Dokumen Foto 20 Tahun Perkembangan Gaya Rambut Mohawk

Artikel ini pertama kali tayang di i-D

Ed Templeton berkenalan dengan kultur skateboarding di masa SMP, pertengahan era 1980’an. Skateboard menjadi pintu masuknya ke subkultur lain: punk. Selama dua dekade sesudahnya, Ed merekam perkembangan tren subkultur punk lewat mata kamera.

Videos by VICE

“Memiliki papan skateboard memberi saya akses ke tongkrongan anak-anak, yang pada saat itu biasanya saya hindari. Anak-anak punk terlihat keren, tapi bikin saya ngeri,” kenang Templeton tentang komunitas punk di Huntington Beach. “Tiba-tiba mereka mengatakan, ‘Kamu main skate juga kan? Sini nongkrong bareng.’ Ini membuka saya ke dunia yang baru. Mereka mulai memberikan kaset macam Dead Kennedys. Saya mulai lebih sering skating. Saya ingat diterima oleh anak-anak punk tersebut, dan semuanya berlanjut dari situ.”

Di jumpa pers pameran terbarunya, Hairdos of Defiance, Templeton mengingat pengalaman di satu pagi ketika salah satu teman punk masa remajanya, Ron Hanstein, berjalan masuk ke dalam SMP Ethel Dwyer dengan rambut mohawk kusut berdiri tegak. “Saya bertanya kenapa rambutnya bisa kaku begitu dan dia mengatakan, ‘putih telur dan agar-agar Knox.’ Dia diusir dari sekolah pada hari itu.”

Serupa dengan proyek Templeton lainnya, Teenage Smokers dan Teenage Kissers yang berfokus di sosok perokok remaja dan adegan bercumbu remaja, Hairdos od Defiance merupakan koleksi dari foto-foto pencinta rambut mohawk. Foto-foto dari bentuk pemberontakan folikular ini diambil dalam rentang waktu dua dekade terakhir, ketika Templeton setiap harinya mengunjungi Huntington Beach Pier. Begitu pula ketika dia berkelana ke berbagai negara, keliling dunia. Sama seperti foto-foto terbaiknya, pameran ini menangkap citra mohawk sebagai gaya rambut eksentrik dalam situasi keseharian, penuh elemen humor dan empati.

Sebelum pembukaan pamerannya di Galeri Roberts Projects, Los Angeles, Templeton bersedia kami wawancarai, menjelaskan penyebab dia sendiri tidak pernah menjajal punya rambut mohawk, tapi mengagumi mereka yang memilikinya.

Halo Ed, apa alasanmu bikin pameran foto-foto rambut mohawk?
Ed Templeton: Semua muncul dari nama pameran dulu. Teman saya Mike Burnett adalah seorang fotografer untuk majalah Thrasher. Kami sering tur skating bareng. Suatu waktu, kami melihat segerombolan anak-anak dengan gaya rambut mohawk. Mike mengatakan, “Liat tuh, bentuk rambut pemberontakan [hairdos of defiance].” Saya suka sekali dengan istilah tersebut dan terus mengingatnya, “hairdos of defiance.” Jadi setiap kali saya melihat seseorang dengan rambut mohawk, saya berpikir, “Nah itu hairdo of defiance.’ Ketika Roberts Projects mengajak saya melakukan sesuatu di ruang proyek mereka, saya mulai memikirkan apa yang bisa saya taruh di sana, dan nama tersebut muncul di kepala. Saya mulai melihat arsip-arsip foto saya dan menyadari bahwa saya sering mengambil foto bocah-bocah bermohawk. Kalau saya melihat mereka di jalanan, pasti saya ajak ngobrol, atau meminta foto mereka. Saya tidak berpikir akan mengkoleksinya sebagai seri, itu sesuatu yang saya lakukan iseng-iseng aja.

Banyak foto-fotomu diambil secara spontan. Tapi sepertinya obyek-obyek fotomu menyadari sedang diambil gambarnya. Apa kamu punya pendekatan tertentu soal seni fotografi?
Secara umum, saya tidak segitu beraninya. Saya memiliki cara untuk bisa mendekati seseorang, tapi biasanya tidak mencoba memulai percakapan karena saya tidak ahli bercakap-cakap. Ada beberapa foto mohawk yang memang diambil langsung, tapi biasanya sulit mendapatkan foto mohawk yang bagus kecuali orangnya berdiri diam. Jadi kalau saya melihat mohawk yang keren, saya akan mendekati orangnya dan meminta izin untuk memfoto mereka. Ketika melakukan ini, saya menyadari saya datang dari generasi ketika mohawk masih ditakuti. Pada 1985, ketika saya mulai main skate dan mendengarkan musik punk, sebuah mohawk seolah mengatakan “Jangan mendekati saya.” Tapi sekarang, di 2000an, mohawk itu seperti mengatakan, “Eh, coba liat deh ini”. Ketika saya mendekati anak-anak ini, beberapa terlihat menakutkan, tapi saya menyadari mereka justru ingin difoto. Itulah sebabnya mereka menghabiskan waktu menata rambut seperti itu. Kebanyakan orang senang fotonya diambil. Setelah beberapa saat, saya menjadi semakin berani.

