Cita-Cita Chika Mendamaikan EDM dan Islam

Lampu panggung hijau menyoroti sosok bercadar hitam yang menutupi seluruh tubuh, kecuali matanya. Ada headset putih yang menggantung di hijabnya. Kedua tangan sibuk menata turntable. Dari speaker terdengar dentuman musik house bertempo 128 beats per menit.

Itulah aksi panggung DJ Chika, pada pentas malam tahun baru 2017 di Loop Station, Kota Yogyakarta. Berselang sebulan, foto Chika viral di Internet. Hujatan pun berdatangan ke akun Facebooknya, karena dia mengenakan hijab dalam acara yang dianggap hura-hura dan hedonistik oleh kalangan sayap kanan.

“She’s crazy” kata akun May Purnamasari.

“Semoga diberi hidayah dan bertaubat karena sudah melecehkan hijab” tulis akun lain.
“Punya maksud apa anda gaya kayak gini?”

Sampai April lalu, video sang DJ bercadar kembali viral. Hujatan tetap berdatangan, walau kali ini mulai banyak juga dukungan kepada perempuan bernama asli Ariska Wigatiningtyas itu.

“Silahkan saja mereka menilai saya bagiamana, yang penting saya melakukan tetap pada jalurnya dan tidak melanggar norma dan syariat yang ada,” ujar perempuan kelahiran Lampung ini saat ditemui VICE Indonesia.

Sehari-hari, Chika yang bermukim di Surakarta tidak mengenakan cadar. Dia berhijab biasa, seperti kebanyakan perempuan muslim Indonesia. Perempuan 20 tahun itu mengaku cadar dipakainya dua kali, pada pentas di Colomado dan saat tahun baru yang kemudian ramai dibicarakan banyak orang. Lahir dari keluarga yang menyukai musik, Chika sejak kecil sudah belajar memainkan gitar juga biola. Chika baru belajar menjadi DJ awal 2016, saat salah satu kawan mengajaknya belajar DJ di Yogyakarta, berjarak satu jam perjalanan dari Solo. Dari situlah awal ketertarikan Chika pada turntable dan berbagai genre Electronic Dance Music (EDM).

Kehadiran Chika adalah anomali sekaligus kemungkinan jalan rekonsiliasi dalam kancah EDM Indonesia. Di negara ini, kita tahu, banyak nightclub menerapkan aturan tak tertulis ‘no hijab’ bagi para pengunjungnya. Sementara dari sisi fundamentalis agama, rutin terdengar seruan penutupan tempat hiburan malam. Dua kutub ekstrem tersebut saling menegasikan, yang tiba-tiba saja sangat mungkin dijembatani oleh Chika di masa mendatang.

Saat ini, Chika fokus menyelesaikan kuliah farmasi di salah satu universitas swasta di Kota Solo. VICE Indonesia menemui Chika, mengajaknya ngobrol mengenai profesinya sebagai DJ dengan penampilanya yang berhijab, serta sikapnya terhadap sorotan masyarakat atas karya-karyanya.

Videos by VICE

VICE: Bisa diceritakan bagaimana awal mula bisa bermain sebagai DJ?
Chika: Saya awalnya belajar DJ sekitar setahunan yang lalu di salah satu sekolah DJ di Jogja. Jadi waktu itu selama sebulan setiap 2-3 kali dalam seminggu saya bepergian dari Solo ke Jogja untuk belajar DJ. Kemudian tampil di beberapa event sampai sekarang.

Dari sekian banyak cara memainkan musik, Apa yang membuat seorang Chika memutuskan untuk memilih menjadi DJ?
Saat saya memilih profesi sebagai DJ, sebenarnya engga nyangka juga akan ada respons negatif dari masyarakatnya itu negatif karena saya berhijab. Misalnya ditanya, kenapa engga memilih gitar atau instrumen yang lain? Sebenernya tantangan juga sih. Pertama saya sekolah DJ bingung juga ini nanti mau gimana, output-nya mau dibawa ke mana. Tapi belajar juga susah kalo gak dibarengin sama action. Saya mikir jalannya nanti pasti ada aja. Kan belum banyak juga DJ di Indonesia yang berhijab, lagian kayanya di Jawa Tengah pun juga saya sendiri. Jadi kenapa engga. DJ kan kadang dibutuhin untuk acara-acara di outdoor atau acara di event. Malah belakangan banyak yang nawarin kaya ayo Chika main. Dan akhirnya ya udah deh, ga masalah sih DJ, sebenarnya sama aja, sama-sama memainkan instrument cuma dengan alatnya yang berbeda. Alatnya pake turntable, cuma tendensi orang selama ini mungkin lebih ke dunia malam. Tapi engga masalah.

