya, kita bisa mendapatkan insting alami ini kembali. Namun, untuk bisa melakukannya, kita harus benar-benar memperhatikan sinyal yang dikirim tubuh kita alih-alih minum air sebanyak 2,5 liter sehari.
Histeria hidrasi ini pada akhirnya bisa melahirkan mitos-mitos turunan seperti: hanya air putih yang bisa mencukupi kebutuhan carian kita atau bahwa jika air kencingmu berwarna lebih gelap dari kuning pucat, tandanya ada yang salah dengan tubuh. Mitos lainnya adalah kalau kamu haus, itu otomatis berarti kamu sudah mengalami dehidrasi.
Mitos yang terakhir baru benar bila kita mendefinisikan “dehidrasi” sebagai keadaan di mana kandungan air dalam tubuhmu menurun dari sebelumnya, ujar Stanley Goldfarb, dokter spesialis ginjal di University of Pennsylvania yang banyak bicara tentang fobia kita terhadap dehidrasi. Padahal, justru itulah fungsi utama rasa haus—mengirimkan sinyal bahwa tingkat kandungan cairan dalam tubuhmu berada di bawah batas standar biasanya dan kamu butuh minum. Haus tak serta merta berarti tubuhmu akan melemah atau tak bisa mengerjakan soal matematika karena kamu kekurangan cairan.
Kopi, teh, jus, soda dan susu juga bisa jadi mencukupi kebutuhan cairanmu, kata Goldfarb. Minuman-minuman tersebut mungkin mengandung kandungan lain yang ingin kamu hindari, seperti kafein dan kalori kosong. Namun, terlepas dari itu, semua minuman itu bakal memasok air bagi tubuhmu, sama seperti air putih yang kamu ambil dari dispenser.
Dan meski warna air kencing yang gelap mungkin salah satu indikasi masalah kesehatan berat seperti gangguan hati, intepretasi gelap urin bisa berbeda-beda dari satu ke orang lainnya. Air kencing yang berwarna kuning muda hingga kuning bisa saja tak berarti apa-apa jika pemilik sehat walafiat. Jangankan kuning tua, air seni yang warnanya sebelas dua belas dengan jus apel pun bisa jadi tak mengindikasikan masalah kesehatan apapun.
Bagi orang yang ginjalnya masih berfungsi sempurna, kencing adalah metode alami untuk membuang racun dari dalam tubuh, jelas Vreeman dan Goldfarb. Dan patut dicatat: tambahan cairan dalam tubuh tak berarti bisa meluruhkan racun-racun yang tersisa dalam tubuh serta otomatis menjadikan tubuhmu lebih bersih.
Mengenai kecukupan cakupan air untuk menjaga kelembaban kulit, sebenarnya mengonsumsi banyak air tak begitu berpengaruh. “Jumlah air yang dialirkan ke kulit itu sama saja seperti proporsi seseorang yang berdiri di sebelah Menara Eiffel,” kata Goldfarb. Vreeman malah lebih menganjurkan penggunaan pelembab daripada susah payah melembabkan kulit dengan menambahkan cairan ke dalam tubuh kita.
Lain kasusnya dengan konsumsi air untuk menurunkan berat badan, khusus yang satu ini, kita punya bukti yang lebih mudah dipahami, jelas Vreeman. Dalam sebuah penelitian, responden yang meminum satu pint air 30 menit sebelum makan, tak hanya akan melahap lebih sedikit makanan. Berat badan mereka juga mengalami penurunan. Ternyata, begitu air yang mereka konsumsi sudah keluar dari tubuh, rasa lapar tak kunjung datang dan para responden masih emoh menyantap makanan kecil tambahan. Sayangnya, kesimpulan penelitian ini tak mutlak dan beberapa penelitian lain tak sampai pada kesimpulan senada.
Ini tak berarti bahwa tubuh kita tak perlu asupan air dalam jumlah banyak. Tambahan cairan jelas dibutuhkan asalkan tidak terlalu lebay. Di samping itu, beberapa orang yang mengidap kondisi kesehatan tertentu bisa saja mengonsumsi lebih banyak—atau lebih sedikit—dari orang lain, tegas Vreeman,
Yang jelas, jika kondisi tubuhmu bugar, kamu tak perlu repot dengan masalah hitung-hitungan kebutuhan asupan air seperti 2,7 liter sehari untuk perempuan dan 3,7 liter sehari untuk pria. Berseberangan dengan anjuran yang sering kamu dengar tentang asupan air, kita tak akan segera berjalan sempoyongan karena asupan cairan kita kurang dari patokan di atas. Lagipula, sedikit rasa haus tak menandakan tubuh kita dalam bahaya.
“Kalau kamu lihat berbagai penelitian tentang kebutuhan cairan, kamu akan sadar bahwa orang-orang yang berjalan di sekitarmu tak dehidrasi meski tak memenuhi patokan di atas,” kata Vreeman.
Jadi sebelum kamu tenggak air dari air mineral botolan yang baru saja kamu beli, coba tanya pada dirimu sendiri kalau kamu benar-benar sedang haus.
Kalau jawabannya tidak, tak usahlah memaksa diri menenggak air sebanyak-banyaknya.
Artikel ini pertama kali tayang di Tonic