FYI.

This story is over 5 years old.

Perubahan Iklim

Lapisan Ozon yang Dulu Bolong Perlahan Pulih, Tapi Emisi dari Cina Diduga Kembali Merusaknya

Protokol Montreal yang disepakati pada 1987 membuktikan kerusakan lingkungan sangat mungkin diperbaiki asalkan semua pihak yang terlibat mau bekerja sama mewujudkannya.
Satellite image of the Antarctic ozone hole in 2000, when it was at its largest. Image:  NASA
Citra satelit yang menangkap lobang pada ozon di Antartika. Diambil pada tahun 2000 saat lobang sedang besar-besarnya. Foto NASA

Upaya mengatasi masalah lingkungan global akan ada hasilnya apabila tiap negara bersedia untuk melakukannya bersama-sama. Scientific Assessment of Ozone Depletion terbitan 2018 membuktikan keberhasilan ini. Laporan tersebut menemukan bahwa lapisan ozon bumi yang rusak mulai pulih semenjak diberlakukannya traktat internasional untuk melindungi lapisan ozon lebih dari 30 tahun lalu.

Protokol Montreal yang ditandatangani pada 1987 memberlakukan larangan dan peraturan yang bertujuan untuk meniadakan polutan perusak lapisan ozon. Tindakan ini terbukti menurunkan kadar zat berbahaya di lapisan ozon dan mengurangi penipisan secara perlahan.

Iklan

“Di luar kutub, lapisan ozon di stratosfer atas telah meningkat satu hingga tiga persen per dekade sejak 2000,” simpul laporan.

Laporan tersebut mewakili penelitian selama dua tahun, dan disajikan oleh World Meteorological Organization, Program Lingkungan PBB, NASA, NOAA, dan Komisi Eropa.

Lapisan ozon berada pada ketinggian 9-48 km di atas permukaan bumi. Lapisan ini melindungi kehidupan di bumi dari efek berbahaya radiasi sinar ultraviolet matahari. Pada 1970-an, para ilmuwan menemukan bahwa ozon semakin menipis akibat polusi industri, terutama klorofluorokarbon (CFC) yang ditemukan di mesin pendingin, alat peniup, aerosol, dan lain-lain.

Berita buruknya, Protokol Montreal mengalami hambatan. Proses pemulihannya melambat sejak 2012 karena adanya lonjakan penggunaan bahan kimia terlarang, khususnya CFC-11.

Laporan tersebut menyinggung klaim terbaru yang menghubungkan polusi CFC-11 dengan industri kimia dan busa di Cina. Jurnal Nature yang diterbitkan pada 2018 mengukur emisi baru, sedangkan hasil investigasi The New York Times mengeluarkan dokumen yang menunjukkan bahwa beberapa pabrik di Cina mengabaikan larangan penggunaan CFC.

Laporan yang dirilis Senin lalu menekankan bahwa mereka perlu melakukan lebih banyak penelitian untuk melacak sumber kontaminan tersebut.

PBB dkk juga melaporkan lapisan ozon yang ada di atas Lingkar Arktik belum benar-benar pulih, tetapi lubang ozon yang ada di Kutub Selatan akan tertutup total pada 2060.

Ketika ilmuwan mencontohkan apa yang akan terjadi apabila zat perusak ozon tidak ditiadakan, hasilnya menunjukkan bahwa “lubang ozon yang dalam bisa saja terbentuk di Arktik pada 2011. Lubang ozon kecil di Kutub Utara akan lebih sering ditemukan,” bunyi laporan tersebut.

Itu berarti usaha Protokol Montreal tidak sia-sia. Larangan penggunaan bahan kimia perusak ozon mampu mencegah lubang ozon bertambah besar dan berbahaya. Meningkatnya penggunaan polutan CFC-11 ini menunjukkan bahwa traktat harus terus diberlakukan supaya bisa tetap dijadikan tolak ukur tindakan internasional yang efektif dan sangat dibutuhkan.