FYI.

This story is over 5 years old.

Fotografi

Foto-Foto Langka Dari Era Awal Perkembangan Kancah Black Metal Norwegia

Sineas Audrey Ewell mengajak kita kembali ke masa-masa Fenriz dan Mayhem belum sebesar sekarang, melalui dokumenter 'Until the Light Takes Us.'

Artikel ini pertama kali tayang di The Creators Project.

Lebih dari satu dekade setelah kasus pembunuhan dan pembakaran gereja meninggalkan cap buruk di kancah black metal Norwegia, sineas Audrey Ewell bersama rekannya Aaron Aites melancong ke Norwegia. Mereka ingin mengenal lebih jauh kancah black metal setempat, tak sekedar mengandalkan desas-desus dan rumor. Tujuannya untuk benar-benar memahami gagasan dan estetika subkultur metal lo-fi tersebut. Hasil kunjungan mereka dituangkan menjadi sebuah film dokumenter berjudul Until the Light Takes Us [UTLTU], yang secara mendalam menggalo motivasi di balik band-band black metal gelombang kedua semisal Darkthrone, Burzum, Emperor, dan others.

Iklan

Pada 26 Juli 2017, Ewell menggelar screen khusus UTLTU di The Roxy Cinema, New York, yang pertama di Amerika Serikat sejak pertama kali tayang 2009 lalu. Ewell juga akan melakukan screening film fiksi sains pendek Memory Box, hasil kolaborasinya bersama Aites yang wafat tahun lalu. Film pendek ini menampilkan bintang Blade Runner 2049 dan serial fiksi sains keren Black Mirror, Mackenzie Davis serta penulis/sutradara/aktor Upstream Color dan Primer, Shane Carruth.

Alih-alih mengabadikan proses penggarapan UTLTU dengan menggunakan kamera digital, Ewell memanfaatkan kamera lomo analog instan yang terkenal dengan fokunys yang fuzzy. Dalam foto yang ditunjukkan pada Creators, Ewell berhasil memotret pentolan Darkthrone, Gylve 'Fenriz' Nagell dalam ekspresi alaminya ketika sedang rehat di sela-sela pengambilan gambar di ruang latihan Darkthrone atau apartemen Ewell dan Aites.

Fenriz

Ewell dan Aites pertama kali diperkenalkan pada black metal Norwegia oleh teman mereka, Andee Connors, pemilik toko musik Aquarius Records. Tumult, label rekaman yang beroperasi di bawah Aquarius Records, merilis album band Aites, Iran. Meski Ewell dan Aites mempunyai ketertarikan mendalam terhadap genre lo-fi noise, psychedelic, dan drone, keduanya awalnya malas-malasan menjajal black metal. Namun, setelah mencobanya, keduanya malah mabuk kepayang dan keasikan menggali lebih dalam salah genre ekstrem paling kontroversial itu.

Iklan

"Ada semacam konflik internal dalam kancah black metal sendiri: dari satu sudut pandang, black metal adalah sebuah karya intelektual sekaligus sebuah parodi dari sisi lainnya. Band black metal terus mendorong batas-batas perilaku anti sosial yang bisa mereka lakukan," kata Ewell. "Kami hanya mengamati semua fenomena ini dan estetikanya, yang kelihatan keren banget ketika disajikan dalam dalam dua warna hitam dan putih. Jadi kami memutuskan menyelami subkultur ini lebih dalam."

Cuplikan behind the scenes dari sesi wawancara Fenriz untuk 'Until the Light Takes Us'

Ewell dan Aites sebenarnya mencari film dokumenter tentang black metal, namun mereka tak bisa menemukannya. Alhasil, mereka justru membuat film dokumenter tentang black metal sendiri.

Kedua sineas berusaha menghindari penggamarkan kancah black Norwegia yang homogen. Alasannya: hal-hal sensasional dari scene ini—Vikernes membakar gereja dan membunuh salah satu pendiri Mayhem, Euonymous—sudah terlalu sering diliput media. Sebaliknya, Ewell dan Aites memilih untuk membongkar keragaman dalam kancah black metal Norwegia dengan secara sabar mewawancari tokoh-tokoh dalam pusaran black metal gelombang kedua.

Para personel band black metal legendaris Mayhem

Apa yang Ewell dan Aites selama penggarapan UTLTU, mulai dari riset hingga syuting adalah tiap pentolan band black metal punya motivasi yang berbeda-beda. Ewell, misalnya, menggambarkan Fenriz sebagai musisi paripurna yang ingin membuat musik dengan caranya sendiri. Alih-alih meneruskan karirnya sebagai musisi death metal, Fenriz justru memalingkan perhatiannya pada black metal lo-fi yang tak dipandang oleh siapapun—termasuk label tempatnya bernaung.

"Fenriz hanya mendambakan kebebasan untuk mencipta dengan caranya sendiri," kata Ewell. "Lalu ada tokoh lain seperti Varg Vikernes [Burzum], yang termotivasi oleh ideologi yang dianutnta, dan Øystein 'Euronymous' Aarseth [Mayehem] yang lebih mirip seorang pengusaha kecil-kecil dengan label rekaman dan tokonya. Euronymous justru ingin cari uang dan terus mewartakan black metal ke publik yang lebih luas. Dan ada juga band seperti Immortal. Mereka menciptakan musik tentang musim dingin penuh iblis dan mereka punya alasann mereka sendiri."

Per Ohlin selaku frontman Mayhem

Ewell menjelaskan keragaman kepribadian dan motivasi yang saling berkompetisi ini pada akhirnya memunculkan friksi dalam kancah black metal Norwegia. Seperti yang disadari Ewell dan Aites saat menggarap UTLTU, jika ditilik lebih jauh, kancah black metal Norwegia lebih rumit dari penggambaran media. "Kancah black metal gelombang kedua tak seerat dan semilitan seperti yang kita duga."

Klik di sini untuk melihat karya Audrey Ewell dan Aaron Aites lainnya.