Bisa Jadi Siti Aisyah Bukan Pembunuh Abangnya Kim Jong Un

Racun yang diusapkan ke wajah Kim Jong Nam begitu mematikan. Terpapar setetes saja, orang bisa tewas. Tapi kenapa kedua terdakwa, termasuk Siti Aisyah, masih hidup? Padahal racun itu juga ditemukan di kaos yang mereka kenakan.

Pembahasan seputar gas saraf VX
mendominasi beberapa sesi awal pengadilan—yang dimulai pekan ini di sebuah gedung pengadilan di pinggir Kuala Lumpur, Malaysia. Petugas pengadilan telah mengenakan masker wajah dan sarung tangan bedah untuk meneliti sampel darah dan seka wajah yang diambil dari mayat Jong Nam. Mereka membuka tas berisikan pakaiannya dan melaporkan bahwa pada pakaian, Siti Aisyah, terdakwa asal Indonesia, juga mengandung zat racun saraf VX.

Pihak penuntut berpendapat bahwa kedua perempuan membunuh Kim sesuai perintah mata-mata Korea Utara. Mereka menyergah sang playboy bertubuh gemuk tersebut dan mengusap kain mengandung gas saraf VX yang mematikan di wajahnya. Menurut si penuntut, kedua perempuan tersebut bahkan sempat berlatih melakukan aksinya di sebuah mal di Kuala Lumpur.

Videos by VICE

Namun tim pembela menggulirkan wacana baru dalam persidangan: bisa jadi ada skenario lain dalam pembunuhan Jong Nam. Jika racun saraf VX begitu mematikan, mengapa kedua perempuan yang jadi terdakwa tak ikut mati bersama Jong Nam. Tim pembela membuka kemungkinan bahwa Jong Nam telah diracun terlebih dulu sebelum kedua terdakwa memaparkan ‘racun’ pada Jong Nam. Kedua terdakwa disiapkan sebagai dalih agar pembunuh sebenarnya lolos dari jerat hukum.

Kedua perempuan tersebut mengaku mereka membunuh Kim karena ditipu sekelompok mata-mata Korea Utara yang meyakinkan mereka bahwa semua hanyalah bagian dari sebuah acara video prank.

Kasus pembunuhan Kim di bandar udara internasional Kuala Lumpur menimbulkan ketegangan diplomatik antara Korea Utara dan Malaysia, salah satu sahabat Korut yang tersisa di dunia. Kasus ini lantas menarik perhatian dunia. Pembunuhan tersebut terekam di kamera, bersama dengan imej ikonik Doan Thi Huong meninggalkan lokasi kriminal mengenakan kaos bertuliskan “LOL.” Thi Huong kini jadi terdakwa bersama Siti Aisyah.


Tonton juga apa kata keluarga Siti Aisyah di video berikut ini:


Aparat Malaysia mengatakan Jong Nam meninggal kurang dari setengah jam setelah terkena gas saraf beracun. Dia terlihat “menundukkan kepala, menutup mata, wajahnya merah dan dia berkeringat tanpa henti,” sesaat sebelum meninggal menurut testimoni dari dokter yang menanganinya di bandara.

“Dia mengalami kejang-kejang otak,” jelas Nik Mohd Azrul Ariff Raja Azlan ke pengadilan Senin lalu. “Matanya berputar ke atas dan air liurnya jatuh keluar mulut. Dia tidak bereaksi terhadap panggilan kami.”

Lalu bagaimana bisa Siti dan Huong bisa selamat dari zat mematikan semacam itu?

Pengacara pembela perempuan tersebut meminta ahli medis menjelaskan pada hari Kamis kenapa mereka berdua tidak menunjukkan gejala yang sama biarpun terlihat di kamera pengawas mengusap zat mematikan itu ke wajah Jong Nam.

Apakah gas saraf sesuatu yang bisa dibersihkan tanpa terkena dampak mematikan zat itu sendiri? tanya tim pembela ke Raja Subramaniam, kepala laboratorium Pusat Analisis Senjata Kimia di Departemen Kimia Malaysia.

“Anda harus mencuci diri dengan air dan menggosok bagian tersebut selama beberapa waktu sebelum mendapat bantuan medis,” jelas Subramaniam.

Masih banyak pertanyaan penting yang menghantui pengadilan ini. Bagaimana bisa seorang perempuan seperti Siti, sorang janda dari desa kecil di Banten bisa terlibat dalam sebuah skema pembunuhan internasional? Apa yang terjadi dengan dua orang lainnya yang ditangkap polisi—seorang warga Korea Utara dan seorang tersangka Malaysia? Dan apabila ini memang sebuah kasus pembunuhan, kenapa juga Kim Jong Un menginginkan kematian saudara tirinya yang sudah diasingkan ke Macau selama lebih dari satu dekade?

Pengadilan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama paling tidak dua bulan dan kedua sisi akan memanggil puluhan saksi mata dan ahli untuk bersaksi. Apabila terbukti bersalah, kedua perempuan akan menghadapi hukuman mati. Sebagai usaha untuk menunjukkan pemahaman mereka akan sensitivitas pengadilan ini, pihak penuntut berjanji akan melakukan segala sesuatunya dengan hati-hati dan sesuai aturan. Mereka diperkirakan akan memanggil paling tidak 30 orang untuk bersaksi.

“Bagi saya, ini adalah kasus pembunuhan—mendasarkannya dari bukti-bukti yang ada,” jelas penuntut Muhamad Iskandar Ahmad ke AFP. “Kami sadar bahwa dunia sedang menyaksikan, tapi kami tidak bisa lari dari fakta dan bukti-bukti.”

asdfasdfsadfads