kesehatan

Begini Cara Perempuan yang Kehilangan Indra Penciuman Bertahan Hidup

Rumah Sabrina hampir kebakaran karena lupa sedang masak bakso. Seperti apa rasanya tidak bisa mengenal bau dan aroma? Berikut penuturannya
NP
seperti diceritakan pada Nora Pauelsen
problem kesehatan langka kehilangan indra penciuman penyebab dan solusi
Ilustrasi perempuan mencium aroma kentang goreng. Foto stok oleh bodnarphoto / Adobe Stock

“Tidak bisa mencium bau” adalah salah satu gejala terkena Covid-19, tapi lain ceritanya dengan Sabrina Hentzgen. Indra penciumannya hilang setelah mengalami cedera otak traumatik. Dia tak bisa lagi menikmati makanan favoritnya, dan sangat merindukan aroma laut yang segar. Sabrina menceritakan bagaimana kondisi ini memengaruhi kehidupannya sehari-hari.


Aku menyadari ada yang tidak beres ketika putraku yang masih empat tahun memeluk tubuhku. Aku menyandarkan kepala ke bahunya sambil menghela napas lega. Anehnya, aku tidak mencium aroma tubuh putraku sama sekali. Bau khasnya bagaikan menghilang begitu saja.

Iklan

Waktu itu aku terbaring di rumah sakit, habis mengalami kecelakaan ringan. Kepalaku membentur tepi meja akibat tersandung vacuum cleaner. Setelah hidung patah, kondisiku dari hari ke hari semakin memburuk. Empat hari kemudian, dokter mengatakan bahwa aku mengalami pendarahan otak.

Selama empat bulan cuti sakit, aku kesulitan mengungkapkan apa yang sebenarnya telah aku ketahui. Rasanya kira-kira seperti penderita stroke. Kondisiku memang sudah berangsur membaik, kecuali untuk satu hal. Indra penciumanku tetap tidak berfungsi.

Aku baru tahu belakangan kalau aku menderita anosmia. Hanya lima persen orang Inggris yang memiliki gejala ini, dan sebagian besar kasus anosmia disebabkan oleh faktor usia atau kecelakaan. Saraf penciumanku rusak setelah kepala terbentur meja, sehingga rangsangan sensorik tidak bisa dibawa dari hidung ke otak.

Sabrina dan buah hatinya. Foto oleh Sabrina Hentzgen

Sabrina dan buah hatinya. Foto oleh Sabrina Hentzgen

Kebanyakan penderita anosmia bisa mendapatkan kembali kemampuan mereka, tak seperti aku yang sudah satu tahun hidup dalam kehambaran. Aku tak mau terlalu berharap akan normal lagi suatu saat nanti.

Sebelum kecelakaan, aku termasuk orang yang sangat sensitif terhadap bau. Aku bahkan bisa menentukan dari mana bau tak sedap berasal ketika hamil dulu.

Hidupku berubah drastis sejak itu. Indra penciumanku tak kunjung kembali, bahkan setelah pindah rumah ke Laut Baltik sekali pun. Aku hanya bisa mengenang betapa segarnya aroma khas laut, hujan dan rumput yang baru dipotong.

Iklan

Indra pengecap juga bermasalah. Orang-orang kini cenderung bertanya kepadaku “Bagaimana konsistensi makanannya?”, bukan “Makanannya enak?” Itulah sebabnya aku lebih sering makan waffle atau sayur dengan kerupuk. Makanan ini terasa kenyal di dalam mulut. Aku jadi jarang makan daging karena teksturnya sangat aneh tanpa rasa. Aku minum Aperol Spritz hanya untuk merasakan sedikit kepahitan.

Aku masih masak, tapi pengalamannya tak lagi menyenangkan. Kadang-kadang aku bikin pasta saus tomat karena dulu sangat menikmati rasanya, hanya untuk menyadari aku tidak bisa merasakan apa-apa. Agak asin, tapi ya sudah begitu saja. Sekarang aku ogah menyantap makanan favorit: daging filet dengan brokoli dan kentang. Ujung-ujungnya bakalan kecewa juga.

Masalahnya bisa sangat fatal. Dapur hampir terbakar karena aku lupa sedang memanggang bakso di oven. Aku jadi parnoan, khususnya saat musim panas. Aku khawatir badanku bau, makanya aku merasa harus sering-sering mandi. Aku rindu merasakan kesegaran setelah mandi. Bagaimana aku bisa tahu tubuhku sudah bersih kalau tidak bisa mencium aromanya?

Putraku membantu mencium bebauan setiap hari. Baru-baru ini kami pergi ke toko parfum, dan aku meminta penjaga toko untuk memilih aroma yang cocok buatku. Setelah menceritakan kondisiku, dia menyemprotkan beberapa sampel parfum dan bertanya “Cocok buat ibu?” kepada anakku.

Aku benar-benar tidak mengantisipasi kondisi ini bakalan memengaruhi psikologis juga. Aku merasa bukan diriku sendiri. Aku sampai harus konsultasi ke terapis untuk belajar mengendalikan perasaan. Berat sekali rasanya menghadapi kehilangan yang begitu mendadak.

Aku mencurahkan semua ini dengan harapan bisa memudahkan para pembaca yang mungkin mengalami hal serupa. Aku akan pergi ke dokter mana pun seandainya mereka bisa mengembalikan indra penciumanku. Dulu aku sibuk mencari dokter spesialis dan cara yang dapat menyembuhkanku. Tapi sekarang, aku tidak punya pilihan selain menerima kenyataan.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Germany.