Entertainment

Soundtrack Dokumenter Basket ‘The Last Dance’ Menghidupkan Kembali Musik 90’an

The Last Dance Soundtrack

Dalam episode pertama The Last Dance, penonton melihat lagi momen Michael Jordan muda bergabung dengan Chicago Bulls pada 1984. Pemuda itu tidak hanya bertekad mencuatkan namanya di sejarah NBA, tapi menjadi pemain terbaik dalam sejarah olahraga basket. Kumpulan rekaman awal-awal karir bersama Bulls ditandai ketika Jordan mendaratkan sebuah dunk spektakuler, dengan lagu “I Ain’t No Joke” dari Erik B dan Rakim mengiringi di latar.

Bolanya merangsek masuk ke jala tepat ketika Rakim mengucapkan kata “joke.” Rekaman tersebut sungguh magis, cocok menjadi pembuka kisah Michael Jordan yang nantinya membuktikan diri sebagai salah satu olahragawan terbaik sepanjang sejarah.

Videos by VICE

Jas super gombrong yang dikenakan Jordan di era menjadi salah satu highlight serial dokumenter ESPN tersebut. Namun, jangan lupakan juga soundtrack luar biasa yang menemani rekaman-rekaman lawas NBA yang dengan sendirinya pun sudah sangat memukau.

“Saya hampir hafal semua pertandingan-pertandingan Jordan yang dicuplik dalam dokumenter ini,” ujar penata musik serial dokumenter tersebut, Rudy Chung, pada Noisey. “Saya punya kaset rekaman Pistons di era kejuaraan mereka selama dua tahun. Saya menonton semua kaset tersebut sampai pitanya rusak.”

Warga asli Detroit berumur 43 tahun tersebut menghabiskan waktu lebih dari dua tahun mengerjakan The Last Dance. Berkolaborasi dengan sutradara Jason Hehir, dia menciptakan soundtrack bagi salah satu kisah olahraga paling ikonik sepanjang sejarah. Sebagai penggemar berat basket, terutama sebagai penggemar Detroit Pistons, musuh bebuyutan Bulls, dokumenter tersebut merupakan projek impian Chung. Ketika Hehir, yang bekerja sama dengannya di dokumenter Andre The Giant (2018) menyebutkan tentang projek ini beberapa tahun yang lalu, Chung mengakui dia harus memohon-mohon agar diikutsertakan.

“Saya bilang, ‘bro, saya harus ikut mengerjakan ini bareng kamu. Tidak ada pilihan lain. Saya akan melakukan apapun. Ini adalah tipe proyek yang rela saya kerjakan secara cuma-cuma’,” kata Chung, yang kini tinggal di Los Angeles, saat dihubungi lewat telepon. “Dokumenter ini adalah tipe proyek yang kamu sangat idam-idamkan, dan saya sangat beruntung dia mau mempekerjakan saya.”

Ada juga rekaman lucu pasca kemenangan Bulls terhadap Pistons era Bad Boys di Final Konferensi Timur 1991. Ketika sedang merayakan kemenangan di sebuah pesawat pribadi, manajer tim Jerry Krause berusaha melakukan tarian running man diiringi lagu “How You Like Me Now“-nya Kool Moe Dee.

Tapi yang paling mengesankan adalah video rekaman highlight Jordan yang dipasangkan dengan lagu “Partyman” karya Prince, dari soundtrack film Batman (1989). Bulu kuduk saya berdiri ketika menonton kehebatan dan kemampuan Jordan ditemani suara khas Prince seiring ia bernyanyi “all hail the new king in town” di atas beat synth-funk.

Ada banyak momen di The Last Dance ketika soundtracknya menambah dramatis aksi di layar. Chung menjelaskan bahwa visi dari soundtracknya datang dari Hehir, yang sering berbagi playlist berisi lagu potensial soundtrack dengan Chung. Biarpun hip-hop old school 90an tentunya menjadi bagian dari visi karena popularitas mereka di era tersebut, Chung dan Hehir tidak ingin membatasi soundtracknya berdasarkan genre atau era saat itu.

“Jason tahu apa yang dia mau. Besar di era tersebut sama seperti saya, dia bukan hanya seorang penggemar musik normal, menurut saya dia punya tingkat pengetahuan musik seperti ensiklopedia,” ujar Chung.

Kolaborasi yang erat dengan editor juga dilakukan guna memastikan apakah lagu pilhan cocok dengan rekaman video yang ditampilkan. Chung ingat betul momen ketika dia menyaksikan rekaman Dennis Rodman ditemani lagu “The Maestro” milik Beastie Boys.

“Bukan hanya melambangkan era, tapi lagu itu juga melambangkan Rodman dengan sempurna. Itu bukan lagu hip-hop, bukan juga lagu rock. Ada banyak elemen di sana, ada sedikit punk rock juga. Cocok banget buat Rodman…Bagi saya, itu momen sempurna penyandingan lagu yang tepat dengan salah satu karakter kami di layar,” ujarnya.

Tapi Chung juga mengakui tidak mendapatkan semua yang mereka inginkan. Masih ada “puluhan lagu yang ingin kami gunakan,” tapi tidak bisa karena batasan dana, kerumitan mengurus lisensi label rekaman, atau tidak mendapatkan izin dari musisinya. Biarpun Chung tidak bisa menyebutkan anggaran khusus divisi musik dari produksi dokumenter ini secara spesifik, mengingat banyaknya seniman dan lagu yang digunakan sepanjang serial, tidak heran apabila budget mereka terkikis habis.

Chung mengatakan dia dan timnya menggunakan bermacam-macam taktik untuk mendapatkan lagu yang mereka ingin gunakan. “Kami kadang memohon agar dibiarkan menggunakan lagu tertentu. Kami menulis surat ke artis. Kami menghabiskan berjam-jam di telepon berusaha menjelaskan kasus kami dan membuat orang mengerti apa inti dari proyek kami, dan seringkali kami berhasil.”

Berhubung para penggemar basket tidak bisa menikmati NBA playoffs tahun ini akibat pandemi, kita semua bisa menikmati versi terbaik dari Michael Jordan. Bukan Joran era Space Jam, atau “Be Like Mike” yang sudah terlalu ngartis, melainkan saat dia dinobatkan sebagai atlet luar biasa yang mendominasi basket di semua lini.

“Jordan di era 90’an enggak terlalu diasosiasikan dengan kebangkitan hip-hop,” ujar Chung. “Belum banyak yang pernah menonton highlight permainan Jordan ditemani soundtrack hip-hop old school. Menurut saya itu alasan kenapa serial ini sangat digemari. Sangat menarik melihat kombinasi dua hal ini.”

Soundtrack The Last Dance bisa kamu dengarkan di Spotify dan Apple Music.

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey