Artikel ini pertama kali tayang di THUMP.
Musisi kelahiran Al-Jazira yang kini bermukim di Turki, Omar Souleyman, akan mengeluarkan album debutnya di bawah bendera label Mad Decent, To Syria, With Love . Album terbaru Souleyman kental isian keyboard yang rumit dan aransemen perkusif. Album ini akan jadi semacam album nostalgia sekaligus perhormatan Souleyman tehadap kampung halamannya, Suriah, yang sudah ditinggalkannya enam tahun lainnya. Menjelang penampilannya di Moogfest di Durham, North Carolina , kami meminta Souleyman menceritakan musik populer Suriah yang paling mempengaruhinya. Dengan bantuan penerjemah, Souleyman membalas permintaan kami dengan daftar musisi penting Suriah yang memainkan genre shaabi, serangkaian lagu folk pedesaan yang bisa secara kasar diterjemahkan menjadi “musik populer” atau “musik kelas pekerja.”
Videos by VICE
Omar Souleyman: kira-kira awal 1990-an, Suriah mendadak keranjingan shaabi. Saya sebenarnya tak tahu kapan Shaabi mulai ada, tapi menurut perkiraan saya sih genre ini mungkin sudah ada bebeberap dekade sebelumnya. Tiap kawasan di Suriah, seperti Al-Jazira—daerah di timur laut Suriah tempat saya berasal—Tartus, Aleppo, Deir ez-Zur, dan Latakia punya gaya Shaabinya masing-masing.
Shaabi adalah puisi yang disenandungkan—satu lagu yang sama bisa terdengar berbeda jika dinyanyikan dua penyanyi berbeda. Lirik-lirik shaabi banyak membahas cinta, intrik romantis dan masalah rumah tangga—miriplah seperti tema dalam lagu-lagu saya. Biasanya, lagu-lagu Shaabi diiringi instrumen live khas suatu daerah misalnya percussion, saz, zornas, quanun, rebab, dan berbagai alat tiup kayu. Shaabi biasanya dimainkan dalam acara kawinan, atau pesta-pesta yang menyertakan tarian. Tapi, orang-orang juga menikmati shaabi dalam mobil, di jalanan dan di toko-toko.
Shaabi pada umumnya adalah musik pedesaan—musi kelas pekerja dan mereka yang bekerja di ladang. Tentu saja, anda tak boleh gegabah mengasosiasikan shaabi sebagai musik yang hanya didengarkan orang miskin. Jangan salah, banyak juga orang kaya yang tinggal di kawasan pedesaan Suriah. Hanya saja, harus diakui shaabi jarang sekali mampir ke kuping kelompok terdidik di perkotaan Suriah. Kelas menengah menganggapnya sebagai “musik sampah.”
Pada 1996, saya merilis “La’ber 3ala Turkiyya” dalam gaya shaabi. Lagu itu laris manis dan semua orang di Suriah menirukan cara saya bernyanyi—lagu saya bahkan jadi korban plagiarisme. Mulai 2000-an, hampir seantero jazirah Arab mendengarkan dan menyanyikan Shaabi. Di Beirut, Kuwait, Uni Emirat Arab, sampai Arab Saudi—yang menerapkan pemisahan kursi tamu lelaki dan perempuan saat pesta—lagu-lagu Shaabi dari Suriah diputar tanpa henti.
Setiap penyanyi Arab yang ingin namanya meroket harus terlebih dulu memulai karir dengan Shaabi. Bahkan Najwa Karam—penyanyi kenamaan Libanon—baru-baru ini menjajal Shaabi. Jadi, bisa dibilang shaabi punya pengaruh luas dalam kancah musik Jazirah Arab; para penyanyi mulai melirik shaabi supaya melebarkan basis penggemar di berbagai kalangan. Perlu saya garisbawahi bahwa penyanyi populer ini tak memainkan shaabi seperti bagaimana genre ini dimainkan di Suriah. Penyanyi-penyanyi kondang ini hanya bernyanyi dengan iringan keyboard tunggal, tak ada yang didampingi full band. Begitulah, gaya shaabi tak harus diiringi sebuah band lengkap, cukup keyboard yang dilengkapi sampling, sound instrumental, dan beat statis.
Di bawah ini adalah deretan penyanyi shaabi Suriah yang karyanya saya kagumi. Mereka jadi inspirasi saya bermusik.
1. Saad Al Harbawi — “Wardina”
Saad al Harbawi berasal dari provinsi Al-Jazira yang terletak di timur laut Syria—kami tinggal di satu kota yang sama. Harbawi punya suara yang kuat dan merdu. Cara biduan ini bernyanyi sangat spesial. Harbawi buta sejak lahir. Matanya tak pernah mengenal bentuk tubuh perempuan, perhiasan dan make up serta warna rambut mereka. Adalah suatu yang luar biasa ketika dia bisa menggambarkan perempuan dengan begitu hidup, meski tak pernah sekalipun melihatnya.