Di pembukaan pameran, kamu bercerita soal teman yang dikeluarkan dari sekolah akibat punya rambut mohawk. Ceritamu menegaskan mohawk sebagai “rambut pemberontakan terhadap otoritas”. Apakah sampai sekarang kamu masih percaya gagasan tersebut?
Mohawk memang memiliki konotasi antikemapanan dari zaman pramodern. Suku Indian asli mengusung mohawk untuk mengintimidasi musuh ketika hendak bertempur. Ada sebuah batalion parasutis AS di Perang Dunia II yang mengusung mohawk guna membuat diri mereka terlihat gila. Ketika anak-anak punk di 70an di London mulai mengusung gaya rambut ini, mohawk menjadi bentuk perilaku anti-sosial. Punya mohawk semacam cara tanpa kata mengatakan ‘fuck you’ pada para penguasa otoritas. Ini adalah model rambut yang selalu bermaksud untuk menjadi antagonis.

Bagaimana caramu memilih foto untuk pameran?
Sebuah proyek besar tengah berusaha mendigitalisasi semua arsip saya. Semua karya saya diambil menggunakan film, jadi saya telah menghabiskan waktu memindai semuanya dan menandai mereka. Hampir semuanya sudah terarsipkan secara digital di mana saya bisa mencari kata “mohawk” dan menemukan foto dari 1998 sekalipun. Banyak proyek saya terjadi karena saya tidak sengaja mencari gambar untuk seri apapun. Dan karena itu, ada sedikit lebih banyak kedalaman. Kadang orang memulai sebuah ide proyek, dan menghabiskan waktu dua tahun melakukannya. Mungkin hasilnya bagus, tapi tetap saya itu hanya karya dalam kurun dua tahun. Karya saya mundur beberapa dekade. Setelah saya mendapatkan semua foto dengan tanda “mohawk,” atau “potongan rambut gila,” saya mulai memilih yang paling bagus. Beberapa tidak setajam lainnya atau saya gagal menangkap momennya. Beberapa mohawk emang dasarnya lebih keren aja sih.

Ada sosok yang kamu foto berkali-kali selama ini?
Ada seorang lelaki di Huntington Beach yang mengusung mohawk, dan dia kadang leyeh-leyeh di pantai membaca buku dengan rambut mohawknya berdiri tegak. Saya mengambil foto dia berkali-kali selama ini tanpa sadar bahwa dia orang yang sama. Dia akhirnya masuk dalam buku dua kali. Ada juga seorang lelaki dengan rambut spike Liberty hijau yang masuk di buku dua kali.

Kamu memotret komunitas punk dari negara lain. Adakah perbedaan gaya mohawk dari setiap wilayah?
Ini tidak terpikir oleh saya sebelumnya, tapi ketika di London, mohawknya terlihat sangat bersih. Disisir dengan baik dan rapi. Di California, mohawknya agak awut-awutan. Keliatan banget dibentuk menggunakan tangan.

Kamu sendiri sempat punya gaya rambut yang gila gak?
Enggak, dan sebagian alasan saya tertarik dengan anak-anak ini adalah karena saya sendiri tidak bisa melakukannya. Ada dua alasan: persepsi saya soal punk justru adalah kebalikan dari rambut mohawk. Ide bahwa kamu menghabiskan waktu sejam menata rambut, dan secara hati-hati mencoba mendapatkan imej tertentu tidak masuk akal bagi saya. Saya datang dari sisi Fugazi, di mana lebih penting berpakaian seadanya dan tidak menghabiskan banyak waktu memikirkan gaya rambut. Tapi di sisi lain, saya tidak memiliki keberanian untuk melakukannya! Saya kagum bahwa orang keluar dari rumah dan berinteraksi dengan masyarakat setiap harinya dengan rambut seperti itu. Saya kagum karena saya sendiri tidak mau, atau tidak bisa melakukannya.

Jika ingin mengetahui lebih lanjut soal seri foto rambut Mohawk ini, sila baca katalog pameranyang dipublikasikan Deadbeat Club. Di dalamnya terdapat esai dari Templeton. Jika ingin melihat karya-karya Templeton lainnya, klik tautan berikut.