FYI.

This story is over 5 years old.

jam dan peran ilmu

Jam Nuklir Akan Segera Menyingkirkan Jam Atom Sebagai Patokan Waktu Bumi Paling Akurat

Saat ini patokan jam seluruh dunia adalah jam atom. Namun, ternyata teknik baru yang memanfaatkan nukleus sebuah atom bisa melahirkan jam yang lebih akurat.

“Eh sekarang jam berapa ya?”

Pertanyaan ini sudah jarang kita belakangan. Pasalnya, makin murahnya harga ponsel pintar memungkunkan kita mengantongi alat penunjuk waktu paling canggih ke mana pun kita pergi. Jam dalam ponsel pintar kita dibuat berdasarkan sinyal dari luar angkasa, yang dikirimkan dari 24 satelit GPS yang terus menjaga ketepatan waktu di bumi, dengan memanfaatkan empat jam atom onboard. Jam-jam ini mengukur waktu berdasarkan frekuensi yang dilalui elektron setiap peningkatan level energi dalam sebuah atom.

Iklan

Sejak pertama kali dibuat pada pertengahan abad ke-20, enam jam atom tersebut selalu jadi patokan penentuan waktu di Bumi. Bahkan, Jam terakurat di dunia, yang dikelola oleh National Institute of Standards and Technology di Colorado adalah sebuah jam atom ytterbium. Namun, tak lama lagi, jam tersebut bakal punya saingan yang jauh lebih akurat karena para peneliti di seluruh dunia kini tengah membangun model jam terbaru yang tak dirancang berdasarkan elektron, melainkan nukleus.

Karena proton dan neutron berjejalan dalam sebuah nukleus dan tak gampang terpengaruh oleh apapun dari luar nukleus, para peneliti berpendapat bahwa nukleus bisa menjadi dasar dari sebuah jam super akurat di masa depan. Dalam sebuah makalah baru yang terbit di Nature, peneliti di Jerman menjabarkan sebuah eksperimen yang menggambarkan untuk pertama kali seperti apa bentuk jam paling akurat itu—sebuah capaian penting dalam upaya mewujudkan jam nuklir.

Pada 1955, fisikawan Inggris Louis Essen dan Jack Parry membuat jam atom akurat pertama kali di National Physical Laboratory, Inggris. Jam tersebut bekerja dengan dengan memaparkan atom cesium-133 yang berada dalam kaadaan vakum terhadap energi gelombang mikro dan mengukur sebaik apa atom menyerap radiasi gelombang mikro.

Elektron mengorbit nukleus sebuah atom dalam level energi tertentu yang besarnya stabil yang tergantung pada muatan listrik nukleus. Orbit elektron bisa berubah bila kita menambahkan energi ke dalam sistem tersebut, yang akan mendorong elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi dan mengeluarkan gelombang eletromagnetik selama transisi tersebut. Tiap jenis atom mampu menyerap energi di panjang gelombang yang berbeda,

Iklan

Louis Essen dan Jack Parry berdiri di sebelah jam atom cesium-133 pertama di dunia yang dibuat pada 1955 diUK. Image: Wikimedia Commons

Dalam kasus cesium-133, panjang gelombangnya mencapai 3.2 cm, artinya gelombang tersebut berosilasi pada frekuensi 9.192.631,770 putaran per detik. Ketika atom cesium-133 dialiri gelombang mikro pada frekuensi tersebut, elektron paling luar sebuah atom akan mengalami transisi antara level energi. Nah, transisi yang terjadi dalam sekejap inilah yang dijadikan patokan untuk menentukan durasi satu detik pada 1967. (Cara lain memahami prinsip kerja jam ini adalah dengan membayangkan bahwa atom cesium sebagai sebuah jam dan elektron sebagai pendulumnya. Dalam analogi ini, yang menggerakkan pendulum adalah aliran gelombang mikro dan tiap 9.192.631.770 ayunan dianggap sebagai satu gerakan jarum penunjuk detik.)

Metode penentuan waktu dengan menggunakan jam atomik memang sudah beberapa kali dipertajam selama lima puluh tahun terakhir. Kini, jam terakurat di muka bumi hanya memiliki deviasi sebanyak satu detik setiap 200 juta tahun. Kendati demikian, prinsip dasar jam tersebut masih sama dengan prinsip jam cesium-133.

