Upaya penjebakan yang diotaki Andre terjadi Minggu dua pekan lalu (26/1) di Kota Padang, kampung halaman Andre. Dengan menggunakan nama samaran, ia memesan secara online jasa seks berbayar dari pekerja seks komersial (PSK) berinisial NN, 26 tahun. Setelah kesepakatan dibuat, NN berjanji temu dengan seorang lelaki yang kemungkinan besar suruhan Andre di kamar 606 Hotel Kyriad Bumi Minang.
Di kamar itu, si lelaki sempat menerima seks oral dari NN sebelum kamar tiba-tiba diketuk dan penggerebekan terjadi. NN yang sedang tak berpakaian kaget karena datang polisi dan wartawan membawa kamera. Ia lari ke kamar mandi sampai seorang perempuan yang ikut menggerebek memberikan pakaiannya.
Videos by VICE
Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto saat dihubungi media
mengatakan, penggerebekan ini dilakukan atas informasi dari Andre Rosiade. Anggota dewan dari komisi yang mengatur urusan investasi dan iklim usaha ini ternyata ngebet pengin ngebuktiin kalau di Kota Padang sudah banyak terjadi prostitusi daring. Tujuannya heroik sekali: ia mau membuka mata Pemerintah Kota Padang dan DPRD Sumbar agar turut membantu polisi dalam memberantas prostitusi.
“Andre ini ingin ikut serta memberantas maksiat tersebut. Ia memancing dan memesan pekerja seks komersial dengan masuk ke aplikasi MiChat melalui akun temannya. Ia pun melakukan transaksi dan disepakati harga Rp800 ribu di salah satu hotel di Kota Padang,” ujar Bayu kepada Covesia. Netizen pun menilai, aksi memberantas maksiat ini absurd, lantaran umpannya dibiarkan menikmati “jasa maksiat” dulu. Tagar ‘kondom’ juga mengemuka di Twitter, dipakai netizen untuk mengecam Andre.
NN, sebagai korban dari penggerebekan ini, mengaku tidak mengenal siapa pria yang berhubungan badan dengannya. Setelah ditangkap polisi, NN enggak pernah ngeliat batang hidung si pria lagi. Dalam wawancara dengan Covesia, NN cerita kalau ia panik banget pas bel pintu berbunyi tiba-tiba.
“Karena panik, aku ngikutin dia [klien] dari belakang. Dia membuka pintu, aku di belakang dia. Aku nyari handuk tidak ada di situ. Biasanya semua hotel, handuk ada. Kalau ini enggak ada. Ini kok kayak direncanain gitu. Maksudnya, kalau memang mau menggerebek aku. Begitu ketuk pintu, wartawan ada, aku juga kan enggak bisa lari. Aku juga enggak bisa bohong. Mengapa harus pakai aku dulu,” ujar NN.
Dari struk reservasi hotel yang diperoleh Covesia, Andre Rosiade mem- booking hotel pada 26 Januari 2020 selama satu hari. Ia memesan menggunakan KTP atas nama Bimo Nurahman yang merupakan ajudan Andre. Tapi, setelah ditunjukkan fotonya, NN mengonfirmasi kalau pria yang bersamanya di kamar bukan Bimo. Kata NN, doi lebih tua lagi, sekitar 40 tahun.
Pas dikonfrontasi langsung soal fakta-fakta kasus, Andre jawabnya ngawang-ngawang. Misalkan, soal apakah pria yang menyamar jadi klien NN adalah orang suruhan Andre, begini jawabannya.
“Itu tanyakan polisi lah. Saya enggak etis menyebut itu kan, sudah ranah penegak hukum,” ujar Andre dikutip Covesia. Andre juga bilang kalau doi merasa enggak ada tindakan seksual antara NN dengan si pria misterius ini saat penggerebekan, kesaksian yang bertolak belakang dengan pengakuan NN.
“Yang saya pastikan kamar itu tidak pernah atas nama saya. Saya tidak pernah ke resepsionis. Saya tidak pernah membayar. Saya dalam proses menyurati Hotel Kyriad Bumi Minang menanyakan kenapa ada [struk reservasi] yang beredar atas nama saya,” kata Andre lagi.
Mantap, kita diajak dalam sebuah permainan kata nih ama doi. Saat ditanya lebih lanjut mengapa struk reservasi kamar itu atas nama Bimo, ajudannya, dan apakah Andre yang menyuruh Bimo, doi enggak bisa jawab.
“Iya, saya tahu nama itu memang Bimo. Tapi, yang diributin namanya Andre Rosiade. Saya enggak pernah pesan, berarti ini kan kebohongan publik,” kata Andre. Kok jadi emosi gini dengernya ya. Gini lho, Pak Andre, kalau ajudan elu yang mesen hotel padahal elu yang ngebet ngebuktiin ada praktik prostitusi, enggak salah dong kalau orang-orang mikir elu yang nyuruh Bimo. Pengin jadi pahlawan kok setengah-setengah gini sih?
Daripada mempermasalahkan caranya menggerebek, Andre ingin masyarakat fokus kepada kenyataan bahwa di Kota Padang ada prostitusi online. Dia protes kenapa masyarakat hanya memojokkan dirinya saja, padahal penjebakan ini adalah hasil kerja samanya dengan Polresta Padang.
Menanggapi skema penjebakan ini, Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Siti Aminah berpendapat kalau cara yang dipakai Andre kurang tepat.
“Saya pikir untuk membuktikan adanya prostitusi online tidak perlu dengan cara menggerebek gitu. Itu cara memalukan dan juga merendahkan martabat orang. Kalau mau tahu prostitusi online kan bisa dengan cara penelitian atau yang tidak menimbulkan sensasi,” ujar Siti kepada Kompas. Apalagi, Kata Siti, Andre sampai menyalahkan prostitusi sebagai sebab bencana alam di Padang kepada prostitusi.
Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit menyorot penyalahgunaan wewenang Andre sebagai politisi. Menurutnya, Andre udah kelewatan. “Politikus bukan aparat hukum. Tidak boleh dicampur-campur dong. Dia (Andre) telah melampaui wewenangnya sebagai politikus, sebagai anggota DPR,” ujar Arbi dilansir Suara.