Konflik Papua

Akankah Tewasnya Polisi Korban Penyanderaan Separatis Papua Memicu Operasi Militer Besar?

Brigpol Hedar jadi martir terbaru konflik Papua. Wapres memanfaatkan kematiannya, yang viral di medsos, sebagai prakondisi operasi militer menyerang kelompok separatis.
Akankah Tewasnya Brigpol Hedar Korban Penyanderaan Separatis Papua Memicu Operasi Militer Besar?
Operasi kepolisian menangkap tersangka penembakan aparat di Papua beberapa tahun lalu. Foto oleh Muhammad Yamin/Reuters

Sosok Brigadir Polisi (Anumerta) Hedar menjadi martir baru konflik Papua yang berlarut-larut. Anggota Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Papua itu tewas setelah diculik dan disandera oleh kelompok separatis. Tewasnya aparat, baik itu personel kepolisian ataupun TNI, berulang kali terjadi di Papua setahun terakhir. Hedar menjadi martir di media sosial, bisa terlihat dari tagar #polriberduka.

Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla meminta aparat agar tak segan menyerang balik pelaku penyanderaan dan penembakan yang menewaskan Hedar. JK menyebut hal itu sebagai respons paling pantas terhadap serangan yang dilancarkan musuh.

Iklan

"Apa yang terjadi di Papua sekarang selalu saya katakan pemerintah, TNI/Polri selalu jalankan tugas dengan baik, tapi apabila diserang tentu tidak bisa pasrah, harus kembali untuk membalas siapa penyerangnya," kata Jusuf Kalla seperti dikutip CNN Indonesia.

Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 12 Agustus lalu pada pukul 11.00 WIT. Dalam kronologi yang dilansir Polda Papua, Briptu Hendar sedang mengendarai sepeda motor bersama dengan Bripka Alfonso Wakum. Saat mereka melintas di Kampung Usir, seseorang memanggil nama Hendar yang kemudian mereka hampiri.

Tiba-tiba muncul sekelompok orang dari balik semak-semak dengan senjata api. Mereka kemudian membawa Hendar. Sementara itu Alfonso berhasil bersembunyi hingga situasi dianggap aman. Ia kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Ilaga.

Jenazah Hendar ditemukan pada sekitar pukul 17.30 keesokan harinya. Kapolda Papua, Rudolf Rodja mengkonfirmasi penyebab kematian Hendar. "Memang benar Briptu Hedar meninggal karena ditembak," kata Rudolf Rodja seperti dikutip dari Merdeka.com.

Kepala Biro Penerangan Divisi Humas Polri, Dedi Prasetyo menyatakan bahwa Hendar, yang berpangkat terakhir Brigadir Satu (Briptu) mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Brigadir Polisi (Brigpol). Pemberian pangkat tersebut dilakukan pada prosesi pemakaman Hendar.

Pertanyaannya, akankah kematian Hedar akan menjadi prakondisi bagi pemerintah untuk melancarkan operasi militer dalam skala lebih besar? Tentara dan polri sempat menggelar penyerbuan markas kelompok separatis setelah terjadi pembantaian Nduga akhir tahun lalu yang menewaskan pekerja konstruksi jalan Trans Papua dan satu personel TNI. Penyerangan tersebut diberi sandi 'Operasi Nemangkawi'.

Iklan

Andreas Harsono dari Human Rights Watch menilai kejadian yang menimpa Briptu Hendar merupakan kejahatan yang mesti ditelusuri penyebabnya. Tapi dia tak yakin pemerintah akan meningkatkan eskalasi kekerasan di Papua, apalagi sampai mengubah status provinsi tersebut menjadi daerah operasi militer sebagaimana pernah dialami Aceh.

"[Kematian aparat] bukan terjadi sekali, dan saya tidak melihat eskalasi serius dalam konteks seperti operasi militer besar-besaran," kata Andreas pada VICE.

Andreas mengatakan para gerilyawan yang mengusung cita-cita kemerdekaan Papua Barat menganggap diri mereka sedang berperang dengan Indonesia. Anggota separatis bahkan sudah mendaku Papua Barat layaknya negara berdaulat.

Dalam hukum perang, polisi merupakan target operasi militer yang sah. Namun, dalam Konvensi Jenewa disebutkan siapapun dilarang untuk menyerang aparat yang sedang tidak bertugas—apalagi yang disandera seperti Brigpol Hedar.

"Itu kejahatan jelas, tidak terbantahkan. Nah yang harus dicari sekarang jangan-jangan ada motivasi lain yang mungkin pribadi. Mungkin saja polisi tersebut pernah berbuat sesuatu yang membuat mereka marah, yang harus dilihat apakah ini memenuhi syarat kejahatan terhadap aparat negara," kata Andreas.

Militer sendiri tahun lalu kepada media menyatakan kekuatan kelompok separatis, yang sering mereka juluki Kelompok Kriminal Bersenjata, sebetulnya sangat jauh di bawah aparat Indonesia. Pendekatan yang diambil sebatas operasi gabungan bersama polri secara normal. "Ini taktik gerilya, tidak ada zona tempur. Di mana kami bertemu, di situlah kami bertempur," kata
Juru bicara Kodam Cendrawasih, Letkol Muhammad Aidi kepada media.

"Yang bisa kami lakukan adalah mengumpulkan data intelijen dan meminta masyarakat tidak melindungi pelaku."

Menkopolhukam Wiranto turut meredam situasi, menepis adanya potensi konflik dalam skala lebih luas. Dia berbela sungkawa pada keluarga mendiang Brigpol Hedar, sembari menegaskan bahwa kematian aparat merupakan kewajaran di wilayah konflik. "Kita kan sedang mengamankan daerah itu, ada yang ketembak, ada yang luka itu bagian dari operasi itu, itu bisa setiap hari terjadi," kata Wiranto di Istana Kepresidenan.