Iran

‘Napasku Sesak’: Ratusan Siswi Iran Diduga Sengaja Diracuni

Sekitar 700 murid madrasah putri yang tersebar di seluruh Iran mengalami kejadian janggal. Mereka menghirup bahan kimia hingga sesak napas, entah dari mana asalnya.
Ratusan Siswi di Iran Diracuni Zat Kimia

Suatu pagi di bulan Februari, Ana* sedang tekun belajar ketika tiba-tiba tercium bau kimia yang menyengat di ruang kelas. Kedua matanya perih, serta napas terasa begitu sesak.

Suasana seketika gaduh. Teman sekelas Ana panik karena sulit bernapas. “Guru berusaha menenangkan kami [...] Enggak pernah saya mengalami yang kayak begitu sebelumnya. Badan saya terasa berat, dan kepala pusing. Perut juga mual. Mau napas saja susah,” kenang remaja 16 tahun itu.

Iklan

Pada saat kejadian, Ana belum menyadari peristiwa serupa juga dialami ratusan siswi sekolah menengah yang ada di seantero Iran. Para pelajar di lebih dari 30 sekolah mengalami sesak napas akibat menghirup aroma aneh. Tak satu pun orang tahu dari mana gas beracun itu berasal. Tapi satu yang pasti, peristiwa itu menyebabkan efek samping yang parah.

Ana menjalani masa pemulihan di rumah selama lebih dari dua minggu. Ia mengaku pencernaannya masih bermasalah, dan kakinya lemas saat mencoba berjalan. Tak sedikit teman satu sekolahnya yang trauma dengan pengalaman itu.

Insiden pertama dilaporkan terjadi November lalu di sebuah madrasah putri di kota Qom, Teheran barat daya. Namun, pihak berwenang tidak menggubrisnya saat itu. Kasusnya baru diselidiki setelah banyaknya laporan yang masuk.

“Saya tidak sanggup berdiri, makanya sandaran di bahu teman yang duduk di sebelah saya,” tutur Ana. “Saya dengar ada yang menangis. Banyak murid memohon supaya kepala sekolah mengabari orang tua mereka, atau setidaknya memanggil ambulans. Pihak sekolah lalu membawa kami ke rumah sakit, tapi tetap saja mereka tidak mengabari orang tua kami.”

Orang tua akhirnya menerima informasi anak-anak mereka mengalami sesak napas secara misterius. Saat diminta menjelaskan apa yang telah terjadi, pihak sekolah justru menuding ada murid yang melempar ban ke pemanas ruangan hingga terbakar.

Iklan

“Dengan napas tersengal-sengal, saya bersumpah ke ayah ibu kalau saya tidak pernah melakukan apa-apa,” Ana melanjutkan.

Insiden yang terjadi di sekolah Ana terekam dalam video yang beredar luas di media sosial. Tapi lagi-lagi, otoritas setempat menganggapnya angin lalu. Kementerian dalam negeri baru bertindak mengusut kasus misterius ini setelah diperintahkan Presiden Ebrahim Raisi.

Beberapa orang tua murid, termasuk ayah ibu Ana, telah melaporkan kejanggalan itu ke dinas pendidikan dan kepolisian kota Qom. Akan tetapi, mereka tak kunjung mendapat tanggapan. Mereka bahkan dilarang buka suara ke media lokal maupun internasional.

Rahasia pun terbongkar pekan ini, setelah lebih dari 26 sekolah di Teheran, Kermanshah, Pardis, Isfahan dan Ardabil menjadi sasaran pada 1 Maret 2023. Gejalanya sama. Mata perih dan sesak napas. Tapi kali ini, ada murid yang melihat benda mirip bom dilempar ke dalam gedung sekolah. Usut punya usut, 700 pelajar perempuan tampaknya sengaja diracuni supaya tidak bisa masuk sekolah.

“Saya melihat polisi sedang menyamar saat saya memarkir mobil di dekat sekolah,” kenang Pina, guru bahasa sebuah madrasah putri di Teheran. “Enggak pernah ada operasi pengamanan semacam ini sebelumnya.”

Kehadiran aparat di tempat mengajar bikin Pina waswas. Pasalnya, ia ikut berunjuk rasa belum lama ini, tanpa kerudung. Sang guru tak pernah membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia dan anak muridnya mengalami keracunan zat kimia.

Iklan

Berbicara kepada VICE World News, Pina yakin semuanya ulah Korps Pengawal Revolusi Islam, yang ingin balas dendam kepada gerakan perempuan yang aktif menuntut perubahan di negara tersebut. Sepanjang 2022, Iran diguncang gelombang protes besar-besaran pasca kematian Mahsa Amini, perempuan yang diduga tewas dianiaya polisi moral karena jilbabnya kurang rapi. Banyak aksi yang digelar di sekitar madrasah putri.

“Rezim ingin balas dendam, terutama pada para pelajar,” tandasnya. “Ada yang ganjil dengan pihak sekolah. Mereka terlihat enggan meminta pertanggungjawaban. Saya merasa tidak aman, begitu pula halnya dengan rekan-rekan guru dan juga murid kami.”

VICE World News berbicara dengan Zia, ahli saraf yang koleganya memeriksa kondisi para siswi yang dirawat di sebuah rumah sakit di Pardis, desa tak jauh dari Teheran. Seorang rekan kerja Zia pernah menyaksikan langsung serangan kimia selama perang Iran-Irak. Menurut pengakuannya, gejala yang dialami para siswi mirip seperti orang-orang yang terkena serangan senjata kimia. Lebih anehnya lagi, pasien dijaga ketat oleh pasukan keamanan. Laboratorium rumah sakit digembok untuk waktu yang cukup lama.

Orang tua murid memadati sekolah anak mereka dengan harapan mendengar kejelasan soal peristiwa ini. Namun, beberapa diperlakukan kasar oleh aparat, seperti yang dialami seorang ibu dalam video viral. Perempuan itu terlihat ditarik rambut dan bajunya ketika berusaha masuk ke dalam gedung sekolah. Mulutnya yang tertutup masker dibekap seorang lelaki.

Iklan

Lena khawatir kejadian yang menimpa putrinya akan terulang. “Saya dikabari teman anak saya kalau sekolah mereka diserang. Pihak sekolah tidak ada yang memberi tahu soal ini,” ujarnya. “Saya ngebut bawa mobil ke sekolah. Saya takut putriku kenapa-kenapa.”

“Saya melihat ambulans dan pasukan berseragam di luar gedung sekolah. Ada ibu-ibu yang menangis memikirkan anak mereka. Polisi menghalangi kami masuk dan merekam video,” Lena melanjutkan. “Kami berteriak menanyakan keadaan anak kami.”

Setelah pintu gerbang dibuka, sejumlah siswi berjalan tertatih-tatih menghampiri orang tua masing-masing. Lena lega sekaligus sedih melihat putrinya yang tampak sangat lemas.

“Saya bersyukur putriku tidak apa-apa, tapi saya khawatir dia akan trauma. Tidak ada satu pun pihak sekolah yang angkat suara! Saya khawatir sekali peristiwa ini terulang.”

Sampai akhirnya kasus ini masuk pemberitaan internasional, otoritas Iran memilih bungkam. Beberapa pihak menyebutnya kenakalan remaja biasa. Tampaknya, para korban hanya bisa menunggu sampai proses investigasi selesai dilakukan.

*Demi keselamatan narasumber, nama lengkap mereka sengaja dirahasiakan.