Pemerintah Jepang bingung melihat generasi muda jarang mengonsumsi alkohol, yang menyebabkan anjloknya penjualan minuman keras dan pendapatan pajak. Karena itulah, sebuah kampanye diluncurkan dalam rangka membangkitkan kembali budaya minum di Jepang.
Diawasi Badan Pajak Nasional Jepang, kampanye “Sake Viva!” mengajak semua anak muda berusia 20-39 untuk menuangkan ide kreatif yang dapat meningkatkan ketertarikan rekan-rekan sebaya mereka terhadap minuman beralkohol.
Videos by VICE
Konsumsi minuman keras di Negeri Sakura telah mencapai titik terendah sejak 1989. Sektor industrinya juga mendapat hantaman cukup keras gelombang pandemi Covid-19. Pada 2020, pajak yang dihasilkan dari penjualan alkohol merosot jadi 1,7 persen, tak seberapa dibandingkan dengan 3,5 persen sekitar satu dekade lalu.
Kontes tersebut sontak menuai protes, dan dinilai mengorbankan kesehatan anak muda demi menggenjot penerimaan pajak. Namun, Ryo Tsukamoto selaku juru bicara Divisi Pajak Minuman Keras membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, langkah ini diambil hanya untuk mendorong pertumbuhan industri.
“Alkohol bisa menghilangkan stres apabila diminum dalam jumlah yang tepat. Ada efek positif dari minuman ini,” tukasnya saat dihubungi VICE World News.
Ekonom Hidetomi Tanaka mengaku “malu” melihat Jepang mengambil langkah yang bertentangan dengan tren global, yang mendorong kaum muda menjalankan gaya hidup sehat.
“Badan pajak tampaknya ingin meningkatkan keuntungan dengan mengorbankan kesehatan anak muda,” terangnya.
Rata-rata orang dewasa di Jepang dilaporkan mengonsumsi sekitar 100 liter minuman keras pada 1995, yang turun menjadi 75 liter pada 2020. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan rata-rata orang Jepang minum delapan liter alkohol pada 2016, dibandingkan dengan tiga negara ‘pemabuk’ terbesar yaitu Korea Selatan (10,2 liter), Amerika Serikat (9,8 liter) dan Moldova (15,2 liter).
Naoko Kuga, peneliti senior yang mendalami perilaku konsumen alkohol di Nissay Basic Research Institute, menyebut populasi Jepang yang kian menua juga menjadi alasan mengapa konsumsi alkohol di dalam negeri semakin menyusut.
“Sebagian besar peminum alkohol adalah laki-laki berusia 40 dan 50-an. Dengan turunnya populasi Jepang, kelompok usia tersebut juga semakin berkurang,” Kuga menjelaskan.
Selain itu, semakin banyak orang sadar akan bahaya alkohol bagi kesehatan tubuh. Negara-negara maju telah melihat peningkatan tren ini, seperti Kanada dan Australia yang konsumsi alkoholnya turun lebih dari 10 persen pada 2016. Inggris juga mencatat penurunan sebesar 11 persen pada periode yang sama, sepanjang 2010-2016.
Namun, penelitian yang terbit di Lancet pada 2019 menunjukkan informasi yang berbanding terbalik. Rata-rata konsumsi global telah meningkat, yang sebagian besar didorong oleh negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, seperti Vietnam, India dan Tiongkok.