Ketika mulai belajar bernyanyi, saya menyanyikan semua lagi Harbawi dan mempelajari gayanya secara mendalam. Suaranya sangat tajam dan menusuk—ini yang bikin saya kesengsem—sekaligus halus dan menggoda. Liriknya juga tak kalah tajam. Harbawi adalah guru dan inspirasi terbesar saya. Dia adalah penyanyi shaabi tertua yang kami tahu—simbol genre ini bagi mereka yang mengenal dan menghargainya.
Dalam lagu “Wardina,” Saad Al Harbawi bernyanyi tentang gadis yang memakai tindik hidung dari emas. Di kawasan Al-Jazira, perhiasan macam itu dikenakan untuk menegaskan kecantikan seorang perempuan. Lelaki dalam lirik lagu ini tengah bersenandung bagi tunangannya. Dia menggambarkan betapa berharga sang tunangan baginya dan sedalam apa cintanya. Sebagai balasan, sang gadis menjawab bahwa kata-kata sang lajang sudah menyentuh hatinya. Lirik seperti inilah yang menjadikan Wardina nomor wajib dalam pesta keluarga dan perayaan pernikahan.
2. Saad Al Harbawi — “Molayya”
“Molayya” adalah lagu tradisional Suriah. Asalnya dari kota Ar-Raqqa. Belakangan, penduduk Al-Jazira mulai menyanyikan dan mendengarkan lagu ini. Seperti “Wardani”, lagu ini juga menggambarkan keanggunan seorang perempuan. Dalam liriknya, seorang lelaki dikisahkan tengah memuji-muji kecantikan rupa seorang perrempuan. Biasanya, orang menari dabke sembari mendengarkan lagu ini ketika menghadiri acara perkawinan.
3. Hamid Al Fourati – “Cholaki”
Hamid Al Fourati adalah penyanyi Suriah yang dipuja semua kalangan di Suriah. Dia berasal dari Kota Aleppo. Namanya dengan cepat meroket, kendati belum seterkenal Harwabi—mungkin baru setengahnya saja. Fourati punya modal suara yang indah dan kepribadian yang menarik. Dia terlihat sangat bahagia dan kebahagiannya terpancar dalam tiap lagu yang ia nyanyikan.
“Cholaki” adalah lagu terkenal tentang seorang lelaki yang mencintai perempuan yang tak membalas perasaannya. Walau ditolak, si lelaki terus berusaha menghibur pujaan hatinya yang sedang sedih. Topik cinta bertepuk sebelah tangan yang sangat klasik.
4. Haidir Al Naser – “Abu Smeera”
Haidir Al Naser berasal dari Hasakah—tepatnya dari kota Shaddadi. Naser mulai menyanyi sekitar 1997. Namanya dikenal meski tak begitu populer. Saya menyukai Naser karena dia adalah seorang lelaki bersuara indah dan performanya apik. Naser adalah lelaki rendah hati dan baik. Itu dengan jelas tergambar dari caranya bernyanyi.
Lagu dalam video ini umumnya dinyanyikan dalam pesta pernikahan. Dalam lagu itu, Naser bernyanyi tentang perempuan berparfum wangi yang berjalan melewati kerumunan orang. Tak ayal, mereka mulai memuji kecantikan dan parfum yang dia kenakan. Sayang, sang perempuan mengabaikan pujian-pujian itu. Orang-orang dalam lirik lagu ini menggambarkan sang perempuan sebagai seorang “ratu kecantikan.”
5. “Walla lo rooh el Halep” —Ahsen Al Hasan
Ahsen Al Hasan datang dari daerah Qamishli. Dia bernyanyi dengan enteng namun penuh intensitas. Sepintas, menyanyi adalah pekerjaan sepele baginya. Warna suara Hasan bukan jenis suara yang saya kagumi, tapi tetap sangat menyukai Hasan. Entahlah apa yang terjadi padanya. Hasan berhenti bernyanyi dalam pesta-pesta pernikahan. Sesungguhnya lagu-lagu Hasan sangat indah. Banyak orang menyukai Hasan.
Lagu ini bercerita tentang pemuda yang berjanji memberikan hadian pada seorang gadis dengan harapan sang gadis akan jatuh cinta padanya. Bisa dibilang, ini lagu tentang cinta yang tak terbalas. Saya belum pernah sekalipun menyanyikan lagu ini. Tapi yang pasti, lagu ini diputar dalam pesta pernikahan, acara kumpul keluarga atau ketika seorang woles dan tak punya kegiatan berarti.