Berhijab dulu kemudian menjadi DJ, bagaimana kamu melakukan penyesuaian transisi tersebut?
Engga ada penyesuaian sih, karena dari awal hobinya udah musik dan santai aja gitu. Dulu juga pernah mulai dari hobi main skate itu pake hijab, kaya main sepeda itu kan engga kelihatan banget perubahanya, jadi santai-santai aja.

Apakah keluarga mendukung keputusan Chika menjadi DJ?
Mama dan Ayah tahu dan mereka mendukung. Engga ada pertentangan mungkin hanya mereka selalu pesen jangan ganggu kuliah dan jangan perform sampai larut malam, dan jangan perform di club.

Setelah videomu tampil di acara tahun baru viral, banyak sorotan negatif. Apa pendapatmu?
Menurut saya, profesi sebagai DJ itu sama saja seperti penyanyi atau musisi yang memainkan gitar. Wanita berhijab yang memainkan drum atau wanita berhijab yang berprofesi sebagai artis itu sama saja. Yang membedakan cuma mindset masyarakat saja. Karena yang saya mainkan ini juga instrumen. Kalau menyikapi mereka, mungkin karena pemikiran mereka sudah negatif duluan ke saya. Padahal main di event atau di club sama saja sebenernya. Seperti di mall atau ruangan terbuka, mungkin karena efek dari lighting jadi banyak yang mengira saya main di club. Ya silahkan saja mereka menilai saya bagiamana, yang penting saya melakukan tetap pada jalurnya dan tidak melanggar norma dan syariat yang ada.

Apa genre yang kamu dalami sekarang?
Saya lebih sering memainkan musik–musik EDM yang santai kayak soft fullhouse. Sekarang kan kebanyakan sukanya mainin Jungle gitu. Sebenernya musik idealis lebih susah laku di pasaran. Jadi saya lebih menuruti pribadi saya, ekspresi saya, lebih enak didengar aja genre [house] ini.

Fotomu saat tampil menggunakan cadar adalah foto yang paling kontroversial menurut orang-orang. Menurut kamu mengapa?
Karena pertama mereka belum tau acara tersebut acara apa, sebagian orang menganggap cadar itu melambangkan kesucian. Jadi mereka merasa tidak terima, mereka menganggap itu hal yang salah. Kenapa bercadar dan bermain DJ? Tapi tidak apa-apa, mungkin saya juga salah. Beberapa acara setelahnya saya sudah tidak menggunakan cadar lagi, jadi hanya dua kali saja saya mengenakan cadar. Sudah saya tegaskan juga saya tidak akan menggunakan cadar lagi karena ada beberapa pihak yang mungkin tidak bisa menerima. Tapi saya tetap berhijab. Sebenarnya saya hanya dua kali memakai cadar, yang pertama mungkin karena itu sebuah pentas seni, dan disitu acara juga lumayan besar ya dan memang temanya Arabic-Indian jadi saya menggunakan cadar. Pertama perform sebagai DJ saya sudah menggunakan hijab, tapi baru di acara tahun baru itulah saya memakai cadar karena konsep dari awal, saya memang yang produce musiknya, sekaligus perform sesuai tema yang saya bawakan yaitu Arabic-Indian.

Mengingat semua kontroversi tadi, apa yang membuat Chika masih bertahan sampai sekarang menggeluti EDM?
Melakukan suatu pekerjaan, dan itu berdasarkan hobi itu menurut saya lebih menjadi diri saya sendiri, jadi itu lebih nyaman. Toh juga saya tidak bergantung pada orang lain dan saya merasa ya ini diri saya.

Saya berekspresi dan saya tidak melanggar undang-undang yang ada. Dan saya tidak memberikan kesan negatif. Mungkin bagi yang mindsetnya sudah negatif ya akan menjerumus ke hal-hal yang negatif. Justru saya dengan berhijab menunjukkan kalian juga bisa berkarya seperti orang lain tanpa perlu keluar dari syariat-syariat Islam. Kalian tetap menjalankan syariat dengan baik. Kalian tetap beragama, beribadah, kalian tetap berhijab.

Adakah yang ingin kamu sampaikan kepada sesama perempuan muslim lain di luar sana?
Jangan pernah takut untuk memulai sesuatu, yang sekiranya itu menunjukkan dirimu sendiri. Tetap berekspresi lah, jangan takut memulai sesuatu. Saya berkarya, saya mengekspresikan diri melalui bunyi dalam bentuk musik.