Emang Berat Ya Melintasi Perbatasan AS-Meksiko? Seri Foto Mengharukan Ini Jawabannya

Meksički karavan

Pemerintah federal Amerika Serikat sempat mengalami penghentian aktivitas (shutdown) sejak akhir 2018 hingga memasuki bulan kedua 2019. Semuanya gara-gara tambahan anggaran yang diminta Presiden Donald Trump tak dituruti parlemen (yang sebagian dikuasai Partai Demokrat sebagai oposisi). Anggaran itu menyangkut pembangunan tembok raksasa untuk menghalau imigran dari Meksiko—negara yang sangat dibenci Trump karena menurutnya dipenuhi para pemerkosa dan anggota kartel narkoba keji.

Trump akhirnya setuju kembali menjalankan roda pemerintahan, setidaknya untuk satu minggu saja. Mulai Selasa 29 Januari hingga 15 Februari, anggota kongres Amerika Serikat bakal kembali berdebat guna menemukan solusi yang efektif bagi masalah di perbatasan selatan Negeri Paman Sam. Kawasan berbatasan langsung dengan Meksiko itu menurut Trump perlu sekali dipercantik dengan “tembok indah yang besar.”

Videos by VICE

Pendirian tembok di perbatasan selatan AS adalah janji kampanye Trump kepada pemilih konservatif di pedesaan, yang tak kunjung terwujud dalam dua tahun pemerintahannya. Gagasan membangun tembok masih terus muncul dalam retorika Trump—dan malah makin menjijikkan per musim gugur tahun lalu, saat Trump ‘mendapatkan’ informasi ada “kafilah migran” dalam jumlah besar menyerbu perbatasan antara AS dan Meksiko.

Kata Trump, kalau dibiarkan para imigran itu akan merebut pekerjaan asli orang Amerika, bahkan ia tuduh dapat memicu peningkatan kriminalitas (tak beda jauh seperti fobia di Indonesia terhadap semua yang dituduh ‘tenaga kerja cina’). Informasi yang terlanjur disebar oleh Trump terbukti sebagian keliru, tapi kebencian pendukungnya terhadap penduduk Meksiko dan semua etnis lain dari Amerika Latin semakin menguat.

Faktanya, ratusan orang dalam rombongan kafilah itu bukannya kriminal atau disusupi kelompok teroris yang bisa mengancam AS. Orang-orang itu kabur dari kemiskinan dan kekerasan yang membelenggu Honduras dan Guatemala. Mereka bermimpi bisa bermukim di AS—atau setidaknya masuk dulu ke Negeri Paman Sam. Rombongan ini bukan yang pertama berduyun-duyun menuju daerah perbatasan selatan AS.

Sebelumnya, sudah ada kafilah yang mengembara jauh-jauh ke sana. Surat kabar Washington Post melaporkan satu rombongan kalifah baru yang ditaksir terdiri lebih dari 10.000 orang kini dalam perjalanan panjang menuju daerah perbatasan,

Fotografer asal Kanada Larry Towell, yang biasa memotret foto hitam putih, tiba di Mexico City pada 9 November 2018—bertepatan dengan berakhirnya kampanye pemilu paruh waktu yang kental dengan retorika kebencian tentang kafilah migran dari kubu Trump. Towell berada di kota itu, atas keinginannya sendiri, untuk mengikuti perjalanan sebuah kalifah ke arah utara menuju Tijuana. Tujuan Towell cuma satu: mendokumentasikan sebuah ekspedisi panjang yang menarik perhatian—plus kegeraman—salah satu orang paling berpengaruh di muka bumi ini.

Awalnya, Towell tak tahu menahu perkara jadwal keberangkatan kafilah ini. Dia hampir saja ketinggalan saat kafilah migran ini beranjak dari Ibu Kota Mexico City keesokan harinya, pukul lima pagi. Begitu dia sampai di stadion tempat kafilah itu bermalam dan menemukan tempat itu kosong melompong, dia bergegas lari tunggang langgang mengejar para pencari suaka.

Ini bukan kali pertama Towell berada di kawasan Amerika Latin atau berurusan dengan para pengungsi atau pencari suaka. Dia sebelumnya cukup lama meliput kaum yang tersingkirkan atau sosok-sosok dalam pengasingan. Sepanjang dekade ‘80an, namanya dikenal banyak orang karena jepretannya yang mengabadikan berbagai peristiwa penting di Amerika Latin. Misalnya memotret anggota Contras, kelompok pemberontak sayap kanan bengis yang didukung AS, hingga keluarga para korban yang dihilangkan di puncak Perang Saudara Guatemala.

Di bawah ini, kalian bisa saksikan foto yang diambil oleh Towell selama ikut kafilah menuju perbatasan Meksiko-AS. Foto-foto yang pertama kali terbit di VICE ini mungkin tak menarik perhatian Trump atau pemimpin dunia lainnya. Setidaknya potret yang diambil Towell lebih dari cukup merepresentasikan kegigihan, keberanian manusia, hingga onak dan duri yang dilewati oleh para pengungsi ini dari hari ke hari.


Kunjungi situs pribadi Towell untuk melihat foto-fotonya yang lain. Semua foto di artikel ini diunggah seizin Larry Towell/Magnum Photos.

Follow Alex Norcia di Twitter.

1548435358793-NN11566176
Foto diambil pada November 2018 di Tijuana, Meksiko. Tembuk ini membentang dari tepi Samudra Pasifik, menjadi penanda batas AS-Meksiko.
1548434967761-NN11564469
Foto diambil di Guadalajara, Meksiko. Para migran bersama keluarganya menumpang truk menuju perbatasan.
1548435001246-NN11565208
Foto diambil di Querétaro, Meksiko, pada 11 November 2018. Imigran berusaha menumpang kendaraan, sekalipun posisinya tidak manusiawi.
1548435654364-NN11565204
Foto diambil di Querétaro, Meksiko pada 11 November 2018. Imigran berjubelan naik bagian belakang truk.
1548435022670-NN11565218
Foto diambil di Tijuana, Meksiko pada 17 November 2018. Sebagian imigran dan pencari suaka bikin tenda di Stadion Benito Juárez.
1548435051168-NN11565277
Foto dari Irapuato, Guanajuato, Meksiko, pada 12 November 2018. Sebagian imigran tiba di kamp penampungan sementara saat subuh.
1548435082420-NN11565284
Foto dari Mexico City, Meksiko. Pada 9 November 2018. Migran bersiap melanjutkan perjalanan ke perbatasan setelah matahari muncul.
1548435135584-NN11565219
Palmillas, Querétaro, Meksiko. Foto diambil pada 10 November 2018
1548435182253-NN11565247
Foto dari Tijuana, Meksiko, pada 16 November 2018. Sebagian pengungsi berusaha mengjibur diri dan menari di Stadion Benito Juárez yang jadi penampungan sementara.
1548435247229-NN11565239
Foto dari Tijuana, Meksiko, pada 16 November 2018. Tembok ini menghalangi semua pengungsi yang berusaha mengadu nasib ke Amerika.

Artikel dan foto ini tayang pertama kali di VICE US.