Setelah 40 tahun, Obat kontrasepsi Pria Akhirnya Diuji Coba

FYI.

This story is over 5 years old.

Kontrasepsi

Setelah 40 tahun, Obat kontrasepsi Pria Akhirnya Diuji Coba

Satu lelaki gigih mempromosikan obat ini yang diklaim lebih efektif untuk program kontrasepsi.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard.

Profesor Sujoy K. Guha pendek dan kurus, dan termasuk ke dalam golongan kecil orang yang bisa menyelaraskan sepatu kets dengan kemeja dan celana formal. Di usia 76 tahun dia dengan gesit mengantar saya berkeliling kampus Kharagpur di Indian Institute of Technology (IIT) untuk menunjukkan proyek-proyek terbarunya: sebuah jantung buatan berdasarkan jantung 13 bilik kecoa; sebuah sistem transportasi yang dapat mengurangi polusi kendaraan bermotor. Guha orang yang ceria dan kalem dengan suara dengan getaran seperti burung. Sama sekali berbeda dari bayangan saya mengenai laki-laki yang telah menunggu 37 tahun untuk memperkenalkan karyanya ke dunia. Di tahun 1979, Guha menerbitkan makalah di jurnal ilmiah Contraception. Di situ dia mengutarakan ide soal molekul obat Risug, sebuah kontrasepsi laki-laki yang non-hormonal dan reversibel. Idenya itu amat sederhana: segala partikel mengandung muatan listrik dan dapat dinonaktifkan menggunakan muatan yang berlawanan. Sperma memiliki muatan negatif dan dapat dinonaktifkan dengan ion positif yang terkandung dalam polimer obat Risug. Polimer tersebut dipasang lewat sekali suntikan pada kantung pelir, yang membentuk film tak terpecahkan dalam vas deferense—saluran berbentuk tabung yang berfungsi mendorong sperma dari testis ke penis. Formula obat untuk suntikan ini adalah stirena maleat asam anhidrida dengan dimetil sulfoksida. Kontrasepsi laki-laki adalah hal yang tidak umum. Hampir seluruh jajaran metode kontrasepsi yang tersedia, diperuntukan pada tubuh perempuan. Situsweb National Health Service Britania Raya merangkum keadaan ini dengan baik: dari 16 pilihan yang terdaftar sebagai "metode kontrasepsi," 13 adalah perempuan. Pilihan bagi laki-laki adalah kondom (metode yang efeknya terbatas pada jangka pendek), vasektomi (yang efeknya tidak dapat diubah) dan "keluar di luar." Pada Oktober 2016, ada kabar bahwa percobaan klinis kontrasepsi hormonal untuk laki-laki, yang telah dikembangkan selama beberapa tahun, dihentikan karena efek samping yang dirasakan para subyek percobaan. Saat ini Risug boleh jadi satu-satunya kontrasepsi laki-laki riversibel dan jangka panjang, dalam pengembangan di dunia. (Risug juga non-hormonal dan murah.) Dua tahun lalu, Motherboard penasaran mengapa Risug belum juga masuk ke pasaran. Waktu rata-rata yang dibutuhkan agar sebuah obat bisa dikembangkan hingga masuk ke pasaran adalah 10 hingga 15  tahun (pada negara-negara maju). Kini, setengah umur Guha selanjutnya, kabar dari Indian Council of Medical Research adalah Rusig akhirnya hampir disetujui. Pengujian telah dilakukan pada 282 subyek di sepuluh rumah sakit, dan hasilnya sangat mengagumkan—Risug menunjukkan efektivitas penuh tanpa efek samping apapun. Sebuah laporan tahun 2011 oleh Ministry of Health and Family Welfare mencantumkan sebuah temuan yang mengatakan alpanya efek samping bersifat jangka panjang (periode sembilan hingga sepuluh tahun), dan juga efektivitas penuh. Ketika 300 relawan diuji, Indian Council of Medical Research mesti menyerahkan permohonan persetujuan kepada Central Drugs Standard Control Organization, yang mirip dengan BPOM di Indonesia.

