Dua belas anak laki-laki dan seorang pelatih sepak bola Thailand sudah dua minggu lebih terjebak di gua Tham Luang. Semuanya dimulai saat mereka memasuki gua pada 23 Juni. Mereka tidak bisa keluar karena dilanda banjir bandang. Tim penyelamat dari Inggris menemukan mereka pada 2 Juli, dan ke-13 orang tersebut berhasil diselamatkan Selasa kemarin.
Rasanya mustahil seseorang bisa bertahan hidup di dalam gua yang gelap tanpa makan dan minum. Namun, buktinya mereka bisa keluar dengan selamat setelah terjebak lama di gua. Hal yang sama juga terjadi pada Lothar Emmanuel Kaiser. Pada 1952, ia pernah terperangkap di dalam gua Hölloch, Swiss sedalam 200 kilometer. Saat itu, ia bersama guru biologi dan dua temannya diterjang banjir bandang ketika sedang mengukur kedalaman gua.
Rombongan Kaiser hanya makan roti basi dan daging kalengan selama 10 hari terjebak di gua. Mereka baru bisa keluar setelah tingkat air menurun. Kaiser menceritakan pengalamannya dan menjelaskan bagaimana hidupnya berubah drastis setelah kejadian tersebut.
VICE: Bagaimana rasanya terjebak di gua?
Lothar Kaiser: Adrenalin kami malah terpacu saat menyadari apa yang sedang kami hadapi. Karena panik, kami cuma bisa lari dan manjat untuk menyelamatkan diri waktu itu. Baru merasa takut pas sadar gua itu gelap banget.
Apa hal tersulit yang kamu hadapi?
Rasa khawatir. Aku takut enggak bisa selamat dan bakalan terjebak selamanya. Persedian makanan kami sangat terbatas sehingga cuma bisa makan sedikit-sedikit. Berat badanku turun 10 kilo waktu itu. Udaranya sangat dingin dan baju kami basah terkena air. Selain itu kami juga sangat merindukan keluarga.
Bagaimana dinamika antar anggota grup selama terperangkap dalam gua?
Guru kami, Professor Böckli, adalah pemimpin kami di gua. Dialah yang memberitahu apa yang harus dilakukan. Kami sangat menghormatinya. Kami akhirnya berhasil mengumpulkan pasir untuk kami jadikan tempat kami tidur dan menemukan kolam kecil yang airnya bisa kami minum. Yang paling penting adalah kami harus bisa menyibukkan diri. Caranya dengan ngobrol dengan satu sama lain, mengenang masa lalu, berlomba-lomba menyelesaikan perhitungan, bercerita hingga bertukar guyonan. Dalam situasi seperti ini, kamu dituntut agar bisa terus imajinatif. Begitu kamu sendirian, barulah pikiran gelap yang tidak-tidak berdatangan.
Kamu pernah kehilangan harapan selama di dalam gua?
Kami menghadapi sedikit krisis di hari keenam. Dari salah satu sisi gua, kami mendengar gemuruh, makin lama makin kuat. Asumsi kami waktu itu hujan turun di luar gua. Harapan kami hampir habis saat itu.
Nasihat apa yang ingin kamu berikan pada sebuah tim sepakbola anak-anak yang terperangkap dalam gua di Thailand?
Saling menguatkan satu sama lain akan membuat kondisinya terasa lebih ringan. Mereka harus berani dan menjaga satu sama lain agar tak kehilangan harapan. Yang penting lagi adalah pelatih mereka harus terus membuat anak-anak itu sibuk dan sebisa mungkin menghibur mereka jika mereka mulai bersedih. Dan yang terakhir, mereka tak boleh boros menggunakan stok barang-barang yang mereka terima. Misalnya, lampu senter hanya boleh digunakan untuk menjelajahi bagian lain dari gua.
Bagaimana keluargamu menghadapi musibah yang kamu alami?
Ayah tiap hari berada di mulut gua bersama tim penyelamat. Dia khawatir dengan kondisiku. Waktu itu belum zaman media sosial dan kebetulan, kami tak punya pesawat televisi. Jadi informasi hanya bisa kami peroleh dari radio dan koran.
Kamu masih sering mengingat saat-saat kamu terperangkap dalam gua?
Aku sering dapat mimpi buruk. Dalam mimpi itu, aku masih berada dalam gua dan berusaha keluar. Di mimpi yang sama, aku kerap harus naik tangga spiral. Makin tinggi aku naik, tangga itu makin sempit dan licin. Ujung-ujungnya, aku harus melompat ke dalam lubang gelap. Aku selalu terbangun dari mimpi itu dengan kondisi tubuh yang basah karena keringat.
Bagaimana pengalaman ini mengubah dirimu?
Dalam beberapa hal, aku jadi lebih serius. Tapi, aku merasa jadi lebih humoris. Cuma yang terpenting adalah pengalaman itu menguatkan imanku. Kalau kamu selamat setelah mengalami kondisi nyaris mati selama 10 hari, kamu bisa tiba-tiba jadi relijius. Kami berdoa bersama-sama dalam gue. Di saat kamu tak yakin masih bisa berjumpa hari esok, kamu mulai memikirkan kemana kita akan pergi setelah mati. Sekarang, aku tahu tujuanku setelah mati.