Walaupun begitu, para peneliti masih jauh dari puas. Mereka penasaran apakah jam yang jauh lebih akurat bisa dibuat dengan mengukur frekuensi transisi sebuah nukleus, alih-alih elektronnya. Salah satu kelebihan mendasarkan perhitungan panjang satu detik pada nukleus adalah transisi energi terjadi pada frekuensi yang jauh lebih tinggi. Hal ini memungkinkan pengukuran waktu yang lebih tepat.

Iklan

Sebaliknya, cara pengukuan ini kendala yang tak bisa dianggap enteng: kebutuhan akan energi akan lebih tinggi daripada transisi elektron karena proton dalam neutron dalam nukleus lebih padat. Jika elektron dalam cesium-133 dapat melesat ke level energi yang lebih tinggi pada freakuensi sekitar 9,1 gigahertz (termasuk di bagian rendah jangkauan gelombang mikro dalam spektrum elektromagnetik), eksitasi nuklues sebuah atom membutuhkan energi di range X-ray dari 30 petahertz hingga 30 exahertz (baca: 30 quadrillion hingga 30 quintillion putaran per detik). Nah, kebutuhan energi yang sangat tinggi inilah yang sempat membuat para ilmuwan yakin bahwa jam atom nuklir susah direalisasikan.

NIST-F1, salah satu jam atom paling akurat di dunia . Image: NIST

Namun, menurut sebuah makalah yang dipublikasikan Nature hari ini, sebuah tim periset di Physikalisch-Technische Bundesanstalt (PTB), Jerman menemukan sebuah celah dari permasalah pelik ini. Merujuk pada makalah tersebut, kita seharusnya bisa mengeksitasi nukleus dari thorium-229 dengan memanfaatkan sinar ultraviolet dan laser yang digunakan pada jam atom berbasis laser yang masih digunakan saat ini. Lebih dari itu, tim PTB telah melakukan pengukuran yang akan membuka jalan bagi jam atom yang berbasis transisi energi nukleus thorium-229.

Kendati sepuluh tim berbeda di seluruh penjuru bumi masih mengeksplor kemungkinan pembuatan jam atom thorium-229, progress penelitian mereka masih sangat lelet. Perkaranya adalah karena level energi yang digunakan dalam eksitasi thorium-229 masih belum diketahui secara pasti. Agar kita bisa menciptakan sebuah jam nuklir super akurat, para fisikawan harus menyetelnya pada frekuensi ultraviolet yang benar. Seperti yang dikatakan oleh fisikawan PTB Ekkehard Peik dalam pernyataannya, menemukan frekuensi yang tepat setara dengan “mencari jarum di tumpukan jerami.”

Namun, meski Peik dan keloganya belum kunjung bisa menyetel frekuensi ultraviolet yang bisa mengubah nuklues thorium-229 dari kondisi normal menuju kondisi pasca tereksitasi, yang kelak dibutuhkan dalam perancangan jam nuklir di masa depan, makalah terbaru mereka setidaknya bisa menggambarkan seperti apa kondisi nuklues yang sudah tereksitasi.

Gambaran ini bisa dijabakan setelah Peik dan timnya berhasil mendapatkan beberapa nuklues thorium-229 yang sudah tereksitasi yang merupakan hasil dari proses peluruhan alfa pada uranium-233. Ion-ion tersebut ditangkap dan disimpan dalam perangkap ion, di mana para ilmuwan bisa mengukur frekuensi transisi dari elektron ion Thorium dengan presisi. Karena energi elektron terpengaruh langsung oleh nukleus sebuah atom, temuan ini memberikan gambaran pada Peik dan teman-temannya akan seperti apa perangai sebuah atom thorium-229 selama transisi yang dipicu oleh sinar ultraviolet.

Jadi intinya, walau kita belum bisa menemukan jarum—maksudnya frekuensi sinar ultraviolet yang tepat—di tengah tumpukan jerami, setidaknya untuk saat ini, kita sudah punya modal berharga: bentuk jarumnya sudah dikenali.

Harapannya, pencarian jarum ini akan berjalan lebih lancar mulai sekarang.