Mari Tuntaskan Debat Dua Kubu yang Sengit: Tim Masak Mi Pakai Air Galon VS Air Keran

Debat Viral di Indonesia Masak Mie Instan pakai air keran atau air galon

Ada satu hal di dunia yang nyatanya luput dari jangkauan, namun krusial untuk diselesaikan. Padahal, isu ini wajib disampaikan dan dibahas sejelas-jelasnya, sebaik-baiknya, agar tak ada lagi potensi perpecahan Indonesia.

Jadi, sejak awal pekan ini, ada netizen yang mengunggah polling iseng di media sosial soal metode memasak mi instan yang biasa dilakukan masyarakat. Sebenarnya, masyarakat lebih suka merebus mi menggunakan air keran atau air galon sih? Hasil poling itu menarik banget karena seimbang. Nah loh.

Videos by VICE

Diskusi ini juga membuat saya kaget. Sebagai yang sepanjang hidup masak mi pakai air keran, saya takjub sama keberadaan kelompok pengguna air galon. Apakah memang lebih baik ya? Tentu ini harus diluruskan, agar tidak menjadi fitnah di masyarakat.

Sekilas pendapat netizen dalam dua postingan di atas cenderung seimbang. Melalui akun pribadi, saya juga melakukan polling serupa. Hasilnya? Meski dominan menggunakan air keran, selisihnya enggak jauh-jauh amat.

Poin yang patut jadi perhatian utama polling adalah, ada kelompok yang lebih memilih air keran karena toh sama-sama direbus sehingga merasa bakterinya bakalan hilang kalau dididihkan. Sementara itu, tim air galon menganggap bakteri dan zat kimia dalam air keran tidak sepenuhnya hilang meski air sudah direbus.

Kalau ditarik lagi benang merahnya, berarti kan yang harus diselidiki sebenarnya hanya satu hal. Ketika kedua jenis air sama-sama direbus saat mau masak mi, air manakah yang lebih aman dikonsumsi? Apalagi ternyata—siap-siap tepok jidat—ada juga tim galon yang air galonnya dimasak sendiri dari air keran. Makin ribet enggak tuh.

Dengan sedikit pencarian internet, saya menemukan beberapa pertentangan soal aman-tidaknya konsumsi air keran.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKM UI) Umar Fahmi Achmadi pernah mengatakan bahwa selain bakteri, bahan kimia kemungkinan juga terkandung pada air tanah atau pipa PDAM yang telah tercemar. Zat macam ini enggak akan hilang meski dididihkan.

“Kalau bahan kimia direbus agak sulit diubah jadi tidak beracun. Misalnya, merkuri kan enggak bisa hilang itu. Ibaratnya rebus air ada plastiknya sampai 100 derajat Celsius, bakterinya mati, tapi plastiknya kan masih ada,” kata Umar kepada Kompas. Kalau bahan kimia ini kemudian masuk ke tubuh dalam jumlah berlebih, maka manusia bisa kena penyakit macam diare atau gangguan endokrin.

Untuk mencari opini medis pelengkap soal keampuhan merebus air dalam membunuh bakteri. Kami menemukan pendapat O. Peter Snyder, peneliti makanan sekaligus konsultan senior industri makanan Amerika Serikat. Kepada New York Times, Snyder mengaku semua bakteri aktif, termasuk Salmonella dan E. coli yang biasa terdapat di air, akan terbunuh kalau dibiarkan dalam suhu 150 derajat selama semenit.

Khusus bakteri bernama Clostridium botulinum, pemusnahannya butuh 10 menit dulu di air mendidih. Nah, perkara apakah kalau direbus dengan suhu segitu panas dalam waktu lumayan panjang air akan menguap, kami serahkan sepenuhnya pada netizen.

Air tanah atau PDAM kok kedengeran bahaya ya? Terus gimana dengan air isi ulang dalam galon itu? Menurut Dr. R. Budi Haryanto dari FKM UI, air isi ulang juga enggak bebas-bebas banget dari bakteri. Standar penyaringan perusahaan yang pakai sinar ultraviolet emang baik, tapi enggak menjamin bakteri E. coli akan hilang sepenuhnya. Budi lalu menyarankan air galon tetap direbus sebelum dikonsumsi. Hahaha.

“Rata-rata 50 persen air isi ulang tersebut mengandung bakteri E. coli. Karenanya masyarakat disarankan untuk memasaknya kembali sebelum diminum,” ujar Budi dikutip Detik. Budi juga merujuk penelitian mahasiswa FKM UI pada 2009 bahwa risiko diare bayi peminum langsung air galon tiga kali lebih besar daripada yang merebus lagi air galon itu. Selain itu, proses suling air isi ulang juga rentan kesalahan manusia. Karena sama-sama direbus dan sama-sama ada kandungan bakteri, jadi ya tetap aja semua bergantung pada proses perebusan.

Kalau kata situs Hello Sehat, saat memilih mengonsumsi langsung air galon, kita tetap harus memperhatikan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menunjukkan produk udah sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Lalu, juga harus dicek tanggal kedaluwarsanya. Meski air tidak bisa basi, tapi galon yang berbahan plastik bisa saja terkontaminasi bakteri dan zat kimia beracun kalau udah kelamaan digunakan.

Haduh, setelah dicari-cari kok malah semakin cemas hidup ini. Apa baiknya demi kenyamanan bersama kita enggak usah minum air dan makan mi? Usul, kita bisa bareng-bareng pindah makan sayuran “berair” macam selada atau timun, lebih sehat juga kan. Eh, tapi kamu biasa nyuci sayurannya pakai air mateng apa air keran?

Ya Tuhan, enggak habis-habis masalah hidup ini. Emang ya, apa-apa kalau dipikir malah bikin parno.