FYI.

This story is over 5 years old.

Eksperimen Sosial

Pesan Moral Sesudah Ikut 10 Hari Meditasi Keheningan: Kalian Pasti Kangen Ponsel

Diam itu memang emas dan (sayangnya) membosankan. Beginilah catatanku selama menjajal vipassana.

Artikel ini pertama kali tayang di Amuse

Bayangkan sebuah dunia tanpa seks, narkoba, dan rock' n roll. Setelah itu, hilangkan juga rokok dan alkohol. Supaya sekalian, mengapa tidak mengenyahkan daging juga? Untuk melengkapi semua penyiksaan badaniah tadi, mari kita berpura-pura menganggap berhenti berbicara atau membaca adalah tindakan baik. Begitulah realitas dari Vipassana silent retreat. Bagi praktisinya, di dunia ini hanya ada satu hal yang harus dilakukan manusia: meditasi.

Iklan

Vipassana disebut-sebut sebagai teknik meditasi seperti yang dilakukan Sang Buddha Gautama untuk mencapai pencerahan spiritual dan mencapai nirwana. Praktik Vipassana konon dimulai sekitar 2.500 tahun yang lalu dan penyebarannya bersifat global, bahkan jika gurunya tidak lagi bersama kita di Bumi ini. Mahaguru terakhir Vipassana asal Myanmar, S.N. Goenka, meninggal pada 2013, tetapi kebijaksanaannya sekarang hidup dalam rekaman audio dan video.

Peserta meditasi hanya (kadang saja) boleh mengajukan pertanyaan pada instruktur di akhir hari. Itupun setelah panitia memutar berbagai video Goenka memimpin pelatihan. Nonton video merupakan salah satu dari sedikit istirahat yang digambarkan sebagai ‘kesunyian mulia’—itu keheningan yang meluas ke larangan pada gerakan, kontak mata, dan tarian dalam jiwa.


TONTON JUGA: Tim VICE mendokumentasikan Kuda Renggong, ritual sunat dan penanda kedewasaan yang riuh di Jawa Barat


Ntar dulu, kamu gimana caranya bisa ikut meditasi beginian? Awalnya saya dapat brosur. Habis dibaca, kok rasanya gagasan berdiam diri selama sepuluh hari di dalam hutan pinus merupakan pengalaman unik. Lagipula, Leonard Cohen, penyanyi legendaris itu, pernah menghabiskan lima bulan dalam pengasingan, menjajal jadi biarawan Buddha. Selama kegiatan itu dia melafalkan mantra ‘Jikan’, yang bila diterjemahkan adalah ‘keheningan di antara dua pikiran’. Kalau Cohen saja bisa, mungkin sudah waktunya aku mengikuti jejaknya. Mungkin sudah waktunya untuk menutup mulutku dan membuka pikiranku.

Iklan

Saya tidak sedang berusaha pindah agama. Kendati Vipassana berasal dari agama Buddha, video-video Goenka secara gamblang menganggap teknik itu bersifat sekuler sehingga tidak mereka yang mempraktikannya tidak perlu otomatis dianggap memeluk agama Buddha. Intinya sang mahaguru memintamu menerima dua ide saja: Satu, bahwa semua hal harus berlalu. Dua, bahwa jalan menuju kebahagiaan adalah untuk menyambut berita ini dengan keseimbangan.

Penting untuk diingat bahwa inti kegiatan Vipassana adalah melatih pikiran untuk mengamati tubuh lantas merasakan sensasi inderawi sekecil apapun.

Tiga hari pertama selama kursus, kami diminta hanya melakukan meditasi Anapana, yang berarti hanya mengamati sensasi napasmu sendiri yang masuk dan keluar melalui hidung. Semua embusan sengau itu baru berguna pada hari keempat, ketika kamu diperkenalkan ke Vipassana dan pikiranmu yang sudah diasah dengan cermat, untuk memeriksa seluruh tubuhmu.

Saya merasakan pengalaman sensual yang aneh selama melakoninya. Pengalaman yang lumayan, hmm, seksi. Mereka akan bilang, “Bergerak perlahan dari kepala hingga kaki, memperhatikan setiap sensasi."

Sepuluh hari penuh keheningan tidak saja memengaruhi semua orang sama persis. Banyak teman saya di Vipassana yang memberi tahu saya—pada hari terakhir, tentu saja, ketika berbicara diperbolehkan lagi—mereka menemukan pengalaman yang sangat membebaskan, bahkan menyembuhkan luka mental yang lama ditekan.

Sebaliknya, kalau boleh jujur, saya tidak mengalami apa yang merasa rasakan. Saya merasa periode berkepanjangan yang jauh dari dunia fana ini ternyata sangat membosankan. Sepuluh hari mengosongkan pikiran juga merangsang kepanikan. Oh, satu lagi: saya sangat frustasi. Ada titik-titik di mana saya hanya ingin mencuri spidol dari kamar mandi lalu menulis catatan harian untuk menumpahkan uneg-uneg di tisu.

Sementara itu, pria yang duduk di sebelah kiri saya menemukan meditasi yang begitu luar biasa sehingga dia sering terdengar seolah-olah dia berulang kali mencapai orgasme. Asli bikin iri. Kok dia bisa damai begitu, sementara saya malah tersiksa ya?

Pada akhirnya, ketika saya mantab meninggalkan proses retret. Toh, walau gagal menemukan kedamaian saya merasakan perubahan juga. Saya dipenuhi dengan rasa kebahagiaan dan keajaiban. Dunia ada di ujung jari saya. Wajahku diterangi oleh cahaya hangat. Penyelenggara vipassana akhirnya mengembalikan ponsel saya. Oh, betapa kumerindukanmu, ponsel yang selama ini kuanggap menyusahkan hidup.