Indonesia dan horor adalah dua hal yang harus diyakini bersamaan. Negara ini punya beragam jenis hantu yang siap melayani rasa takut masyarakat. Mulai dari hantu cilik bernama tuyul, hantu berdandan apa adanya karena berkostum sama saat ia dikebumikan bernama pocong, sampai hantu dengan pendidikan medis bernama suster ngesot. Sepertinya kita punya hantu untuk setiap elemen masyarakat.
Enggak heran, peran cerita horor dalam berbagai bentuk makin mirip olahraga bulutangkis, didaulat jadi harapan Indonesia bisa bersaing di tingkat dunia. Nuansa mistis yang kental di negara ini bikin Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar dikirim buat ikut seleksi Piala Oscar 2021 untuk kategori Best International Feature Film.
Videos by VICE
Selain film-film horor yang aduhai seramnya, Indonesia juga punya stok sinetron horor yang mumpuni. Genre ini bahkan sempat merajai stasiun televisi. Novelis Eka Kurniawan yang pernah bekerja sebagai penulis skenario sinetron pernah bilang di salah satu wawancaranya, dia terpaksa memasukkan elemen mistis ke naskah sinetron yang dia tulis agar stasiun televisi bisa riding the wave dalam kontes perebutan rating.
Untuk sinetron non-horor yang dipaksa jadi mistis demi rating, emang jadinya aneh. Tapi, sinetron yang murni hadir bergenre horor, kualitasnya enggak mengecewakan kok. Berikut, redaksi VICE memilih tiga sinetron horor terbaik yang pernah Indonesia punya beserta alasannya.
Disclaimer: jangan harap ada Mak Lampir karena sinetron Misteri Gunung Merapi lebih cocok disebut film kolosal dibanding horor.
Si Manis Jembatan Ancol 2
Lancang rasanya kalau tidak buru-buru menuliskan judul legendaris ini dalam daftar. Udah beberapa kali didaur ulang, tokoh Mariam si hantu seksi tetap nyampe ke generasi saya lewat perantara Kiki Fatmala dalam Mariam: Si Manis Jembatan Ancol 2.
Premis Si Manis emang cocok banget sih dibuat sinetron berseri. Secara sederhana, Si Manis versi Kiki (karena ini yang saya tahu) menceritakan Mariam (Kiki Fatmala), hantu korban pemerkosaan dan pembunuhan, bersama Karina (Ozy Syahputra), korban tabrak kereta, bertemu berbagai macam hantu kemarin sore yang sedang bersedih akibat ulah manusia.
Dari sana, Mariam dan Karina bersatu-padu membantu sang arwah penasaran untuk membalaskan dendamnya masing-masing dengan cara (yang kebanyakan) membunuh si manusia. Mungkin ini satu-satunya sinetron yang di akhir acara ada adegan orang tewas, para hantu berpelukan sukacita, namun tetap bisa disebut happy ending.
Buat saya, Si Manis wajib hukumnya masuk daftar karena sukses memperlihatkan kapasitas hantu sebagai jagal. Kebanyakan, film hantu lain menempatkan hantu sekadar sebagai pemicu terjadinya sebab-sebab kematian. Misal, manusia ngacir ketakutan ngeliat kuntilanak sehingga enggak sengaja ketabrak mobil atau jatuh dari jurang. Tapi dalam Si Manis, para hantu ambil peran jadi algojo. Mereka merampas pistol manusia, mereka pula yang menarik pelatuknya. Dalam universe Si Manis, hantu enggak suka repot dan langsung eksekusi. Serem total.
Kutipan terbaik dari Mariam saat mengeluhkan ulah manusia destruktif yang entah kenapa masih beresonansi dengan kehidupan masa kini: “Yah, namanya juga manusia.”
