Muhammad Yogi adalah potret penduduk Indonesia yang terpaksa ‘turun ke jalan’ setelah pandemi membuatnya kehilangan nyaris 80 persen penghasilan dari pekerjaan sebelumnya. Lelaki asal Jakarta itu beralih profesi, dan secara drastis mengambil keputusan untuk menjadi manusia silver, jenis baru pengamen yang beberapa tahun belakangan makin sering terlihat di jalanan Indonesia. Khususnya, di kawasan perempatan ramai.
Yogi, 26 tahun, sempat bekerja sebagai kenek hingga sopir angkutan umum sebelum pandemi membuat mata pencahariannya terpukul. Demi mencukupi nafkah istri dan satu anaknya, mengamen dengan cara tak lazim itu dia lakukan.
Videos by VICE
Dia pun sadar, mengecat seluruh tubuh, termasuk rambutnya, dengan cat warna chrome bisa membahayakan kesehatannya dalam jangka panjang. “Awal-awal kita baru memakai cat itu sakit,” ungkapnya. Namun, tak banyak pilihan yang kini tersedia baginya untuk menyambung hidup. Penghasilan menjadi manusia silver, di hari yang sepi sekalipun, sedikitnya mencapai Rp200 ribu dalam sehari.
Menurut Satpol PP DKI, manusia silver tak masuk kategori PMKS, alias “penyakit sosial” yang harus ditertibkan. Alasannya, menggunakan kreativitas mengecat tubuh untuk menarik perhatian orang yang melihatnya, sehingga bisa dikategorikan sebagai seni. Namun pandangan serupa tidak muncul di daerah lain. Satpol PP Medan, Palembang, hingga Banyumas, tercatat menggelandang para manusia silver yang disetarakan seperti pengamen dan dianggap meresahkan masyarakat.
Tren mengamen di jalanan dengan mengecat tubuh pakai warna perak mulai ramai disorot pada 2013, saat terjadi upaya penertiban petugas keamanan pada komunitas tersebut di kota Bandung, Jawa Barat. Sejak itu, manusia silver menyebar ke berbagai kota lain, termasuk Jakarta.
Simak dokumenter VICE News saat menyorot keseharian Yogi, saat cat warna perak tidak lagi menutupi tubuhnya, dan kita akan melihat problem ekonomi sekaligus sosial yang menghantui Indonesia. Simak videonya di tautan awal artikel ini.