Alkohol

Komunitas Peminum Non-Alkohol Menantang Tradisi Pesta Miras Jepang

Makin banyak orang di Jepang ingin membuktikan mereka tak selalu butuh alkohol untuk bersenang-senang sepulang kerja. Smapai bar bebas alkohol kini muncul di Tokyo.
Bartender menyiapkan dua gelas sampanye bebas alkohol di Low-Non-Bar, Tokyo. Foto: Riadh Niati
Bartender menyiapkan dua gelas sampanye bebas alkohol di Low-Non-Bar, Tokyo. Foto: Riadh Niati

Tak tertarik dengan ajakan rekan satu kantor, Natsuki memilih mangkir ke acara minum-minum mereka dan menghabiskan malam Sabtu bersama temannya di Low-Non-Bar, sebuah bar bebas alkohol yang baru buka di kawasan bisnis Nihonbashi, Tokyo. 

“Pernah dengar pelecehan alkohol? Kamu dipaksa minum padahal sebenarnya tidak mau,” tuturnya sembari menyesap sampanye non-alkohol.

Tradisi minum-minum ‘nomikai’ sudah menjadi bagian dari budaya kerja Jepang. Kamu anak baru dan ingin akrab dengan teman satu kantor? Atau ingin merayu bos untuk menaikkan gaji? Pesta minum adalah jawabannya. Pembicaraan dijamin mengalir lebih lancar jika ditemani alkohol.

Iklan

Sebagai karyawan perusahaan IT, ‘nomikai’ adalah kesempatan emas untuk Natsuki. Tapi dia ogah mengikutinya. Temannya, Nana, satu pemikiran dengan perempuan itu. “Saya tidak suka dengan budaya Jepang satu ini.”

Dewasa ini, semakin banyak orang di seluruh dunia yang menerapkan gaya hidup “sober curious” atau gerakan anti-minuman beralkohol setelah mengetahui efeknya bagi kesehatan. Perusahaan Jepang menyadari pergeseran ini. Berdasarkan survei perusahaan minuman keras Suntory di Jepang, penjualan minuman bebas alkohol di dalam negeri telah melonjak selama 10 tahun terakhir. Salah satu pabrik bir terbesar di Jepang, Kirin, memperkenalkan bir non-alkohol pertamanya pada 2009. Jejaknya kemudian diikuti oleh tiga perusahaan lain, Asahi, Sapporo dan Suntory.

Rak berisi botol anggur bebas alkohol di Low-Non-Bar

Low-Non-Bar menyediakan berbagai jenis minuman bebas alkohol di Tokyo. Foto: Riadh Niati​

Tren tersebut berkembang pesat hingga akhirnya menginspirasi pembukaan bar bebas alkohol di Negeri Sakura, yang selama ini terkenal sebagai pencinta alkohol.

Ada banyak hal yang mendasari rasa muak seseorang terhadap tradisi minum-minum selepas kerja. Bagi Natsuki dan teman kerjanya yang perempuan, mereka tak tahan dengan perbuatan tidak senonoh yang kerap terjadi begitu alkohol memasuki sistem tubuh. Mereka tak memiliki keberanian untuk melaporkan pelecehan seksual yang diterima saat pesta minum. “Pernah ada karyawan yang dilecehkan manajer, tapi kantor tidak menghiraukan laporannya,” ungkap Natsuki.

Pandemi kini sering dijadikan alasan untuk menolak ajakan minum-minum. Sejumlah media menyoroti ketidaksukaan perdana menteri baru Jepang, Yoshihide Suga, terhadap alkohol. Suga tak pernah tergoda dengan minuman keras bahkan ketika dia menghadiri jamuan makan malam yang identik dengan alkohol.

Iklan

“Dengan berkurangnya tekanan [sosial] untuk menghadiri pesta minum, orang-orang tersadar mereka sebenarnya tidak butuh alkohol,” manajer Low-Non-Bar Hiroaki Takahashi berujar. Dia menceritakan bosnya tergerak membuka bar ini setelah menyadari tubuhnya sudah tidak bisa menoleransi alkohol. Sang atasan kebingungan bagaimana caranya menikmati momen berkumpul bersama teman tanpa minum-minum. “Kamu dianggap aneh kalau tidak ikutan minum. Kalau di bar kami berbeda,” lanjutnya. “Staf kami tidak pernah mengonsumsi miras. Toleransiku terhadap alkohol juga rendah.”

Lelaki itu memperkirakan 10 persen pelanggannya adalah mantan alkoholik, sedangkan mayoritas pengunjung datang murni karena menyukai suasana bar. Seorang pelanggan mengaku hidupnya belum lengkap kalau belum minum sebotol anggur setiap hari. Dia rutin datang ke bar ini untuk menghilangkan kebiasaan buruknya. “Dia sudah menemukan pengganti anggur sekarang. Dia bahkan memberitahuku tidak suka rasa alkohol. Saya sering banget mendengar pengakuan ini dari orang lain.”

Masih di Tokyo, bar dengan konsep serupa telah dibuka di Roppongi pada Juli lalu. 0% hadir untuk memenuhi permintaan akan minuman bebas alkohol. Seorang manajer bernama Mayumi Yamamoto menyebut nama bar merefleksikan keinginan pengunjung untuk melepas stres. 

Anggur bebas alkohol

Anggur bebas alkohol yang tersedia di bar 0%, Roppongi. Foto: Riadh Niati

“Saya jarang minum-minum, dan biasanya cuma pesan ginger ale atau jus jeruk saat nongkrong bareng teman. Membosankan banget pokoknya,” kata Yamamoto kepada VICE World News. Berdasarkan pengalamannya mengunjungi bar di berbagai belahan dunia, dia menyadari kebanyakan menyediakan menu bebas alkohol. “Kami berkreasi dengan rempah-rempah dan buah-buahan untuk menciptakan semua jenis koktail dan minuman non-alkohol.”

Iklan
Seorang bartender menuangkan minuman

Bartender 0% menuang "mocktail" ke dalam gelas. Foto: Riadh Niati​

Menurutnya, pengunjung yang datang ke bar 0% sangat beragam. Ada perempuan hamil yang ingin bertemu teman-teman, ada juga yang bekas peminum. Bar ini seolah menjadi tempat favorit para perempuan. “Mereka sepertinya merasa nyaman di sini, dan mungkin tidak butuh alkohol untuk bersenang-senang. Ada juga pebisnis yang datang karena menyukai suasana bar,” Yamamoto melanjutkan.

Erika Miyatani tampak asyik menenggak segelas anggur merah bebas alkohol yang diimpor dari Austria. Perempuan 44 tahun ini mengatakan dia bisa “merasa mabuk tanpa minum-minum” ketika mengunjungi 0%. 

Satoko Ushimaru tertawa mendengar ucapan temannya itu. “Saya setuju. Di sini, kamu tidak perlu khawatir akan digoda orang asing,” simpulnya sambil menganggukkan kepala.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Japan