Jadi Pocong
Dari semua nama dalam daftar, cuma sinetron ini yang saya tonton dengan berlindung di balik bantal sambil konsisten ngintip-ngintip ke tivi. Sumpah, sinetron ini kelewat serem buat saya yang masih SD, enggak pernah satu kali pun saya berani menantang layar kaca secara terbuka kalau scene udah masuk set malam hari. Benar-benar seram untuk ukuran sinetron yang ide ceritanya datang dari the legendary Mandra, salah satu pelawak paling lucu masa itu. Sinetron ini juga diproduksi rumah produksi milik Mandra, Viandra Production.
Cerita Jadi Pocong berpusat pada Mumun, seorang kembang desa yang meninggal dan dikubur tanpa dilepas tali kafannya. Luputnya pelepasan tali dipercaya membuat sang jenazah gentayangan, menjadikan ia pocong yang merasa urusannya di dunia belum selesai. Sang penggali kubur, diperankan Mandra, jadi pihak yang paling bertanggung jawab atas “bangkitnya” Pocong Mumun sekaligus jadi yang pertama disuguhi penampakan.
Dampak sinetron ini besar buat saya dan tetangga seusia saya kala itu. Apabila ada prosesi penguburan di lingkungan rumah, kami kompak berada di garis terdepan semata-mata untuk memastikan tali kafan dilepas si penggali kubur. Kami harus menyelamatkan kampung dengan pertanyaan kritis: ini tali pocong dah dilepas belum?
Tapi, satu hal yang sukses membuat Jadi Pocong masuk daftar sinetron horor terbaik adalah variasi skill set yang dimiliki pocong saat menakut-nakuti. Maksud saya gini: sebelum berkenalan dengan Pocong Mumun, saya tahunya pocong itu ya loncat. Bisa dibilang, ya gampang lah kaburnya. Tapi, Pocong Mumun memamerkan keahlian lain: doi bisa nge-drift, bergerak mulus sambil tetap berdiri tegak. Apa enggak bergidik tuh bulu kuduk?
Sinetron ini mencapai level horor tertinggi saat memasuki season kedua. Tersebutlah Jefri, mantan penggoda Mumun, meninggal dunia dan lagi-lagi Bang Mandra luput melepas tali pocongnya (hadeh). Jefri ini seremnya alamak jang! Selain matanya merah dan suka mangap-mangap macam drakula kalau lagi menampakkan diri, Jefri juga bisa TERBANG. Enggak cuma terbang, dia bahkan TERBANG DI SIANG HARI.
Gara-gara Jefri, nonton Jadi Pocong selalu saya lakukan di balik pelukan bantal, baik scene siang atau malam hari.
Di Sini Ada Setan
Alkisah ada sekelompok anak muda yang sangat disukai makhluk gaib sehingga dedemit ini senantiasa tertarik menampakkan diri di depan mereka. Persis Kogoro Mouri dalam serial Detektif Conan yang selalu menghadirkan kasus pembunuhan ke mana pun ia pergi, para remaja SMA pemeran utama film Di Sini Ada Setan terus dihadapkan pada gangguan makhluk gaib berbagai bentuk.
Berbeda dengan dua sinetron yang disebut dalam daftar ini sebelumnya, sinetron ini menjadikan anak muda sebagai pelaku, bikin generasi saya merasa relatable dengan kemungkinan bahwa setan punya ketertarikan lebih pada anak muda.
Satu hal yang dimiliki Di Sini Ada Setan namun tidak dimiliki dua sinetron sebelum ini adalah soundtrack ciamik. Utopia, lewat lagu “Antara Ada dan Tiada”, sukses bikin lagu horor ikonik yang sukses membangun rasa deg-degan pemirsa sejak opening. Melodi solo vokal Pia pada awal lagu tanpa iringan instrumen langsung ngebawa suasana seram, ngebayangin ngerinya kalau ngedenger suara itu pas lewat kuburan.
Saya pribadi cuma nonton Di Sini Ada Setan satu kali karena enggak kuat. Biasanya keesokan harinya saya minta teman di sekolah ceritain ulang, atau malah menjauh dari kerumunan pengulas episode apabila merasa mental ini tidak siap.