Polisi Tembak FPI

Desakan Membentuk Tim Pencari Fakta Kasus Polisi Tembak Mati Anggota FPI Membesar

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ikut bersuara, menekankan pentingnya adanya informasi seputar insiden ini selain dari kepolisian.
Desakan Membentuk Tim Pencari Fakta Kasus Polisi Tembak Mati Anggota FPI Membesar
Personel Polda Metro dan Kodam Jaya memamerkan barang bukti yang diklaim sebagai senjata laskar FPI dalam bentrok di Tol Cikampek yang menewaskan . Foto oleh Mariana/AFP

Dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan personel kepolisian atas tewasnya enam pendukung Rizieq Shihab kemarin (7/12) terus digaungkan Front Pembela Islam (FPI). Pengakuan FPI bahwa keluarga korban dilarang polisi untuk melihat jasad di RS Polri Kramat Jati makin meruncingkan suasana.

Iklan

Kabar terakhir, tim kuasa hukum FPI mendapat kepastian keenam jenazah sudah bisa dibawa pulang hari ini (8/12), meski jamnya belum jelas. Anggota kuasa hukum Rinaldi Putra memastikan semua jenazah akan langsung dibawa ke Petamburan, Jakarta Pusat.

Sekretaris Umum FPI Munarman menganggap kasus ini sebagai bentuk pelanggaran HAM luar biasa oleh aparat. Untuk mengungkap kasus, Ia meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan membentuk tim investigasi kasus yang independen.

“Kita minta Komnas HAM secara terbuka untuk melakukan penyelidikan karena jelas-jelas ini by intention. Yang dilakukan terhadap Habib Rizieq ini terencana. Kalau polisi menganggap itu penjahat, cukup ditembak [untuk dilumpuhkan] karena melawan. Kita ini negara hukum atau negara kekuasaan?” kata Munarman dilansir Suara. Selain Komnas HAM, FPI juga meminta DPR RI membentuk tim pencari fakta.

Gayung bersambut. Meski pernah diserang FPI pada tahun 2000, Komnas HAM bersikap profesional. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam mengumumkan telah membentuk tim penyelidik bentrok FPI vs Polri yang terjadi di jalan tol Jakarta-Cikampek tersebut. Penggalian keterangan dari FPI sedang dilakukan sebagai langkah pertama. 

Iklan

“Untuk memperkuat pengungkapan peristiwa yang terjadi, kami berharap semua pihak mau bekerja sama dan terbuka. Harapan ini juga kami sampaikan kepada pihak kepolisian,” kata Anam dalam rilis resminya.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengapresiasi permintaan FPI sekaligus merespons positif upaya Komnas HAM. Inisiatif tersebut ia anggap jalan penyelesaian yang damai dan elegan.

“Saya mengapresiasi langkah FPI yang meminta Komnas HAM mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM oleh polisi. Saya juga mengapresiasi Komnas HAM yang merespons positif dengan membentuk tim investigasi,” kata Mu’ti kepada Republika, hari ini (8/12). Sehari sebelumnya, Mu’ti menekankan pentingnya sumber informasi lain terkait kasus ini selain dari kepolisian.

Desakan pembentukan tim khusus juga disampaikan Indonesia Police Watch (IPW). Ketua Presidium IPW Neta S. Pane, mendesak presiden membentuk tim pencari fakta yang bekerja transparan untuk diawasi semua pihak.

“Apakah benar bahwa Laskar FPI itu membawa senjata dan menembak polisi? Agar kasus ini terang benderang, anggota Polri yang terlibat perlu diamankan terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan,” kata Neta dalam rilis resmi IPW. “Pertama, jika benar FPI mempunyai laskar khusus yang bersenjata, kenapa Baintelkam tidak tahu dan tidak melakukan deteksi dan antisipasi dini serta tidak melakukan operasi persuasif untuk melumpuhkannya?”

Iklan

Selain dari organisasi keagamaan dan institusi pengawas kepolisian, politikus turut menyuarakan desakan sama. Politikus Gerindra Fadli Zon dan politikus PKS Nasir Djamil jadi salah dua yang bersuara, menekankan pentingnya presiden turun tangan lewat sebuah kelompok khusus. 

Sejauh ini, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menyambut permintaan itu dengan pikir-pikir dulu. “[Isu] ini perlu dikelola dengan sangat baik dan perlu akurasi yang sangat tinggi, perlu proses. Dan saya sudah mengkalkulasi situasinya seperti apa, karena kejadian ini cukup sensitif,” ujar Moeldoko tanpa arah.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai organisasi sipil dan advokat pembela HAM seperti LBH Jakarta, Institute of Criminal Justice Reform, dan Amnesty International Indonesia melengkapi barisan yang mendesak pembentukan tim pencari fakta dalam kasus tembak mati ini.

Berdasar rilis resmi yang diterima VICE, mereka menyebut ada beberapa kejanggalan yang membuat independensi polisi dalam mengusut kasus patut dipertanyakan. Misalnya, alasan penembakan yang bersifat umum, CCTV yang diklaim tidak berfungsi, dan kronologi kejadian yang ada dua versi.

“Koalisi mendesak pemerintah membentuk tim independen melibatkan Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk menyelidiki dengan serius tindakan penembakan dari aparat kepolisian dalam peristiwa tersebut. Kami juga mendesak agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memberikan perlindungan terhadap saksi, yang keterangannya sangat diperlukan untuk membuat terang perkara ini,” menurut Koalisi Masyarakat Sipil lewat keterangan tertulis.