Pelemahan KPK

DPR Sahkan Revisi UU KPK, Upacara Pemakaman Simbolis KPK Langsung Digelar

Acara renungan tersebut diselenggarakan di lobi Gedung KPK, dihadiri solidaritas warga, pegawai KPK, dan aktivis. Pasal dianggap melemahkan pemberantasan korupsi diloloskan parlemen, didukung Jokowi.
2015-01-23T120000Z_424115558_GM1EB1N1DQQ01_RTRMADP_3_INDONESIA-POLICE
Massa memberi dukungan terhadap KPK saat konflik dengan kepolisian pada 2015 lalu. Foto oleh Darren Whiteside/Reuters

"Pemakaman KPK" menjadi tajuk malam renungan yang diinisiasi Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) pada Selasa (17/9) malam. Lobi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi didaulat jadi tempat aksi solidaritas pegawai KPK yang sedang berduka karena revisi UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berhasil disahkan parlemen. Keputusan DPR dan pemerintah dianggap berbagai pihak yang kontra sebagai momen matinya KPK.

Iklan

"Kedekatan emosional karena mencintai KPK inilah yang membuat suasana sendu ketika KPK dikebiri. Hanya koruptor yang akan tertawa melihat KPK menjadi lemah seperti ini. [Para koruptor] seolah-olah menemukan kebebasan setelah 16 tahun dalam ketakutan akibat bayang-bayang OTT KPK," ujar Ketua WP KPK Yudi Purnomo dikutip Wartakota.

Aksi malam nanti diperuntukkan bagi seluruh pegawai KPK, aktivis anti-korupsi, akademisi, dan masyarakat umum yang mau berkumpul di depan lobi pada pukul 18.30 WIB. Yudi menilai sejak disahkannya revisi UU KPK hari ini, maka KPK tidak akan seperti dulu lagi. Komisi antirasuah itu hanya tinggal gedung tanpa nilai-nilai yang selama ini diperjuangkannya.

"Kita tunjukkan bahwa kita ada dan perjuangan makin berlipat ganda. Karena pemberantasan korupsi tak boleh mati di masa ini," tutup Yudi.

Selain renungan dan upacara simbolis, masyarakat beramai-ramai mengisi petisi daring mendesak Presiden Joko Widodo menolak revisi UU KPK yang dibuat oleh aktivis Henri Subagyo. Hingga artikel ini dilansir, petisi itu sudah didukung oleh 227 ribu orang.

Seruan mobilisasi ini terjadi akibat pada siang harinya, DPR RI telah meloloskan revisi UU 30/2012 tentang KPK meski terus dikecam banyak pihak. Bertempat di Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Fahri Hamzah selaku pimpinan rapat mengetuk palu pengesahan pada pukul 12.18 WIB.

"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya Fahri di depan 102 anggota DPR RI yang langsung disambut gemuruh “Setuju!” dari anggota rapat.

Iklan

Sebelum pengetukan palu, terdapat pembacaan laporan proses pembahasan revisi UU KPK oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas. Merujuk laporan dihimpun Tirto, tujuh fraksi menerima catatan tanpa revisi UU, yakni: PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, PKB, dan PAN. Ada pun dua fraksi yang tidak setuju itu adalah Gerindra, dan PKS, kedua fraksi ini memberikan catatan ketidaksetujuan, mereka karena keberatan dengan adanya dewan pengawas yang dipilih langsung presiden tanpa mekanisme uji kelayakan. Adapun Demokrat belum memberi pendapat resmi, dengan alasan harus berkonsultasi dulu dengan ketua fraksi.

"Setelah rapat intensif dengan pemerintah, fraksi-fraksi memberikan pandangan mininya. Tujuh fraksi menerima tanpa catatan, dua fraksi belum dapat menerima atau menyetujui terutama soal dewan pengawas. Satu fraksi yakni Demokrat belum memberikan pendapatnya karena menunggu konsultasi dengan ketua fraksi," ujar Supratman dilansir Tirto.

Yasonna Laoli, Menteri Hukum dan HAM yang menjadi wakil Presiden Jokowi “berjuang melawan DPR” di rapat paripurna, mengaku puas dengan keputusan parlemen.

"Izinkan kami mewakili Presiden, dengan mengucap syukur, Presiden menyatakan setuju rancangan UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk disahkan menjadi Undang-Undang," ujar Yasonna. Menkumham mengklaim Ketua KPK Agus Rahardjo sudah dikabari mengenai substansi perubahan beleid tersebut.

