Pelanggaran HAM Berat

Tentara Korsel Lakukan Pembunuhan Massal 50 Tahun Lalu, Diwajibkan Ganti Rugi Korban

Pasukan Korea Selatan terbukti lakukan pembantaian massal di kawasan Vietnam. Pelanggaran HAM berat masa lalu dijatuhi hukuman? Beda ya sama praktik di beberapa negara lain.
Junhyup Kwon
Seoul, KR
Koh Ewe
oleh Koh Ewe
SG
Korban Perang Vietnam menangkan guga Korsel atas Tragedi Pembunuhan Massal pada 1968
Nguyen Thi Thanh (Kanan) menggugat pemerintah Korea Selatan atas kejahatan perang yang dilakukan negaranya di Vietnam lima dekade silam. Foto disediakan Vietnam War Civil Network.

Untuk pertama kalinya, Korea Selatan mengakui perannya dalam kejahatan perang di Vietnam setengah abad silam. Pengadilan Korsel mewajibkan pemerintah membayar kompensasi sebesar 30 juta won (setara Rp360 juta) kepada korban selamat dari aksi pembantaian pasukan militer Korsel pada 1968.

Nguyen Thi Thanh baru berusia delapan tahun saat desanya, Phong Nhi, di Vietnam Tengah, diserbu pasukan marinir Korsel. Serangan itu menewaskan lebih dari 70 jiwa, yang lima di antaranya adalah saudara Thanh. Ia juga kena tembak di perutnya namun dapat bertahan hidup. Pada 7 Februari 2023, Thanh akhirnya mendapat keadilan yang selama 55 tahun ia cari.

Iklan

Perempuan yang saat ini berusia 62 menyeret pemerintah Korsel ke meja hijau pada April 2020, sebagai upaya mendengar permintaan maaf atas tragedi yang menimpanya dulu. Ia juga mengajukan gugatan ganti rugi 30 juta won, sesuai ketentuan tertulis dari pengadilan.

Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengakui tentara negaranya secara meyakinkan telah melakukan tindakan ilegal di masa lalu. Dalam sidang tersebut, pengadilan menolak klaim kuasa hukum yang ditunjuk pemerintah bahwa kasusnya sudah kedaluwarsa.

“Jiwa para korban sekarang dapat beristirahat dengan tenang,” tutur Thanh dengan penuh haru, terlihat dalam video yang disebarkan oleh pengacaranya.

Putusan ini dikeluarkan setelah hakim mempertimbangkan kesaksian Thanh dan pamannya, Nguyen Duc Choi, yang menggetarkan hati sekitar Agustus lalu.

“Hari itu sangat menyakitkan untukku,” katanya berlinang air mata, kala itu. “Saya tak bisa berhenti menyalahkan diri. Kenapa saya tidak mati bersama ibu?”

Warga Vietnam yang menjadi korban perang telah bertahun-tahun menuntut keadilan baik kepada negaranya maupun pemerintah Korsel. Namun, suara mereka kerap dibungkam demi memajukan kerja sama ekonomi antara kedua negara. 

Empat tahun lalu, Presiden Korea Moon Jae-in mengaku menyesali sejarah kelam yang mereka miliki puluhan tahun silam. Namun, permintaan maaf itu tidak membahas apa pun tentang pembantaian warga Vietnam. Kementerian Pertahanan Nasional Korsel bahkan menepis tudingan tentaranya terlibat dalam pembunuhan massal. 

Iklan

Meski begitu, Lim Jae-sung selaku pengacara Thanh menyebut dirinya siap melakukan segalanya untuk membuktikan Korsel bersalah. “Kami sudah punya kesaksian korban dan pelaku. Juga ada bukti foto dan berkas-berkas lainnya dari militer AS,” ujarnya dalam wawancara VICE World News tahun lalu. “Bahkan dokumen resmi pemerintah Vietnam telah menunjukkan kasusnya tidak biasa.”

Seoul mengerahkan sekitar 320.000 armada untuk bergabung dengan Amerika Serikat melawan tentara komunis Vietnam Utara sepanjang 1964-1973. Selama perang, tercatat bahwa pasukan Korsel membantai warga sipil dengan sadis. AS kemudian membuka penyelidikan terkait dugaan kejahatan perang yang dilakukan Korsel. Dari hasil investigasi, diperoleh keterangan saksi mata dan bukti foto di lokasi kejadian.

Namun, penyelidikan dihentikan setelah militer Korsel membantah tuduhan itu. Bukti-buktinya lalu dijadikan penguat dalam kasus Thanh.

Pegiat HAM di Negeri Ginseng merayakan kemenangan Thanh, yang dianggap langkah awal bagi para korban perang lainnya. “Kami harap gugatan Thanh akan membuka mata masyarakat Korea Selatan dan menjadi bahan renungan [tentang beragam masalah lain yang terkait dengan perang di Vietnam],” demikian bunyi pernyataan yang dikeluarkan bersama oleh sejumlah kelompok sipil di Korea Selatan pada Rabu.

Veteran marinir Korsel Ryu Jin-seong menjadi saksi kunci tragedi tersebut. Dalam sidang tahun 2021, dia mengaku regunya menyerbu desa Thanh setelah menerima serangan dari sana.

“Saya tersadar perjuangan kami sia-sia setelah merenungkan apakah tindakan kami benar-benar untuk memperjuangkan perdamaian dan kebebasan di Vietnam,” tuturnya dalam wawancara 11 Januari lalu.

“Ini soal hati nurani. Cara pemerintah menangani peristiwa ini akan menentukan ke mana arah negara kita selanjutnya.”

Follow Junhyup Kwon di Twitter.

Follow Koh Ewe di Twitter dan Instagram.