Artikel ini pertama kali tayang di GARAGE.
Gelombang protes menuntut pergantian rezim di Iran sejak akhir 2017 kian ramai pekan-pekan ini. Sementara perang saudara di Suriah mungkin masih terus berkecamuk. Nyatanya, mayoritas penduduk di banyak negara lain belum memiliki pemahaman yang memadai terhadap kehidupan sehari-hari di dua wilayah tersebut, Untuk menjembatani pemahaman orang terhadap apa yang sebenarnya terjadi di Timur Tengah, iNK Stories—sebuah studio game yang bermarkas di New York dan Los Angeles—berusaha merancang sebuah game genre ‘pilih-sendiri-petualanganmu’ yang dibuat menggunakan teknologi virtual reality.
Videos by VICE
Hasilnya adalah HERO—sebuah game yang menggabungkan virtual reality dan karya instalasi dan pertama kali tayang di program New Frontier Festival Film Sundance tahun ini, dan seri videogame terbaru mereka 1979 Revolution: Black Friday, iNK telah menyediakan cara baru untuk membangun pemahaman baru yang lebih empatik akan gejolak yang terjadi di Iran dan Suriah.
Kawasan Timur Tengah sudah sejak dulu jadi setting video game. Call of Duty dan game perang-perangan serupa lain sering memanfaatkan daerah kawasan yang terus bergolak itu sebagai latar permainan tembak-tembakan. Sayangnya, kawasan Timur Tengah dan penduduknya cuma dijadikan pelengkap game, kalau bukan musuh yang gunanya cuma satu: menjadi target peluru para pemainnya.
HERO and 1979 Revolution memberi sudut pandang berbeda. HERO menggabungkan VR dengan sebuah instalasi patung, sehingga akurat mereka ulang serangan bom yang meluluhlantakan Suriah. Adapun 1979 Revolution menggunakan latar belakang revolusi Iran tiga dekade lalu untuk mengajukan pertanyaan moral rentang keikutsertaan seseorang dalam periode gonjang-ganjing politik.
Co-founder iNK Stories, Vassiliki Khonsari, mendeskripsikan kedua game itu pada GARAGE sebagai “upaya pencarian atas berbagai pertanyaan yang membuat kita berpikir jika berada di dalam situasi serupa.” Alhasil, dua game buatan iNK Stories ini penuh plot yang bercabang dan narasinya interaktif. Dengan cara ini, gamer terus ditempatkan dalam kondisi di mana mereka harus bernegosiasi secara real time selagi mereka menghadapi situasi yang mencekam.
Berbeda dengan game semacam Grand Theft Auto yang mengandalkan fitur open world, dua proyek iNK Stories, menurut penjelasan Khonsari, menempatkan pemain dalam “momen-momen penting di mana mereka harus menentukan sikap. Apakah mengambil tindakan atau diam saja.” Khawatir disangka menyebarkan propaganda, Khonsari dan timnya tak menyisipkan nilai moral positif atau negatif dalam tiap opsi yang ditawarkan. Dia lebih jauh menjelaskan kalau pengalaman bermain proyek-proyek yang mereka buat lebih diniatkan sebagai, “cara menawarkan kerangka berpikir dan jendela bagi gamer memahami konflik di kawasan Timur Tengah.”
HERO sedikit banyak terinspirasi karya VR mencekam buatan sutradara Alejandro G. Iñárritu CARNE y ARENA, yang kini ditayangkan di Los Angeles County Museum of Art. Game tersebut menggabungkan elemen-elemen multi-sensory untuk menciptakan pengalaman bermain game yang berdasarkan kehidupan warga sipil Suriah. Para pemain bakal ditempatkan di ruang virtual yang hancur lebur akibat bom. Agar lebih nyata, kehancuran akibat bom itu juga direka ulang dalam sebuah instalasi di dunia nyata. Begitu ada bom yang meledak lagi, pengguna bakal dihadapkan pada pilihan membantu beberapa korban yang minta tolong atau pergi menyelamatkan diri. Akhirnya, para pemain akan berinteraksi dengan karakter yang dimainkan oleh para aktor di dalam instalasi guna merasakan hubungan antar manusia sungguhan
Tim iNK Stories mendeskripsikan HERO sebagai kesempatan untuk melebarkan “definisi game”, menggabungkan teknologi VR dengan sebuah ruang sungguhan di dunia nyata. Konflik bersenjata di Suriah menandai era perang saudara baru. Konflik di Suriah itu pada dasarnya rumit. Karena itu, supaya peta permasalahan mudah dipahami orang asing, Khansori dan timnya berusaha, “menciptakan sebuah pengalaman bermain game yang memerlukan partisipasi secara fisik.”