Iklan

Malam sebelumnya (16/9), Yasonna menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) hasil diskusi Presiden dengan para pakar kepada Baleg DPR untuk disesuaikan. "DIM ini udah kita bahas dan kita serahkan ke DPR. Dan DPR menerima DIM kami, hanya sedikit perubahan. Setelah kita melihat perubahan itu, (ternyata) dapat kita akomodasi, ya kita katakan setuju," ujar Yasonna semalam.

Lantas, apa saja inti pasal bermasalah yang dikhawatirkan aktivis melemahkan KPK? Berikut rinciannya:

  • Dalam pasal 11 revisi UU KPK yang baru disahkan oleh DPR, syarat kasus mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat tak lagi tercantum. Artinya, KPK hanya bisa mengurus kasus yang nominal kerugian negaranya minimal Rp1 miliar, melibatkan penyelenggara negara, aparat hukum, serta pihak yang terkait keduanya.
  • Dalam pasal 12B, KPK diwajibkan minta izin ke Dewan Pengawas (yang dibentuk presiden) untuk melakukan penyadapan. Respons dari dewan pengawas soal boleh/tidaknya KPK melakukan penyadapan paling lama 1X24 jam. Penyadapan juga hanya bisa dilakukan paling lama enam (6) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima, dapat diperpanjang satu (1) kali untuk jangka waktu yang sama.
  • Merujuk Pasal 3 UU KPK yang sudah direvisi, lembaga antirasuah itu resmi masuk dalam rumpun lembaga eksekutif dan seluruh pegawainya menjadi aparatur sipil negara alias PNS.
  • Dewan Pengawas yang ditunjuk presiden akan bertugas selama empat tahun. Merujuk pasal 37B, dewan ini dapat memberi izin atau tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.
  • Di pasal 40 revisi beleid tersebut, KPK sekarang diwajibkan menghentikan penyidikan, alias menerbitkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3) seperti polisi, apabila dua tahun dianggap belum selesai. Jika mengacu UU lama, KPK harus membawa semua kasus yang mereka selidiki hingga tingkat penuntutan dan pengadilan.

Iklan

Malam renungan oleh WP KPK merupakan aksi lanjutan penolakan revisi UU KPK, setelah sebelumnya pimpinan KPK menyatakan sudah menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Presiden, akhir pekan lalu. Lantas Senin (16/9) kemarin KPK mengirimkan surat kepada DPR untuk meminta penundaan pengesahan revisi UU KPK karena dinilai terburu-buru. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menilai revisi UU harus dipelajari terlebih dahulu oleh akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak yang terdampak perubahan aturan tersebut.

DPR dan pemerintah bergeming sekalipun diserang publik dan internal KPK yang kontra dengan revisi, atau dalam bahasa aktivis antikorupsi: pelemahan UU KPK tersebut. Alhasil, Sidang Paripurna DPR RI yang berdurasi 20 menit tadi siang memberi kado kedua untuk KPK dalam seminggu ini. Kado pertamanya adalah terpilihnya Kapolda Sumsel Irjen Pol Firli Bahuri menjadi ketua baru KPK dengan rekam jejak kontroversial—bahkan ditolak 500 pegawai KPK—sebagai ketua lembaga anak kandung Reformasi ini.

Ketok palu UU KPK baru langsung mengundang sejumlah respons. Di Banten, kumpulan bernama Koalisi Masyarakat Sipil langsung membuat konferensi pers akan mengujimaterikan UU KPK ke Mahkamah Konsitusi.

Alasannya, proses revisi UU KPK mengandung banyak masalah. Di Jakarta, peneliti Indonesia Corruption Watch menyebut Pasal 45a di UU baru punya niatan menyingkirkan penyidik senior KPK Novel Baswedan karena memuat syarat, penyidik KPK harus sehat jasmani-rohani.

Iklan

Selain itu upaya pelemahan KPK yang dilakukan oleh pemerintah ke Sekjen PBB. Alasannya, Indonesia adalah negara yang telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Adanya revisi UU ini membuat pemerintah gagal menjalankan komitmen tersebut.

"Formilnya artinya pembentukan prosesnya, materil artinya ke substansi yang menurut kita melanggar konstitusi," kata aktivis antikorupsi, serta mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Emmerson Yuntho, kepada awak media.

Dia berharap, berbagai manuver ini bisa menganulir sekian pasal bermasalah. Misalnya kewenangan SP3 KPK yang dihapus, dan adanya dewan pengawas.

"Soal SP3, merujuk ke Mahkamah Konstitusi yang sebetulnya memberikan lampu hijau bahwa KPK berwenang tidak mengeluarkan SP3, ini akan kita uji kembali," ujarnya.