Artikel ini pertama kali tayang di Noisey.
Awal minggu adalah waktu yang tepat memburu musik-musik baru. Sayangnya, kita kadang kebingungan mulai dari mana. Karena itulah, tiap minggu tim redaksi Noisey menyusun daftar album, mixtape, atau EP yang bisa kamu putar seminggu penuh. Kalian juga bisa mencoba lagunya langsung lewat pemutar streaming di artikel ini. Kami sadar rekomendasi tersebut tidak mungkin bisa komprehensif menggambarkan yang sedang seru dari kancah musik. Setidaknya kami berharap usulan kami membantu kalian menemukan musik-musik baru yang menghibur. Jadi, silakan membaca daftarnya!
Videos by VICE
Margo Price: All-American Made
Album ini menggambarkan semangat khas Amerika. Yakni berjuang untuk bertahan di negara yang sebetulnya makin tidak layak huni. Tapi kita harus terus berjuang demi keluarga. Kadang, perjuangan itu tak melulu harus melarat-larat. Lagu “A Little Pain” misalnya, justru terasa riang dan kocak liriknya. Namun, di lagu seperti “Pay Gap”, Price bernyanyi lebih serius. Membahas ketimpangan gaji berbasis gender. Price bernyanyi dengan suara lembut, tapi terasa rasa sakit di sana. Dia sudah mengalami banyak era pemerintahan AS. Masing-masing memberi luka yang mendalam bagi warga biasa sepertinya. Ancaman perang nuklir, kebejatan AS jadi makelar senjata ke seluruh dunia, hingga sekarang tingkah Trump yang tak bisa diprediksi. Suaranya adalah renungan penting bagi kita. Sayang, musik sebagus ini seringkali terpental dari perhatian, tenggelam di palung terdalam kegelapan hati manusia. —Matt Williams, Margo Price, True American Badass, Wants Her Country to Do Better
Bell Witch: Mirror Reaper
Dylan Desmond adalah vokalis sekaligus basis band doom metal asal Seattle: Bell Witch. Dia selama ini dikenal karena konsisten bernyanyi tentang kematian, sejak Bell Witch terbentuk. “Saya selalu suka cerita hantu,” ujarnya. Album Mirror Reaper, karya paling ambisius band ini, menghadirkan cerita yang menghantui kita. Jauh lebih seram dari cerita hantu jurit malam manapun. Dari sisi musikalitas, sound yang diproduksi album ini sangat matang, ada tribute untuk mengenang Adrien Guerra, drummer lama yang meninggal ketika Mirror Reaper sedang masuk tahap penulisan. —Joseph Schafer, Bell Witch’s New LP Is a Loving Tribute to Former Drummer Adrien Guerra
Circuit des Yeux: Reaching for Indigo
Haley Fohr, lebih dikenal berkat moniker Circuit des Yeux, kini menghasilkan album kelima. Album ini dibuat sebagai rasa syukur karena dia masih diberi umur panjang. Tahun lalu, musisi perempuan 28 tahun ini pingsan di apartemennya. Dia muntah-muntah. Setelah kembali sehat, dia memutuskan pindah, lalu memulai hidup baru yang lebih sehat. Album ini, dengan kata lain, dibuat berdasarkan ilham. “Tujuannya adalah saya ingin Haley menjadi Circuit des Yeux, lalu Circuit des Yeux menyatu pula dengan sosok Haley,” begitulah kata-katanya yang tercetak di liner note album. Musiknya sekarang lebih bernuansa baroque, mengajakmu bertualang menjelajahi setiap sudut bebunyian di dalamnya. Sayang, karena bergabung sama label Drag City, kalian hanya bisa memakai Apple Music untuk mendengarkan album baru Circuit des Yeux. Opsi lainnya ya beli di Bandcamp. —Alex Robert Ross
Destroyer: ken
Album ini melanjutkan lagi tradisi Destroyer merilis album bagus. Terakhir mereka merilis karya adalah Poison Season pada 2015. Dalam album Ken, Dan Bejar sebagai frontman band ini tampaknya ingin memberi penghormatan kepada idola mereka: Suede. Terutama lagu Suede berjudul “The Wild Ones”. Lagu itu konon awalnya hendak diberi judul Ken. “Lagu [The Wild Ones] adalah salah satu balada Bahasa Inggris terbaik dalam 100 tahun terakhir,” kata Bejar. Destroyer memang bisa mengingatkan kita pada Suede. Lirik-liriknya puitis, tapi tidak mendayu. Ada kegamangan di sana. Sapuan gitarnya juga bisa memicu rasa sedih. Sound dalam album Ken mengingatkan kita pada gelombang new wave 80’an yang pernah menyapu Inggris dulu. —ARR
Odonis-Odonis: No Pop
Jahat tapi juga terdengar penuh kemungkinan. Demikianlah nuansa album terbaru dari Odonis-Odonis, trio industrial synth asal Toronto. Kita seakan dibawa ke lanskap hampa udara, tapi banyak suara di sana. Dibanding rilisan awal band ini, album No Pop lebih terasa berani. Trio ini berani menjelajahi sudut-sudut gelap industrial, mengeksplorasi setiap kemungkinan. Walau suram, kau tetap bisa berdansa dengan lagu-lagunya. Mungkin tidak cocok untuk pesta, tapi akan pas bila kau tertarik berdansa sendirian dalam kamar. Merenungkan gelapnya hati manusia. —ARR
Jessie Ware: Glasshouse
“Midnight”, “Selfish Love”, dan “Alone” adalah tiga single yang dirilis berdekatan untuk memperkenalkan album baru penyanyi RnB luar biasa asal Inggris ini: Jessie Ware. Dia makin matang di album ketiganya. Dramatik, lembut, dan sesekali terasa menghanyutkan. Jessie adalah penyanyi sekaligus penulis lagu dengan bakat komplet. Sayang, dia hadir di era yang keliru. Dia pasti jadi bintang besar seandainya American Idol masih populer dan tangga lagu Billboard masih ada maknanya. Tapi, tak bisa dipungkiri, album ini adalah pop paripurna. Bintang tamunya tak kalah mengasyikkan. Mulai dari Ed Sheeran, Nico Segal, Giuseppe Palladino dari The Who, sampai Francis Starlight. Ketika Segal melakukan improviasasi di salah satu track, itulah titik puncak album ini. Momen itu terasa aneh, tapi agung sekaligus. —ARR