Setidaknya ada dua target yang ingin dicapai oleh iNK Stories dari dua proyek ini. Pertama, mereka ingin meningkatkan kesadaran akan realitas dari konflik yang mencekam. Kedua, mereka ingin menegaskan kekuatan komunikasi antar manusia dalam masa-masa paling kelam dalam hidup kita. HERO bakal diedarkan oleh Starbreeze Studios (perusahaan pengembang game yang namanya tenar lantaran merilis game-game blockbuster seperti The Mummy Prodigium Strike). Rencananya HERO akan bisa dimainkan di seluruh penjuru dunia dalam beberapa bulan ke depan.
Kembaran HERO, 1979 Revolution: Black Friday berhasil menggaet beberapa anugrah dan masuk nominasi BAFTA saat pertama kali dilepas. Dalam waktu dekat, game ini bisa dimainkan di konsol PS4 and Xbox One (saat ini sudah tersedia di Google Play, GOG, Steam, dan Apple App Store). Dalam 1979 Revolution: Black Friday kamu bakal memainkan karakter bernama Reza, seorang wartawan foto saat revolusi Iran terjadi. Kendati sisi teknis dari game ini berkisar isu-isu etis muram macam penangkapan aktivis dan aborsi, 1979 Revolution adalah sebuah game yang enak dimainkan. Malah, kalau boleh jujur, game ini lumayan bikin ketagihan.
Sepanjang game, tokoh Reza melewati serangkai aksi dan dialog guna mengambil keputusan emosional menyangkut partisipasinya dalam perjuangan revolusi Iran. Karakter Reza terinspirasi wartawan foto legendaris yang sempat bertugas di Iran Michel Setboun. Foto-foto hitam putih Setboun merekam pergolakan revolusi Iran ikut muncul berkali-kali dalam game. Reza dan kompatriotnya serta anggota keluarganya diciptakan berdasarkan bermacam orang yang diwawancarai oleh tim iNK Stories. Pemain akan menemukan keyakinan sosial politik yang beragam selama bermain game ini. Tiap kali hendak mengambil keputusan, pemain akan dihadapkan lima pilihan yang harus diambil penuh perhitungan.
Baca juga artikel VICE membahas game dan hubungannya dengan kondisi gamer di dunia nyata:
Khonsari menggambarkan 1979 Revolution sebagai pengalaman yang bisa memupuk empati terhadap sebuah kondisi serupa bagi orang asing. “Seorang wartawan tak boleh kebingungan dalam menjalankan tugas, sebab mereka harus tahu apa yang sedang terjadi di depan mata Tentu saja ereka bisa ikut berpartisipasi atau tidak dalam kondisi tersebut, tergantung apakah keputusan itu sesuai dengan keyakinan pribadi masing-masing. Bagi saya, ini adalah titik tolak yang bagus bagi 1979 Revolution.”
Dengan setting yang diangkat dari kejadian di dunia nyata, game ini ingin mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar yang sangat ideologis dan personal tentang tindak tanduk manusia pada situasi konflik.
Lebih dari itu pertanyaan-pertanyaan itu terasa semakin mendesak lantaran 1979 Revolution menempatkan Reza dalam hubungan yang sangat manusiawi dengan tokoh-tokoh lainnya. Misalnya, sepupu Reza mendorongnya agar berani mengambil tindakan yang jauh lebih radikal dan hubungan keduanya bakal dipengaruhi pilihan-pilihan yang diambil Reza.
1979 Revolution dilarang beredar di Iran karena dianggap sebagai sebuah propaganda melawan pemerintah. Di luar negeri, game ini sudah bisa dimainkan dalam tujuh bahasa. Melalui HERO dan 1979 Revolution: Black Friday, tim iNK Stories setidaknya sudah meletakkan pondasi pengembangan game di masa depan. Daripada cuma jadi eskapisme atau sarana pengisi waktu luang, video game punya potensi mengajak kita mengajukan pertanyakan tentang tanggung jawab etis manusia di kehidupan nyata.