Pandemi Corona

Menko Airlangga Diam saat Positif Covid-19, Kata Pakar Hukum Bisa Dijerat Pidana

Cara ketua komite penanganan pandemi ini merahasiakan status kesehatannya bikin publik geram. Airlangga dianggap memperkuat stigma buruk pasien corona.
Sikap Diam Menko Airlangga saat Positif Covid-19 Bisa Dijerat Pidana
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto membuka SEREMONI GERAKAN PAKAI MASKER YANG DIGELAR PEMERINTAH PUSAT PADA 30 AGUSTUS 2020. FOTO OLEH ADEK BERRY/AFP

Adakalanya kita dikasih kabar besar dengan cara paling kasual.

Pada 18 Januari 2021, Menko PMK Muhadjir Effendy mengumumkan secara santai bahwa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dipilih sebagai salah satu pendonor plasma konvalesen, salah satu treatment yang tengah dikembangkan untuk membantu proses pemulihan pasien Covid-19 bergejala ringan.

Pidato Muhadjir di YouTube Kemenko PMK tersebut bikin publik mengernyitkan dahi: Lah, kalau Airlangga bisa jadi pendonor plasma konvalesen, padahal donor plasma hanya bisa dilakukan para penyintas Covid-19, berarti Airlangga pernah kena Covid-19 dong? Kapan? Kok enggak bilang-bilang?

Iklan

Begitu pertanyaan publik merangsek, sehari setelah acara donor plasma barulah muncul klarifikasi. Benar saja, Ketua Umum Golkar yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) itu mengakui tidak mengumumkan status positif saat tertular Covid-19 tahun lalu.

Merespons pertanyaan media, Jubir Kemenko Perekonomian Alia Karenina membela bosnya, mengatakan pelacakan dan penanganan virus sudah dilakukan pada saat Airlangga terjangkit. Masalahnya, Istana Negara sendiri enggak tahu Menko Perekonomian sempat positif.

“Kami tidak tahu juga kalau positif. Kalau saya dan jajaran Setpres tidak tahu, tidak ada pemberitahuan resmi. Harus yang bersangkutan [Airlangga] yang menyampaikannya sendiri bahwa seseorang yang terpapar kena Covid harus dari yang bersangkutan. Harus dari kemenko, jubirnya yang harus sampaikan ke publik,” kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, dilansir Kompas.

Ahli pidana Universitas Indonesia Mudzakir menilai menyembunyikan status positif Covid-19 seperti yang dilakukan Airlangga Hartarto bisa dipidana. Pasien tidak boleh secara sengaja menyembunyikan kondisi kesehatannya saat terinfeksi virus karena bisa dianggap menghalangi penanggulangan wabah.

Iklan

“Semestinya, kalau kasus yang sama dikenakan pasal yang sama juga. Artinya, dijadikan tersangka sama seperti Rizieq. Saya kira penegak hukum tidak boleh diskriminatif. Terhadap Menko Perekonomian ini harus ditindak, disamakan dengan perlakuan hukum terhadap Rizieq Shihab, agar tidak terkesan hukum menjadi alat kekuasaan,” kata Mudzakir kepada CNN Indonesia.

Sebagai konteks, akhir tahun lalu pemimpin FPI Rizieq Shihab bersama sang menantu Hanif Alatas, serta Direktur RS Ummi Bogor Andi Tatat ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan menghalang-halangi penanggulangan wabah. RS Ummi diduga sengaja menyembunyikan hasil tes PCR Rizieq yang hasilnya positif pada 25 November.

Untuk menenangkan publik (khususnya mereka yang ikut “safari akhlak” Rizieq dan duduk paling depan sambil ketawa bareng ngebahas lonte), Rizieq kemudian mengaku sehat lewat pengumuman di saluran YouTube Front TV pada 26 November. Baru pada 16 Desember, Satgas Covid-19 tahu kondisi Rizieq sebenarnya. Ketiga tersangka terancam maksimal 10 tahun penjara karena dijerat UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Pasal 14 ayat 1 dan 2 serta UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 14-15.

Balik ke kasus Airlangga, Koordinator LaporCovid-19 Irma Hidayana menyebut pengakuan Airlangga sudah terlalu telat. Menyembunyikan status positif, apalagi sebagai Ketua KPC-PEN, adalah tindakan tidak bertanggung jawab. Irma khawatir tindakan Airlangga membuat stigma buruk pasien pengidap virus corona semakin kuat sekaligus mengendorkan kewaspadaan masyarakat. 

“Pak Airlangga bukan contoh pemimpin atau menteri yang baik. Dia tidak memegang prinsip demokrasi ya, sebab tidak jujur, tidak terbuka. Artinya, membohongi publik bahwa dia pernah terinfeksi. Ini namanya tidak bertanggung jawab. [Kebohongan ini] pengaruhi tracing. Orang-orang di sekitar dia yang mungkin kontak erat kan jadi enggak tahu. Nah, ini malah menyengsarakan orang lain,” kata Irma kepada Tirto.

Epidemiolog dan juru wabah Universitas Indonesia Pandu Riono mengkritik keras sikap diam Menko Perekonomian. Pandu menilai tidak ada alasan kuat Airlangga enggan mengumumkan status tersebut, masa sekelas menteri takut kena bullying. “Saya sangat kecewa sekali sama Pak Airlangga, karena dia sebagai pemimpin tidak melakukan sikap yang positif dan membangun dalam penanganan pandemi,” ujarnya.