Iklan

Foto oleh penulis

Molekul original yang dibuat oleh warga India perorangan adalah hal yang amat langka. Hanya ada dua orang India yang pernah diberikan pengakuan atas pencapaian macam itu—Dr. U.N. Brahmachri memperkenalkan Urea Stibamine untuk mengobati Kala Zar, penyakit tropis mematikan yang ditularkan oleh lalat pasir; dan Dr. Amiyo B. Kar untuk Centchroman, kontrasepsi perempuan non-steroid. Guha akan menjadi yang ketiga.
"Saya telah mencatat dua situs produksi di Delhi. Metodenya telah siap, kami hanya perlu pindah dari laboratorium workshop saya ke tempat lebih besar. Penjualan tempat saya sudah hampir selesai," ujar Guha. "Saya engga mau menunggu-menunggu [partisipasi] perusahaan lebih lama lagi. Saya ilmuwan, bukan orang marketing." Sang profesor telah mengalami penantian serupa. Empat belas tahun lalu, menteri Union Health saat itu, yang mengawal program-program kesehatan masyarakat, telah mengumumkan bahwa Risug sebentar lagi tersedia di pasaran, dan berita tersebut diterbitkan oleh warta harian nasional ternama. Sebelum ini, Ministry of Health and Family Welfare mengumumkan perpanjangan percobaan klinis untuk mendukung produksi obat dalam waktu dekat. Lalu, seseorang di Indian Council of Medical Research (ICMR) membuat heboh dengan berkata Risug menyebabkan peningkatan kadar albumin dalam urin. Guha membantah dengan bukti bahwa kadar albumin pada laki-laki meningkat sepanjang musim kering India, ketika panas tubuh menghabiskan nutrisi vital. Ada pula permasalahan lain. Pada awal 2000an, pemerintah India berkata akan memperketat peraturan untuk persetujuan obat-obatan, selain persyaratan hak intelektual. Linimasa mengenai kesepakatan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) oleh World Trade Organisation (WTO), disetujui tahun 1995 yang dikenal sebagai General Agreement of Tariffs and Trade, hampir berakhir. ICMR memutuskan untuk mengadopsi rangkaian Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Laboratory Practices (GLP) untuk percobaan obat-obatan klinis.

Iklan

Meski ada beberapa kasus yang memungkinkan Risug diuji dengan menggunakan serangkaian aturan lama, Risug sudah kadung dideskreditkan. Semuanya harus kembali ke titik nol.

Saat itu, Guha mendekati Presiden India waktu itu  President Abdul Kalam untuk meminta bantuan. Kalam dikenal sebagai seorang orator ternama. Kemampuannya terasah semasa bekerja di program senjata nuklir nasional India. "Beliau bilang kepada saya 'Sujoy ini kan bukan kendala ilmiah. Kamu harus menyelesaikan denga cara lain.'." ujar Guha.

Sosok Professor Guha

Ditolak, marah, kembali tenang lalu pasrah, begitu siklus yang dilalui Guha. "Professor Guha sering bilang setiap penemuan membawa penemunya melewati beberapa 4 tahap." kata Dr. Sohini Roy, seorang ahli biologi yang mendapatkan gelar PhD di bawah bimbingan Guha. Roy adalah seorang mahasiswa postdoctoral di UCLA. "Dia dengan baik mempersiapkan kami menghadapi kehidupan."

Ketika Guha dan kawan penelitinya mempublikasikan makalah awal tentang Risug di Contraception, usia Guha baru 40 tahun. Dalam usia semuda itu, Guha sudah menjadi profesor di dua tempat berbeda:  Indian Institute of Technology Delhi dan the All India Institute of Medical Sciences (AIIMS), dua institusi ternama di India. Masalahnya, Guha bukan seorang dokter medis. ICMR tidak memberikan percobaan klinis untuk molekul obat yang diciptakan oleh seseorang yang tak punya latar belakang pendidikan medis.

Pada usia 41 tahun, Guha ikut tes masuk jurusan kedokteran Delhi University dan lulus tanpa halangan berarti. Yang luar biasa, Guha berhasil menerima gelar medis sambil tetap mengajar di jurusan teknik elektro di IIT dan teknik biomedis di  All India Institute of Medical Sciences (AIIMS).

Iklan

Ketika percobaan klinis akhirnya dilakukan, tes yang dilakukan pada tikus dan kelinci (untuk hewan kecil) serta monyet (untuk hewan yang besar) berlangsung cepat dan hasilnya positif. Fase pertama percobaan pada 17 subyek manusia selesai pada tahun 1993. Hasilnya pun mencengangkan.

Lalu cobaan kembali menerpa. Seseorang menggandakan bab dari buku Hazardous Chemicals: Desk Reference dan mengirimkannya ke mahkamah penelitian nasional India. Bab buku yang dikirimkan menyebut bahwa styrene dan maleic anhydride sebagai zat karsinogen. Guha lagi-lagi harus memberikan bantahan: Guha berarguman bahwa kedua zat ini memang berbahaya sebagai zat individu. Namun, ketika digabungkan dalam sebuah senyawa, keduanya tak lagi mengancam kesehatan manusia. Guha memberi contoh kasus kaporit murni. Kaporit bisa membuat kulit manusia meleleh. Tapi, setelah digabung dengan sodium, hasil akhirnya sodium chloride atau garam dapur yang kita konsumsi sehari-hari.

Sampai tahun 1996 percobaan terhadap manusia tak kunjung dilanjutkan. Profesor Guha mengajukan petisi pada Mahkamah Agung India mengenai masalah ini. Nyatanya, Mahkamah Agung India menolak petisi Guha hanya dalam waktu lima menit. Mereka beralasan tak punya kewenangan untuk mengatur hal itu. Meski gagal, petisi Guha berhasil menarik perhatian pemerintah India. Fase kedua pun tak lama kemudian dimulai.

Bagi Guha, tokoh protagonis dalam kisah panjang tentang Risug bukanlah pemerintah India, melainkan lobbi perusahan farmasi dunia. "Pemerintah malah sebenarnya sudah menghabiskan banyak dana dan waktu dalam pelaksaan percobaan klinis Risug." tegas Guha. "Tanpa dukungan pemerintah India, tak akan pernah ada percobaan klinis untuk Risug."