Dongeng lazimnya ditutup akhir cerita bahagia. Namun tak banyak yang mau jujur, ending paling manis sekalipun mustahil bertahan selama-lamanya. Buktinya adalah kabar pemecatan Claudio Ranieri, pelatih flamboyan asal Italia yang hanya berselang 297 hari lalu mengukir tinta emas dalam sejarah sepakbola dunia.
Tak ada penggemar bola sanggup berpaling dari kisah kemenangan paling dramatis sekaligus ajaib sepanjang sejarah Premier League, yang terjadi musim 2015/2016. Cerita itu berjudul Leicester City F.C. Klub semenjana yang tiba-tiba menyingkirkan raksasa bola Inggris lainnya. Sepersekian detik setelah Tottenham Hotspurs imbang melawan Chelse F.C di Stamford Bridge, penduduk kota Leicester hanyut dalam suka cita. Dengan peluang di bursa taruhan hanya 5.000:1, Leicester menciptakan keajaiban: menjuarai Premier League. Keajaiban itu menjalar ke seluruh dunia. Jutaan orang terpesona melihat pendar-pendar klub penuh dongeng ini. Pendarnya turut menyihir ribuan orang yang bergabung dengan LCFC Fans Club Indonesia. Itu sebutan resmi wadah penggemar Leicester di Tanah Air.
Ada banyak tokoh utama di dalam dongeng 2015/2016. Misalnya saja, Jamie Vardy, mantan buruh pabrik 29 tahun yang menjadi mesin gol maut tahun lalu. Kita pun bisa menyebut nama-nama lain seperti gelandang Riyad Mahrez dan N’Golo Kanté, serta kiper Kasper Schmeichel. Nama-nama yang sebelumnya hanyalah pemain underdog, tapi dalam semusim berubah jadi sosok menakutkan bagi tim lawan.
Lebih dari nama-nama tadi, sentuhan Ranieri jelas berperan sangat besar dalam narasi indah Leicester musim lalu. Senyuman teduh sang pelatih menjadi ciri khas manis yang selalu ada setiap kali Leicester bertanding, membuat para pemain pun mengabaikan cemoohan serta ketidakyakinan orang bila mereka bisa juara.
Videos by VICE
“Saya mulai mendukung LCFC ya karena tim ini tim kejutan yang diisi banyak pemain dari klub papan bawah seperti Vardy dan Kante (dulu),” kata Zulfikar Triadi, Juru Bicara LCFC Fans Club Indonesia. “Sebelumnya siapa yang kenal dengan mereka? Bahkan tim ini juga diisi oleh kiper yang terlambat bersinar dan sempat dibuang oleh Manchester City, Kasper Schmeichel.”
Sayangnya memang, sepakbola yang telah berubah menjadi industri tak sepenuhnya dongeng. Kadang, tak ada tempat bagi nostalgia. Terutama bagi pelatih seperti Ranieri yang gagal mengangkat performa anak didiknya musim ini. Kondisi Leicester memang sedang menyedihkan. Sang juara bertahan terdampar di zona degradasi. Kombinasi ajaib Riyad Mahrez dan Jamie Vardy lenyap begitu saja. Sepanjang 2017 ini, jangankan menang di Liga, menciptakan gol saja tim asal East Midlands ini sama sekali tidak mampu.
Melalui pengumuman di situs resmi klub, Wakil Presiden Leicester City F.C Aiyawatt Srivaddhanaprabha memberi alasan mengapa manajemen terpaksa mendepak Leicester. Mereka merasa klub harus terus berprestasi seperti dongeng yang terjadi tahun lalu. “[Pemecatan] ini adalah keputusan paling berat yang pernah kami ambil, sejak manajemen mengambil alih kepemilikan Leicester City tujuh tahun terakhir. Tapi kami harus mengedepankan kepentingan klub dalam jangka panjang dibanding sentimen pribadi, tak peduli sepenting apa hubungan personal kami di dalamnya,” kata Aiyawatt.
Lalu, bagaimana para fans Leicester di Indonesia merespons kabar pemecatan Ranieri? Zulfikar menjawab diplomatis, bahwa mereka akan tetap mendukung LCFC apapun yang terjadi. “Hak masing-masing orang sebenarnya mau menyukai LCFC dengan alasan apapun,” kata Zulfikar. “Klub ini berbeda dari klub Inggris lainnya.”
Jika tidak ada peningkatan luar biasa seperti musim lalu, pencapaian Leicester musim ini sebenarnya normal. Tim ini dari dulu pun telah terbiasa bertarung di zona degradasi. Ibaratnya, musim ini mereka kembali ke tempat mereka yang seharusnya. Namun pihak manajemen, yang dikuasai konglomerasi Thailand, tampaknya tak rela tiba-tiba menjauh dari nikmatnya anggur perayaan juara.
Padahal, kendati hancur lebur di liga, perjalanan Leicester di Liga Champions masih memiliki aroma kejutan seperti musim lalu. Mereka sukses menjadi juara grup, dan hanya kalah 1-2 di kandang Sevilla pada laga leg pertama babak 16 besar. Tentunya, masih ada peluang munculnya keajaiban di turnamen ini. Hanya saja, manajemen Leicester ternyata sama saja dengan banyak klub lainnya. Mereka tidak memiliki rasa sabar. Mereka membuang Claudio Ranieri—yang sempat menyebut dirinya ingin sampai pensiun di klub itu—begitu saja.
Adios, Claudio.
More
From VICE
-
Screenshot: Sony Interactive Entertainment -
Screenshots: HBO, Sony Interactive Entertainment -
Screenshot: ASUS -
Screenshot: WWE/USA Network