Sekarang sudah 2019, tapi ternyata masih ada saja kesan ayah ngurusin anak di rumah adalah laki-laki pecundang. Setidaknya begitulah yang dikatakan sejumlah besar warga Korea Selatan dan beberapa negara lain ketika ditanyakan soal bapak rumah tangga.
Awal tahun ini, perusahaan riset pasar Ipsos merilis studi dengan data dari 27 negara tentang sikap global terhadap kesetaraan gender. Salah satu responden berpendapat, “Mereka gagal jadi laki-laki kalau cuma ngurusin rumah dan anak.”
Videos by VICE
Bagi negara-negara yang berada di peringkat teratas, lelaki sejati bekerja di luar bukan menjadi bapak rumah tangga. India dan Brasil menyusul Korea Selatan yang menduduki posisi nomor satu.
Walaupun Korea Selatan cukup maju di beberapa sektor (perekonomiannya 12 terbesar di dunia berdasarkan PDB), kesadaran warganya akan kesetaraan gender cukup rendah.
Forum Ekonomi Dunia membandingkan partisipasi perempuan dengan laki-laki di Korea Selatan dalam Laporan Kesenjangan Gender Global 2018. Mereka menemukan posisi perempuan rendah hampir di semua kategori selain harapan hidup. Kesenjangan pendapatan yang besar membuat Korea Selatan menduduki peringkat 121 dari 149 negara perihal kesetaraan ekonomi. Negeri Ginseng berada di posisi 133 dalam hal perempuan yang mengisi legislatif, manajerial, dan posisi senior. Menurut Bank Dunia, hanya ada 17 persen perempuan yang menjabat sebagai anggota parlemen di KorSel.
Masih berlakunya stereotip mengurus rumah adalah pekerjaan perempuan menunjukkan betapa budaya patriarki masih berakar kuat di masyarakat. Hingga jatuhnya dinasti Joseon pada 1910, struktur sosial, ekonomi dan politik kebanyakan diubah menjadi masyarakat Neo-Konfusianisme yang didominasi laki-laki.
Pemerintah Korea berupaya mengubahnya, dengan memberlakukan sejumlah langkah menghentikan “realitas memalukan”.
Mengaku sebagai “presiden feminis”, Moon Jae-in berjanji akan melibatkan perempuan dengan meningkatkan peran Kementerian Kesetaraan Gender, menghilangkan kesenjangan ekonomi, dan mengangkat lebih banyak menteri perempuan.
India berada di peringkat kedua dalam daftar Ipsos, dengan persetujuan sebanyak 39 persen. India sudah lama dikenal menjunjung tinggi patriarki. Sistem kepercayaan seperti patrilineality dan patrilocality mengembangkan pola pikir anak laki-laki lebih diinginkan daripada perempuan. Itulah mengapa praktik kekerasan terkait mahar, pembunuhan demi kehormatan (honour killing), dan kekerasan seksual sangat lazim terjadi di sana. Rasio jenis kelamin maskulin juga semakin meningkat di India.
Seperti Korea Selatan, pemerintah India mulai mengambil tindakan afirmatif dan mengatasi masalah kekerasan dan ketidaksetaraan gender. Hukum kekerasan seksual diperketat, dan instrumen HAM internasional diperkenalkan untuk mewujudkan kesetaraan gender.
Namun, Laporan Kesenjangan Gender menunjukkan kita membutuhkan 108 tahun untuk mencapai kesetaraan dalam skala global. Betapa menyedihkan kita baru bisa terbebas dari jeratan seksisme dan diskriminasi gender ratusan tahun lagi.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.