Pada 4 Juni 2022 dinihari, empat sekawan WS (35), AM (37), DS (25), dan AR (35) mengeksekusi rencana yang sudah mereka siapkan sejak sebulan sebelumnya. Empat pria asal Kabupaten Bekasi ini berupaya kreatif demi mencairkan uang asuransi milik WS senilai Rp3 miliar.
Syaratnya cuma satu, WS harus mati terlebih dulu. Skenario pura-pura mati akibat tabrak lari akhirnya dibuat. Berbagai peran dibagikan, WS dan AM akan jadi korban tabrak mobil, sementara DS dan AR berperan sebagai saksi yang melapor polisi.
Videos by VICE
Jalan raya di sebelah Sungai Kalimalang terpilih jadi latar adegan. AM akan pura-pura terluka akibat insiden tersebut, sementara WS, sebagai kepingan utama adegan, akan pura-pura terpental ke sungai setelah ditabrak dan jenazahnya hanyut terbawa arus.
Kepada polisi, para “saksi” mengatakan telah menyaksikan insiden tabrak lari yang dilakukan oleh sebuah mobil Fortuner. Keputusan penulis naskah untuk memberikan detail mobil Fortuner harus kita apresiasi, ia paham benar bahwa pengendara mobil jenis ini lagi sering jadi bahan hujatan netizen karena stereotip tingkah sewenang-wenangnya di jalan.
Polisi yang sejak awal curiga sama penuturan para saksi bodong ini akhirnya mendapati kebohongan di baliknya. Polisi tidak menjelaskan bagaimana metode investigasinya, namun ketiga “saksi” mengakui bahwa mereka ngaku kalau cuma bersandiwara demi mengincar duit asuransi.
“Mereka melakukan rencana tersebut dengan maksud untuk mendapatkan klaim asuransi jiwa kematian sebesar Rp3 miliar untuk kepentingan pribadi. WS dan semuanya, mereka sudah merapatkan dan sudah sepakat sebulan yang lalu,” ujar Kapolres Metro Bekasi Gidion Arif Setyawan kepada wartawan, dilansir dari Kompas, Senin (6/6). Keempatnya kini dijerat Pasal 220 KUHP tentang laporan palsu dengan ancaman 1 tahun penjara. WS sendiri sampai artikel ini tayang masih buron.
Laporan palsu ini bukan cuma bikin repot polisi. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi Muhammad Said mengatakan telah mengerahkan 50 personel dan 10 perahu dan melakukan pencarian hingga 7 kilometer demi menemukan “jasad” yang ternyata sedang bersembunyi di satu tempat itu.
Konsep ide empat sekawan di Bekasi untuk bikin skenario pura-pura mati itu bukan hal baru. Sandiwara serupa pernah terjadi pada 2020 di Binjai, Sumatra Utara. Seorang pria berinisial HM (42) memalsukan kematiannya akibat kecelakaan demi uang asuransi Rp90 juta, dan berhasil.
Ceritanya begini, HM membeli produk asuransi pada 6 Februari di PT BNI Life, ia membayar premi Rp54 ribu dan mendapatkan polis asuransi. Pada 7 Maret, HM membuat surat kematian palsu atas nama dirinya sendiri dan surat keterangan kecelakaan lalu lintas palsu. Menggunakan tanda tangan istrinya yang juga dipalsukan, ia mengirim berkas tersebut ke kantor PT BNI Life di Jakarta. Pada 30 Maret, perusahaan melakukan transfer Rp90 juta ke rekening HM.
Kalau saja HM tidak serakah, modus ini bisa saja tak akan terungkap. Namun, ia malah mengulanginya lagi, kali ini dengan skenario kematian sang istri. Kabag Humas Polres Binjai AKP Siswanto mengatakan pihak BNI Life curiga karena HM tertulis sebagai ahli waris kematian istrinya. Padahal, di data mereka, HM udah meninggal dunia.
“Kemudian karena berhasil [di percobaan pertama], lalu dibuatnya lagi data palsu untuk istrinya telah meninggal dunia dan sebagai ahli waris tersangka sendiri, padahal dalam data PT BNI Life, yang bersangkutan sudah meninggal,” ujar Siswanto dilansir Tribunnews. HM ditangkap dan dijerat Pasal 263 dan 378 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara.
Tak melulu asuransi, pura-pura mati juga bisa bikin kamu punya penghasilan pasif. DS, guru asal Medan, pura-pura meninggal dan memalsukan kematiannya sejak 2011. Pada 2014, suami DS mendatangi PT. Taspen Medan dan mengajukan penagihan pembayaran asuransi kematian istrinya.
Tak teliti memproses berkas, Taspen mencairkan dana yang diminta suami DS untuk kematian DS. Sampai akhirnya baru terungkap pada 2018, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Sumatera Utara menyebut total kerugian negara gara-gara DS sebesar Rp373 juta.
Melihat kreatifnya orang dengan otak kriminal berusaha memalsukan insiden untuk mencairkan uang jaminan kecelakaan dan kematian, tak mengherankan bila sampai ada profesi khusus “detektif kejahatan asuransi” di negara ini. Salah satu sosok macam itu adalah Warsito Sanyoto, yang pernah diwawancarai jurnalis senior Andy F Noya. Warsito merupakan pengacara dengan spesialisasi “insurance investigator”.
Profesi ini tergolong langka di Indonesia, karena Warsito secara khusus menangani kasus yang diduga melibatkan rekayasa dengan motif mencairkan uang asuransi. Kliennya rata-rata perusahaan asuransi. Kepada Andy Noya, dia mengaku sudah pernah menyelidiki ratusan kasus kejahatan asuransi di Tanah Air.