Selama tujuh terakhir ini, saya getol memotret sampah makanan, dari kepingan makanan, kompos, sisa makanan dalam sebuah piring bahkan feses sapi.
Seperti kebiasaan lainnya, semula ini hanya kegiatan iseng belaka. Suatu hari saya menemukan cipratan minyak biji labu di atas sebuah piring. Menurut saya, ini obyek foto menarik. Sekilas bahkan mengingatkan saya pada lukisan Jackson Pollock. Keindahan macam ini muncul begitu saja, tanpa didesain sedemikian rupa sampai kelihatan menawan. Bagi saya, ini baru yang namanya food porn sejati.
Kebanyakan blog makanan cuma menekankan versi hidup yang diromantisir dan dicantik-cantikan. Memang, enggak ada yang salah kok dari blog-blog makanan tersebut. Cuma jujur deh, bukannya kita bosan melihat foto muffien yang ditata sempurna di akun Instragram foodie yang kebetulan muncul di feed kita? Bukannya makanan-makanan yang ditata sedemikian rupa dan diphotoshop agar keliahatan indah cuma perpanjangan ego pemiliknya? Sang pemotret makanan tersebut bisa saja cuma pengin bilang kalau hidup mereka seindah foto makanan yang dia pajang. Sayangnya, bagi saya, foto makanan seperti sama menjemukannya dengan selfie. Makanan harusnya enggak dipotret seserius ini.
Sebaliknya blog saya cuma memajang foto apa yang tersisa setelah kita beres menyantap makanan. Alhasil, jika dibandingkan dengan blog-blog kuliner lain, blog saya lebih mirip dapur yang baru saja kena serangan bom.
Setelah memotret sisa makan selama beberapa tahun, saya jadi sadar simetri alami sering muncul malah dari potongan bahan makanan atau tangkai selada. Semuanya bermula dari sebuah biji, yang butuh kehangatan dan air agar bisa tumbuh.
Dari bunga, tumbuhlah buah. Buah kemudian kita konsumsi, sementara sisanya akan berakhir sebagai bahan kompos. Dengan demikian, tubuh tumbuhan ini kembali ke tanah yang subur kembali. Memang, penggambaran ini cenderung esoterik, tapi begitulah siklus alam berjalan. Dan yang paling: alam hanya menyisakan limbah yang bisa didaur ulang secara alami.
Itulah bagian paling serius dari foto-fotoku. Manusia memproduksi makanan terlalu banyak. Saban tahun kita menyia-nyiakaan 1,3 miliar ton makanan. Kita terlalu terbiasa membungkus segalanya dengan plastik yang ujung-ujung mengotori tanaman pangan yang kita biakan. Pendeknya, manusia mengotori bumi dengan inovasi yang mereka buat dan menghabiskan banyak energi agar bisa tetap hidup dengan semua polusi yang mereka akibatkan.
Karena itulah, kita harus rajin memikirkan makanan yang kita buang, serajin kita menggunggah foto makanan hasil photoshop di sosial media.