Makan Siang di Pelabuhan Pemancingan Tangier, Maroko, Ala-ala Film 'Naked Lunch'

FYI.

This story is over 5 years old.

Esai Foto

Makan Siang di Pelabuhan Pemancingan Tangier, Maroko, Ala-ala Film 'Naked Lunch'

Kamu bisa makan ikan segar sebanyak yang kamu mau, sampai kamu tak lagi nafsu melihat ikan-ikan goreng terhampar di atas meja

Waktu itu pukul 1 siang di pelabuhan pemancingan Tangier, Maroko. Saya sedang berada di dermaga, duduk di sebuah meja restoran murah dan sibuk mencoba membersihkan jari-jari saya yang kotor dan berminyak seperti rantai sepeda. Di depan saya adalah sepiring ikan goreng yang sudah tidak menggoda karena perut dan kamera saya sudah terisi. Saya datang kesini berdasarkan visi dari film Naked Lunch—semacam zona perang di Utara Afrika, penuh dengan bebauan dan warna yang memukau.

Iklan

Ikan tangkapan nelayan langsung dipilah dan dimasukkan ke dalam keranjang warna-warni. Begitulah rutinitsi di Tangier setiap pagi.

Penerbangan Ryanair FR7744 menurunkan kami di tarmak bandara Tangier sehari sebelumnya. Kami disambut oleh matahari yang hangat—kemewahan mengingat kami datang dari Paris yang sedang bersalju. Pagi ini kami dibangunkan oleh bunyi azan dari mesjid setempat.

Kami mulai turun ke jalanan. Laut dan perbatasan Spanyol terlihat tepat di depan kami, memandu kami menuju pelabuhan dan para nelayan. Kami berjalan sepanjang pelabuhan dan melewati jaring-jaring berisikan tangkapan. Kami dipelototi oleh kucing-kucing dan para nelayan yang sedang bekerja keras.

Melongok ke arah utara, kamu bisa melihat perbatasan Spanyol; tidak lebih dari 15 meter jaraknya. Pelabuhan Tangier berfungsi sebagai penyambung antara kontinen Afrika, Laut Mediterranean, dan Eropa. Pelabuhan ini juga memberikan Maroko pasokan ikan tuna, belut moray, dan ikan segar lainnya. Dijepit tembok berwarna biru dan putih, Tangier menyajikan semua tahap industri perikanan: mulai dari penangkapan ikan menggunakan jala, menjatuhkan tangkapan harian ke dermaga, dan proses perbaikan kapal-kapal tua—semua dari proses penyortiran ikan, hingga pembersihan ikan, penjualan, dan pembentukan kemasan untuk para konsumer yang kelaparan.

Bagi mayoritas peserta, rutinitas pagi hari ini—ditemani bebauan manis dari pipa-pipa tembakau—selalu berakhir dengan setiap warung makanan saling bergabung. Dikelilingi oleh meja piknik plastik dan papan iklan yang dijadikan atap sementara, segalanya yang memiliki sirip dan tulang akan digoreng. Ikan-ikan goreng ini kemudian disajikan dengan potongan lemon dan salad terbuat dari akar ubi dan bawang bombay mentah.

Iklan

Tempat masuk pelabuhan ini ditandai marka warna-warni

Tisu tidak disajikan dan harus dibeli dari Houcine, yang sibuk berjalan mengelilingi meja-meja menawarkan bungkusan tisu dan tisu basah. Duduk mengenakan topi wol, para nelayan ngobrol keras-keras seakan-akan mereka belum turun dari kapal. Kami mengambil tempat di kursi plastik dengan warna yang gak karuan. Pelayan yang melayani kami tidak basa-basi. Ketika ditanya apa yang mereka sajikan, dia menjawab dalam bahasa Arabik bahwa “semua orang mendapatkan makanan yang sama.” Maka dari itu kami tidak bertanya apa-apa lagi.

Banyak sekali kucing di sekujur pelabuhan. Foto oleh Jean Christophe Roy

Sayangnya, pelabuhan yang ramai ini sedang menikmati detik-detik terakhirnya, karena pembangunan sebuah pelabuhan baru yang lebih modern mengancam eksistensi pelabuhan tua bersejarah ini. Setelah Mohamed VI berkuasa, Tangier harus beradaptasi dengan modernisasi. Sebuah gudang berukuran 51.000 meter persegi dibangun untuk menyimpan semua peralatan industri perikanan (pasar ikan, pabrik es, kulkas, toko).

Foto-foto indah berikut terlihat seperti gambar, seperti gambar kuno dalam kartu pos, melambangkan momen-momen berharga yang akan hilang. Berikut beberapa foto yang kami ambil.

Nabil sedang membersihkan mackarel tangkapannya, sementara orang di pinggir-pinggir sedang tawar-menawar ikan tuna.

Ikan di Tangier biasanya digoreng, lalu dimakan pakai tangan. Umumnya, seporsi ikan goreng, yang isinya bisa sampai selusin dihargai Rp80-90 ribu.

Foto oleh Jean Christophe Roy

Sama dengan ikan-ikan lain di restoran, ikan yang diberi nama ikan kalajengking ini adalah ikan khas di Tangier. Ikan-ikan ini ditangkap dengan cara dipancing, bukan dengan jala

Persiapan untuk melaut esok hari. Tali digulung dan disimpan di ban-ban bekas. Foto oleh Jean Christophe Roy

"Selamat datang di Tangier," kata Ahmed, nelayan berusia 32 tahun yang menyapa kami dengan bahasa Spanyol. Spanyol ada di seberang selat Gibraltar, sekitar 15 mil dari.