Kartu pos Afrika dari 1960-an merekam kolonialisme dan rasisme masa lalu
Semua foto kartu pos Afrika dari dekade 1960 dari arsip John Hinde.

FYI.

This story is over 5 years old.

Sejarah Dunia

Meraba Jejak Rasisme dan Kolonialisme dari Foto Kartu Pos Jadul Afrika

Kalian bisa memahami cara pandang masyarakat 'Barat' dan kekejaman terselubung yang mereka lakukan terhadap penduduk Benua Afrika lewat foto-foto ini.

Tim AMUSE, situs jalan-jalan bagian dari VICE Media, menjelajahi arsip John Hinde. Dia adalah fotografer hebat yang jarang sekali dikenal penikmat fotografi masa kini. Sepanjang dekade 1950-an dan 1960-an, kartu pos rancangannya dengan warna ceria terjual jutaan kopi. Meskipun pamor kartu pos sudah redup, karya foto Hinde memberikan gambaran menarik (sekalipun problematis) tentang bagaimana bangsa Barat memandang Afrika dahulu kala.

Iklan

Selamat datang di Afrika era 1960-an! Atau setidaknya ‘Afrika’ dari sudut pandang lelaki Inggris masa 1960-an.

Orang Inggris itu adalah John Hinde, fotografer kartu pos yang luar biasa. Dia sempat menjadi pemain sirkus sebelum akhirnya mendalami fotografi komersial berwarna pada dekade 1950-an. Hinde menjelajahi berbagai negara untuk memotret panorama dan manusia.

Karyanya mampu mengubah wajah kartu pos yang tadinya membosankan jadi terasa lebih menakjubkan. Kartu pos laku keras seiring ledakan bisnis pariwisata di Eropa pasca-Perang Dunia II. Namun, dari foto-foto Hinde, kita bisa melihat bahwa tempat-tempat yang digambarkan dalam kartu pos sering tak sesuai kondisi sebenarnya. Desainnya seringkali hanya asumsi orang Inggris zaman kolonial mengenai lokasi tersebut. Afrika termasuk yang jadi 'korban' desain kartu pos Hinde.

1548774426491-af201

Semua foto dari arsip John Hinde

Foto-foto Afrika yang warna-warni tersebut menampilkan pemandangan benua yang seakan selalu bermandikan sinar matahari, penuh ragam flora yang penuh warna dan fauna eksotis. Ada juga foto penduduk asli Afrika yang tersenyum dan mengenakan pakaian tradisional.

Pada umumnya, orang Afrika tidak digambarkan datang dari bangsa atau suku berbeda-beda. Mereka semua sama. Dalam kartu pos Hinde, penduduk Benua Afrika lebih sering digambarkan perannya di desa masing-masing. Dijuluki "Pejuang Afrika," misalnya.

Tak ada satu pun foto yang menunjukkan keberagaman budaya dan negara-negara lain di Benua sebesar itu. Sang fotografer hanya menampilkan “orang-orang Afrika” hanya dari satu sisi saja, membuat model-model dalam kartu pos tersebut menjadi patokan seperti apa kira-kira orang Afrika bagi pembeli kartu posnya (yang rata-rata kulit putih kelas menengah di Inggris).

Iklan
1548774607651-af182

Setiap keterangannya diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan Prancis. Afrika dilihat sebagai wilayah yang berada di bawah kekuasaan Eropa pada era akhir kekaisaran. Mereka tidak menampilkan keagresifan atau cemoohan yang sama seperti yang dilakukan oleh para penjajah gelombang pertama, melainkan gambaran kegembiraan yang dipancarkan kembali ke kota-kota metropolitan setelah usainya pertempuran berdarah.

Subyek dalam kartu pos seri Afrika ini dirancang untuk memuaskan rasa penasaran orang negara Barat tentang ‘daerah terpencil kecil yang indah’ yang dikuasai negara mereka di masa lampau (ingat, sebagian negara Afrika belum merdeka dari kekuasaan Inggris pada 1950'an).

1548774638863-af27

Memang ironis, kartu pos ini dibuat bersamaan ketika sejumlah negara di Afrika berhasil menyingkirkan kekuasaan imperial. Pembebasan Eritrea dari jajahan Italia pada 1947 menyebabkan gelombang pemberontakan di tahun 50-an dan 60-an. Bangsa demi bangsa, benua itu mencapai kemerdekaan dan otonominya.

Tentu saja, orang-orang kulit putih di Barat pada masa itu tak mampu mencium aroma-aroma rasisme di sini. Kartu posnya tidak akan laku kalau pakai gambar perlawanan terhadap kekejaman. Jadi, mengapa tidak kita tampilkan saja Afrika sebagai hasil buah Eropa? Tak perlu lah kita menggambarkannya sebagai daratan yang sumber dayanya telah dijarah secara brutal.

Di kartu pos ini, tak ada orang yang bisa melihat penderitaan dan penghinaan yang disebabkan penjajah. Kita juga tidak akan pernah tahu bagaimana sistem yang biadab ini runtuh pada saat foto-fotonya diambil. Entah apa yang ada dalam pikiran John Hinde saat itu, kartu pos Afrikanya menunjukkan kepada kita betapa paternalistik, merendahkan dan terbelakangnya pandangan Eropa terhadap jajahannya, bahkan pada 1960-an.

Iklan
1548775159583-af60

Arsip John Hinde

1548775182969-af50

Arsip John Hinde

1548775233253-af19

Arsip John Hinde

1548775256447-af159

Arsip John Hinde

1548775288430-af30

Arsip John Hinde

1548775307375-af71

Arsip John Hinde

1548775318864-af183

Arsip John Hinde

1548775333704-af25

Arsip John Hinde

Artikel ini pertama kali tayang di AMUSE.