VICE Vs. VAR

Persetan dengan VAR, Teknologi Ini Hanya Mengacau Atmosfer Pertandingan Sepakbola

Tidak ada yang lebih merusak suasana selain menunggu asisten wasit menentukan golnya sah atau tidak.
Simon Childs
London, GB
var football referee
Screenshot: YouTube

Pada Juli 2019, ketika tim sepakbola perempuan Inggris dan Amerika bertanding di Piala Dunia Perempuan, Ellen White berhasil mencetak gol melalui gelandang Jill Scott dari AS. Para suporter di manapun mereka berada sontak menyanyikan “Football’s coming home, it’s coming home, it’s coming ( Sepakbola pulang ke rumahnya).” Gol ini memberikan makna baru bagi cabang olahraga yang tidak begitu dipedulikan lima tahun lalu.

Iklan

Sepakbola perempuan mulai diakui dunia dan menciptakan antusiasme luar biasa, seperti yang selama ini diperoleh tim sepakbola laki-laki. Sayang sekali, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Teriakan bahagia berubah menjadi geram kejengkelan.

Wasit menganulir gol Ellen setelah meninjaunya kembali lewat VAR atau asisten wasit video. Striker Inggris tersebut dinyatakan berada dalam posisi offside saat membobol gawang lawan. Sorak-sorai sudah keburu terjadi, tapi golnya malah dibatalkan. Menyebalkan banget, kan?

Mencetak gol merupakan bagian terbaik dalam sepakbola. Penggemar berjingkrakan, berpelukan dan saling menjerit bahagia untuk merayakannya. Seperti saat Piala Dunia 2018, misalnya. Foto-foto memperlihatkan kegembiraan yang membuncah di antara mereka.

Apabila VAR terus digunakan, takkan ada lagi yang namanya euforia seperti itu. Hilang sudah ledakan sukacita spontan yang umum terjadi selama pertandingan. Sebaliknya, kita terpaksa menahan diri sampai wasit selesai menonton rekaman ulang dan membuat keputusan. Sepakbola tak lagi memiliki daya tarik utamanya. Bukannya antusiasme, ungkapan emosi lah yang akan keluar dari tribun penonton.

Cabang olahraga lain mungkin memiliki sistem poin lebih rumit atau mudah, tapi tidak punya kegembiraan meledak-ledak seperti sepakbola. Ambil saja contoh pertandingan basket. Pemain bisa saja memasukkan bola berulang kali dalam hitungan menit, membuat penonton lama-lama merasa biasa saja. Sedangkan sepakbola, tak ada yang tahu pasti kapan pemain mencetak gol, sehingga penggemar dibuat deg-degan sepanjang acara. Ketika bola berhasil masuk gawang, mereka otomatis berteriak histeris.

Iklan

Apabila VAR terus digunakan, bayangkan bagaimana rasanya menjadi tim sepakbola dari negara kecil ketika mereka berhasil mencetak gol di ajang sebesar Piala Dunia tapi kemudian dibatalkan? Seperti apa perasaan para suporter yang girang bukan kepalang saat mengetahui golnya tidak sah karena kaki pemain offside sepersekian milimeter saja? Bukankah kejam menjatuhkan mereka di tengah perayaan?

var football

VAR mengecek kemungkinan insiden kartu merah. Foto: Simon Dack / Alamy Stock Photo

VAR diuji coba pertama kali dalam Piala Dunia 2018, menghasilkan meme wasit nonton anime pada layar VAR atau tengah menelepon Vladimir Putin. Teknologi baru ini sempat menuai kontroversial dan kecaman dari pakar sepakbola, tetapi tidak separah yang terjadi selama Piala Dunia Perempuan 2019. Melihat wasit mencoba VAR bagaikan menemani ayah belajar menggunakan GPS di mobil. Bikin frustrasi.

Yah, perlu diakui VAR cukup menguntungkan Inggris ketika melawan Kamerun. Wasit menganulir gol Gabrielle Onguéné karena bagian belakang tumitnya offside. Jika golnya sah, Inggris bisa saja takkan masuk semi-final. Aksi protes tim Kamerun mungkin tidak bermartabat, tetapi kekesalan mereka dapat dimaklumi meski secara teknis itu benar. Dan kalaupun Inggris kalah, tetap persetan dengan VAR.

Pada forum diskusi sepakbola online, warganet memiliki solusi yang lebih baik daripada yang dilakukan FIFA selama ini. Apakah sebaiknya manajer menuntut batas pengecekan VAR setiap pertandingan? Akankah anggapan yang lebih berat dalam mendukung wasit mengatasinya? Bisakah kita membatasi jumlah siaran ulang untuk mempercepat penilaiannya? Semua layak dipertimbangkan, asalkan tidak merusak atmosfer pertandingan.

Pada saat pertandingan melawan tim AS, VAR memang menguntungkan Inggris. Tanpa pengecekan VAR, mereka takkan mendapat penalti. Steph Houghton gagal mengeksekusinya, dan tim Inggris kalah karena penalti yang tidak sempurna.

Tanpa VAR, klub sepakbola perempuan Inggris tetap akan kalah setelah melewati perpanjangan waktu. Tapi gara-gara VAR, Inggris gagal membuat sejarah baru dalam dunia sepakbola.

@simonchilds13

Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK.