Music

Daftar Album-Album Sering Dianggap Keren, Padahal Setelah Didengar Lagi Ternyata Cupu

Daftar Album-Album Sering Dianggap Keren, Padahal Setelah Didengar Lagi Ternyata Cupu

Pada 2018, Drake jadi berita utama berbagai media musik. Dia resmi tercatat sebagai musisi pertama yang lagunya diputar di platform streaming sebanyak 50 miliar kali. Dalam satu minggu, Scorpion, album kelima rapper Kanada bernama asli Audrey Drake Graham mengumpulan satu miliar stream, melewati rekot yang tercatat di Apple Music dan Spotify. Drake juga adalah pemilik single pemuncak tangga lagu Billboard paling banyak.

Prestasi ini lagi-lagi diraih lewat album yang sama—tujuh single dari Scorpion sempat nangkring di posisi puncak Billboard Hot 100 secara bersamaan. Tak bisa dipungkiri, prestasi Drake ini sulit dicari pembandingnya. Saya ikut bahagia sama apa yang dia capai, walau saya punya sikap kayak gini: apa pentingnya berita tadi? Drake mana peduli dengan kritik yang saya tulis tentang albumnya. Paling-paling, saat membaca paragraf ini, Drake cuma senyum. Itu juga kalau dia mau baca. Saya tahu Drake lebih sibuk manggung dan ngelus-elus Piala Grammys yang dia koleksi.

Videos by VICE

Begini, Bung Drake serta para penggemarnya. Tiap mendengar lagu “In My Feelings” or “Finesse” diputar, saya langsung mengambil jarak. Begitu suaranya muncul tepat satu menit 30 detik dari awal lagu, saya langsung menggigit bibir, melenguh, lalu berharap suara Drake yang terdengar seperti orang nangis cengeng itu berhenti. Iya, saya punya masalah pribadi. Orang-orang kayaknya suka Drake dan enggak punya masalah dengan suaranya.

Tapi, menyebut apa yang dicapai Drake sebagai sebuah kesuksesan kok kurang tepat.

Drake kini sudah setara kombinasi meme dan legenda hidup. Makanya, saya memendam ketidaksukaan ini dalam-dalam. Sungkan kalau sampai ada yang tahu perasaan berdosa yang saya pendam. Kok berdosa? Iyalah, gimana enggak berdosa? Drake itu musisi modern yang karyanya paling banyak didengar umat manusia, sementara saya dengan kurang ajarnya bertanya: lagunya Drake bagusnya di sebelah mana sih?

Kenyataan ini bikin saya berpikir: mungkin sebetulnya ada jutaan orang di luar sana yang diam-diam membenci album yang sering dipuji-puji kritikus. Mereka juga benci album yang dianggap milestone sejarah musik dan dibela mati-matian orang penggemarnya.

Barangkali ada yang merasa albumnya Lorde, Melodrama, terlalu sentimentil. Mungkin ada yang berharap Frank Ocean berhenti bisik-bisik separuh curhat sambil menyebut apa yang dikerjakannya sebagai musik. Kamu juga pasti udah bosen banget mendengar Adele memaksa pita suaranya bekerja keras, hanya buat curhat tentang cinta pertamanya yang kandas.

Nah beberapa waktu lalu, saya bertanya pada sejumlah orang tentang album keren versi kritikus, yang menurut mereka sampah banget. Ternyata jawaban mereka sengak, unik dan menggelitik. Berdoalah semoga album kesayanganmu tak dicap sampah di daftar ini. Saya anjurkan kalian semua melanjutkan membaca artikel ini bersiap jangan sampai baper, daripada nyesel.

The Beatles – Sgt Pepper’s Lonely Hearts Club Band

Ini album aneh yang dibuat The Beatles demi menjangkau pasar Amerika Serikat atau memikat siapapun yang menganggap The Beatles hip sepanjang dekade ‘60an. Saya enggak pernah kenapa orang selalu bilang album ini dibuat sembari mengonsumsi Acid. Acid mata Lo!

Isi album ini lebih mirip kayak cerita novel Lima Sekawan-nya Enid Blyton. Bagusan White Album ke mana-mana. —Ryan.

Future – HNDRXX or FUTURE

Future itu enggak pernah, atau emang ga bisa ngerap. Dia cuma ngomong ngalantur, menyebut berbagai nama zat narkotika dan mengulang kata Nobu enam kali cuma karena dirinya seperti gambar yang muncul saat kita memasukkan kata “sukses” dalam kolom pencarian Google. Flow Future mirip kayak orang pemanasan sebelum ikut rap battle. Maksudnya, Future kayak mencoba masukin ad lib agar crowd ramai sekaligus mengulur-ulur waktu. Tapi, skill rapnya di “Jumpman” (lagunya Drake) bagus sih. — Dipo.

Semua Albumnya Kanye West

Pokoknya semua album Kanye West lebay dan ga sekeren yang dibayangkan banyak orang. —Sirin.

