teknologi

Penampakan Langka Rudal Balistik Raksasa Berjuluk 'Satan' Milik Rusia

Rudal balistik antarbenua milik Rusia yang julukannya seram itu berukuran raksasa, mampu mengangkut hingga 14 hulu ledak.
FiBCRBgWYAIirIH
Tangkapan layar siaran televisi nasional Rusia dari Dmitry Kornev.

Pada April lalu, Rusia unjuk gigi punya rudal balistik antarbenua (ICBM) yang “tiada tandingannya”. RS-28 Sarmat, kerap dijuluki “Satan 2” oleh Barat, disebut-sebut mampu meluluhlantakkan benteng pertahanan negara lain. Kremlin tampaknya ingin memberi peringatan kepada dunia untuk tidak macam-macam dengan Rusia, terutama setelah negara menghadapi kecaman internasional usai menyatakan perang terhadap Ukraina.

Iklan

Stasiun televisi nasional Rusia kemudian menyiarkan rekaman cara kerja internal R-36M2, rudal raksasa yang dikeluarkan sebelum Satan 2, setelah uji coba selesai dilakukan.

Baru-baru ini pada 20 November 2022, blogger Rusia Dmitry Kornev memamerkan foto-foto yang diambil dari video pada blog dan akun Twitter-nya. Rudal Satan memiliki panjang sekitar 34 meter dan berat 211 ton, menjadikannya senjata nuklir terbesar di dunia. Sebagai perbandingan, ICBM terbaru milik Amerika Serikat, LGM-30G Minuteman III, sepanjang 18 meter dengan berat 40 ton.

Foto-fotonya memperlihatkan tempat penyimpanan hulu ledak di dalam rudal. ICBM mampu mengangkut banyak hulu ledak sekaligus dan mengenai target dengan tepat setelah ditembakkan. Rudal Satan dilaporkan bisa membawa sampai 14 hulu ledak.

Kremlin berencana menjadikan RS-28 Sarmat sebagai pengganti rudal R-36M2. Satan 2 pertama kali dipamerkan oleh Presiden Vladimir Putin pada 2018, melalui video visualisasi ICBM anyar menghantam Mar-a-Lago. Dua tahun kemudian, Moskow merilis rekaman uji coba Tsar Bomba, yang saat itu merupakan senjata nuklir terbesar yang pernah diluncurkan. Begitu rudal ditembakkan, terbentuk bola api selebar lima mil dan awan jamur setinggi 42 mil.

Putin berulang kali menyinggung soal perang nuklir sebagai ancaman untuk negara Barat, khususnya AS, yang berusaha mencampuri invasi di Ukraina. Sementara itu, AS telah meminta Rusia untuk tidak memprovokasi. Namun, kedua negara dijadwalkan bertemu di Mesir akhir tahun ini untuk membahas pembaruan START, sebuah perjanjian yang ditandatangani baik Rusia maupun AS untuk membatasi penggunaan senjata nuklir.