Bisakah Indomie Mengubah Pandangan Kaum Antivaksin Negara Kita Seperti di Nigeria?

Mie goreng di Bali

Indomie memang kagak ada matinya. Kemarin perdebatan mana yang paling enak antara Indomie atau Mie Sedap menjadi viral di Twitter dan sempat bikin perang tagar pilpres 2019 tenggelam. Agustus lalu pemerintah Australia ketahuan memanjakan para napi dengan stok Indomie senilai Rp5,3 miliar per tahun. Belum lagi soal perdebatan apakah makan Indomie rutin bisa memicu kanker atau enggak. Intinya sih selama ini kayaknya belum ada orang Indonesia yang sama sekali belum pernah nyicipin Indomie.

Nah, baru-baru ini pemerintah Nigeria punya cara manjur buat mengajak warganya agar mau divaksinasi polio. Maklum, selama ini warga Nigeria paling ogah divaksin karena ada desas-desus vaksin polio mempengaruhi kesuburan. Sampai akhirnya pada 2003, warga negara Nigeria melakukan boikot massal terhadap vaksin.

Videos by VICE

Pemerintah Negara Bagian Sokoto akhirnya mengiming-imingi warganya yang mau ikutan divaksin dengan beberapa bungkus Indomie. Dan strategi tersebut sukses besar. Iyalah, siapa yang bisa menolak the power of Indomie goreng panas-panas tambah telor mata sapi dan kornet di malam hari sehabis hujan?

Dilansir The Nigerian Tribune, program vaksin polio berhadiah Indomie tersebut berhasil menggaet 58.813 anak usia lima hingga delapan tahun, atau melebih target dari yang diperkirakan. Program tersebut dilaksanakan oleh UNICEF dan pemegang lisensi Indomie Dufil Prima Foods serta pemerintah setempat.

“Kami bahkan melebihi target harian karena jumlah anak yang datang untuk diimunisasi sejak awal sudah begitu banyak,” ujar petugas imunisasi Alliyu Abubakar dikutip kompas.com.

Sayangnya jurus bagi-bagi bingkisan indomie belum pernah dicoba di Indonesia. Selain itu,

kubu pro-vaksin dan antivaksin belum kunjung berdamai. Perpcahan malah semakin lebar. Tim antivaksin di Indonesia masih kekeuh bahwa vaksin rubella mengandung binatang haram yang dilarang dalam ajaran Islam seperti babi. Tak cuma alasan relijius yang membuat orang menjadi antivaksin. Beberapa alasan kesehatan seperti vaksin justru adalah racun dan punya efek samping juga menggemukkan.

Terlepas dari pro dan kontra tersebut, ketiadaan vaksin khususnya untuk penyakit difteri terbukti fatal. Wabah difteri sempat dilaporkan menjangkiti warga di 20 provinsi pada akhir tahun lalu. Kementerian Kesehatan mencatat hingga Januari 2017 ada 590 kasus yang dilaporkan. Padahal difteri dapat dicegah dengan pemberian vaksin semasa balita.

Tingginya angka kematian akibat difteri tetap saja tak membuat angka antivaksin menurun. Salah seorang dedengkot antivaksin Dewi Hestyawati dikutip ABC mengatakan bahwa penyakit seperti difteri dan polio bisa dicegah dengan pola makan yang benar dan terapi kesehatan tradisional seperti bekam.

“Rasul menunjukkan kepada kita bahwa imunisasi seharusnya berasal dari konsumsi makanan sehat harian yang rutin: madu, herbal, minyal zaitun, kurma dan susu kambing. Jila kita tidak mengikuti itu, kita bisa mudah terserang penyakit,” kata Dewi.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, tingkat partisipasi masyarakat untuk mengikuti program imunisasi juga terus menurun tiap tahun. Pada 2012, partisipasi dalam vaksinasi mencapai 93,3 persen, dan turun menjadi 89,9 persen pada 2013. Kemudian, turun lagi menjadi 86,9 persen di tahun 2014 dan 86,5 persen di tahun 2015.

Apakah turunnya partisipasi tersebut ada hubungannya dengan gerakan antivaksin di Indonesia? Entahlah. Tapi seharusnya pemerintah Indonesia bisa lebih kreatif untuk mengajak warganya aktif mengikuti vaksinasi, kalau Indomie dirasa kurang mahal untuk dijadikan hadiah, mungkin pemerintah bisa coba bagi-bagi Kinderjoy gratis. Siapa tahu toh. Ortunya sih mungkin ngotot, anaknya aja yang kita bujuk.