Neutral Milk Hotel – In The Aeroplane Over the Sea

Segala algoritma yang pernah menganalisa musik yang saya dengarkan tak bosan-bosannya merekomendasikan I n The Aeroplane Over The Sea sebagai album yang konon dibikin khusus buat kuping. Tapi. itu mustahil. Buktinya, saya enggak sedikitpun merasa alnbum ini bagus. Jujur sih, saya enggak ngerti maunya album ini. Parahnya, album ini seperti mencengkeram saya. Tiap kali ketemu pecinta musik yang menggilai album ini—biasanya mereka pake kaos garis-garis dan enggak becus selfie, saya langsung dirisak.

Imbasnya, saya merasa tersingkirkan. Saya merasa berbeda sendiri, karena gagal memahami di mana indahnya menggabungkan vokalis yang menyanyi lewat hidung, petikan gitar khas awak kapallaut hingga bunyi terumpet yang ditiup sejumlah laki-laki. Pernah satu kali, saya memaksakan diri mendengarkan album “keren” ini. Saya berusaha memahaminya. Baru mulai sebentar, saya langsung mematikannya. Duh, buruk banget lah pokoknya.

Seiring berlalunya waktu, saya makin terasingkan dari album ini. Rasanya seperti nonton episode opera sabun dan kebingungan kenapa karakter saling bunuhan di salahnya. Sampai jumpa lagi tahun depan In The Aeroplane Over The Sea. Sumpah saya enggak sok-sokankaan memhamimu lagi. —Joel.

Nirvana – Nevermind

Album berdurasi 42:20 menit (saya sampai googling nih) yang dihabiskan untuk meratap doang. Gak terima? Kelahi aja kita. —Rachel.

Chance The Rapper – Acid Rap

Satu lagi album jelek lagi yang dibuat di bawah pengaruh narkoba. Albumnya kurang kedalaman, namun dianggap bagus hanya karena penyanyinya lelaki kaya punya banyak koneksi. Kalau bukan karena koneksi yang kuat, bagaimana bisa Chance The Rapper mengundang Action Bronson, Ab-Soul, Childish Gambino dan menggubah beat-beat dalam mixtape ‘independen”-nya itu? Jelas mustahil.

Saya enggak sama sekali membenci Chance. Tiap kali butuh lagu yang polos dengan hook yang nyantol, saya setel“Cocoa Butter Kisses” dan “Chain Smoker”. Yang pasti Acid Rap enggak sehebat yang digembor-gemborkan orang. Jujur deh, kalau kamu menganggap Chance The Rapper rapper favoritmu, saya khawatir kamu belum bisa mengikat tali sepatumu dengan benar. —Ryan.

Radiohead – OK Computer

Kalau emang kepengin mendengar orang ngoceh tentang teknologi selama lebih dari satu jam, saya mending ngajak ayah saya ke toko retail barang-barang elektronik, lalu mendengar beliau menawar pramuniaga mati-matian agar dapat garansi satu tahun buat satu set speaker incarannya. Oh iya, saya mengerti kok kenapa album ini dianggap “penting” dan “profetik”, serta sejumlah predikat lain yang disematkan para kritikus musik. Masalahnya saya sadar betul bahwa data-data sudah diobral begitu saja di internet dan di sisi dunia lain. Barangkali ada orang yang sedang memanfaatkannya untuk keperluan yang tidak-tidak seperti yang ditakutkan anggota Radiohead. Jujur, saya enggak keberatan dengan hal ini selama saya bisa ngorder pizza lebih cepat…jadi siapa dong yang menang? Saya atau internet? Tolong ya Mas Thom bantuan jawab. —Lauren.

King Krule – 6 Feet Beneath the Moon, A New Place to Drown dan The Ooz

Setiap laki-laki berusia antara 21 dan 50 tahun mengangap King Krule ibarat reinkarnasi Yesus di genre indie rock. Iya, saya ngerti dia berbakat. Tiga album yang saya sebut di atas ini keren-keren semua. Saya enggak mempertanyakan mutunya. Hanya saja, pliss deh, bisa enggak sih penggemar King Krule ini mingkem sebentar dan berhenti memuji lagu-lagu jazz menyedihkan tentang tulang rusuk yang dia nyanyikan? Jadi eneg tahu lihat penggemar indie rock kurang idola di masa sekarang. — Daisy.

Arcade Fire – the one with the bible on it

Band tai kesukaan manusia yang seleranya kayak tai. —Ryan.

The Sex Pistols – Never Mind the Bollocks, Here’s the Sex Pistols

Saya paham kenapa The Sex Pistols pada zamannya mencengangkan publik. Meski begitu, bukan berarti saya enggak eneg tiap kali dengar Johnny Rotten menyanyi ‘I am an anti-christaaaaaaaah / I am an anarchistaaaaaaaah’. Kesannya kayak “Iya deh elo rebel banget John.”

Padahal di Johny Rotten ini cuma cowok kulit putih yang pengin pin bandnya kamu tempel di jaket jeans-mu. Udah gitu, si Johny ini tiap kali nyanyi selalu fals. Makanya, kalau ada orang bilang The Sex Pistols adalah band favoritnya, saya kebelet lari. Mending ga kenal sama orang kayak gitu. Satu lagi alasan sebel sama album ini. Karena nama bandnya bikin jijk. Hueek. —Asha.


Jangan lupa follow Daisy di Twitter. Kalau mau, ajak dia debat soal musik sekalian

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey