Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.
Kementerian Luar Negeri Cina menggelar jumpa pers, Rabu (8/3) lalu, untuk mengomentari ketegangan dipicu uji coba rudal Korea Utara. Berdasarkan pandangan Beijing, Korut akan berusaha terus memprovokasi kawasan, serta Amerika Serikat. Jika tidak hati-hati, menurut Menlu Cina Wang Yi, AS-Korut bisa terlibat “adu kepala” dalam urusan nuklir.
Videos by VICE
Agar ketegangan berkurang, Beijing mengusulkan agar AS menarik mundur pasukannya yang ada di Korea Selatan, serta menghentikan latihan militer bersama yang bisa memprovokasi Pyongyang. Jika AS sudah melakukannya, Pyongyang dipastikan berhenti menggelar uji coba nuklir.
Pernyataan Wang Yi itu dilontarkan di tengah-tengah Kongres Partai Komunis Cina yang berlangsung sejak awal pekan ini. Dari informasi yang diperoleh Cina, Korut menembakkan setidaknya empat misil diklaim sebagai latihan menyerang pangkalan AS di Jepang dan Korsel. Cina menjadi waswas, ketika mendengar militer AS merespons uji coba nuklir Korut dengan mengaktifkan sistem pertahanan anti-rudal di Korsel awal pekan ini.
“Pertanyaannya, apakah kedua negara siap jika harus saling adu kepala? Siapkah kedua negara jika benar-benar ada konflik? Prioritas kita sekarang adalah memperingatkan semua pihak dan berharap kedua kereta bisa mengerem lajunya masing-masing.”
Menlu Wang mengibaratkan AS dan Korut seperti satu kereta yang hendak bertabrakan dalam kecepatan tinggi. Salah satu yang diminta mengalah sedikit adalah AS. Wang mengatakan Pemimpin Korut, Kim Jong-un, merasa paranoid melihat manuver militer Negeri Paman Sam di Korsel. AS menggelar latihan bersama yang disebut Foal Eagle, bersama militer Negeri Ginseng. Latihan perang ini dianggap Kim Jong-un persiapan invasi negaranya.
“Tapi tentu saja, Korut juga harus menghentikan program nuklir dan uji coba rudalnya,” kata Wang.
Korut sebelumnya sudah memberi tawaran serupa kepada AS. Namun Pemerintahan Barack Obama di masa itu mengabaikan ancaman Pyongyang. Ketika sekarang Donald Trump menjadi presiden AS, kebijakan yang akan diambil Washington diduga lebih keras terhadap negara totalitarian itu. Trump berulang kali menyatakan tidak akan berkompromi dengan Rezim Kim Jong-un. Belum jelas bagaimana Gedung Putih bersikap terhadap ancaman perang nuklir yang bisa terjadi kapanpun di Semenanjung Korea. Situasi semakin rumit, karena Cina sebetulnya juga khawatir peluru kendali yang dipasang AS di Korsel bisa diarahkan ke negaranya.
Berikut perkembangan lain dari eskalasi konflik Asia Timur sepekan terakhir:
- Anggota Parlemen Jepang sedang merancang UU baru, yang memberi peluang bagi militer Jepang bersikap lebih agresif, termasuk melakukan serangan pencegahan (pre-emptive strikes) ke pusat amunisi Korut. Kantor Berita Reuters melaporkan, rancangan beleid itu sepenuhnya berbeda dari tradisi politikus Jepang yang biasanya pasifis akibat kekalahan di Perang Dunia II.
- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, menyesalkan adanya sistem pertahanan anti-rudal yang dipasang Pangkalan militer AS di Korsel. Tindakan ini menurut Tiongkok sangat gegabah karena bisa memprovokasi Korut. “Kami akan memastikan keamanan kawasan tetap terjaga dengan semua perkembangan ini,” kata Shuang.
- Sistem peluru kendali yang disebut THAAD itu menurut AS diperlukan agar Pyongyang tidak bersikap seenaknya sendiri. Washington juga mengingatkana Cina bahwa tujuan mereka memasang persenjataan itu di Korsel bukan untuk mengancam Cina. “Kami sudah pernah membicarakan topik ini dengan Cina sebelumnya. Senjata kami bukan ancaman bagi Cina dan negara-negara lain di kawasan,” kata Mark Toner, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS.
- Pemerintah Cina belum lama menutup 23 toko yang dimiliki Lotte, konglomerasi besar Korsel. Tiongkok beralasan toko-toko itu melanggar aturan soal perlindungan kebakaran. Namun sebagian media curiga, ini adalah bentuk sanksi dari Cina karena Lotte memberikan lahan yang mereka miliki kepada AS untuk menempatkan sistem peluru kendali THAAD. Dugaan keterlibatan Lotte itu diungkap pula oleh Xinhua, Kantor Berita Resmi Cina.
- AS dan Jepang menjadi inisiator pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Rabu (8/3), untuk merespons tindakan Korut menggelar uji coba peluru kendali kesekian kalinya awal pekan ini.
- Korut dalam tekanan banyak pihak. Selain nekat melakukan uji coba nuklir walaupun sudah dijatuhi sanksi oleh PBB, Pyongyang juga terlibat masalah di Malaysia. Agen pemerintah Korut diduga menjadi dalang terbunuhnya Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un, yang diracun di Bandara Kuala Lumpur. Pembunuhan itu dilakukan dua perempuan, asal Vietnam dan Indonesia, yang direkrut oleh beberapa pria asal Korut.
- Pembunuhan itu membuat hubungan diplomatik Korut-Malaysia memanas. Kedua negara sudah saling mengusir duta besar masing-masing. Pyongyang lantas mengusir semua warga negara Malaysia dari wilayahnya tanpa kecuali. Dilaporkan ada 11 orang disandera oleh aparat Korut, mereka terdiri dari tiga petugas Kedubes, dua staf PBB, dan anggota keluarga mereka. Pemerintah Malaysia membalas tindakan itu dengan tidak mengakui visa lebih dari 1.000 warga Korut yang kini bekerja di Negeri Jiran.
More
From VICE
-
Pla2na/Getty Images -
Eugene Mymrin/Getty Images -
Guoya/Getty Images -
Screenshot: Cartoon Network