Pada 2013, sebelum pasukan Rusia menduduki Semenanjung Crimea di Ukraina, fotografer Kyrre Lien diberi akses memasuki kamp pelatihan untuk anak-anak di Cossack. Di sana, sekitar 150 anak, paling muda delapan tahun, dilatih menembak AK-47 dan bela diri dengan kepalan tinju. Semua ini dibungkus semangat nasionalisme yang rumit.
Kaum Cossack adalah minoritas Slavia Timur yang biasanya berasal dari Rusia Selatan dan Ukraina Tenggara. Kamp ini ditujukan untuk orang tua yang menginginkan anak-anak mereka tumbuh besar sesuai tradisi militer Cossack: tanpa pemerintah, swasembada, dan rela membela tanah air dengan kekerasan jika diperlukan.
Videos by VICE
Saat itu jenderal yang mengelola kamp tersebut, serta orang tua yang memasukkan anak-anaknya ke sana, percaya ancaman terbesar bagi mereka adalah NATO. Kebanyakan dari mereka menganggap diri sebagai loyalis Vladimir Putin. Hal ini ironis, karena kamp yang asli sebetulnya sudah tidak ada. Ketika Ukraina diduduki Rusia, kamp ini ditutup dan pendonor operasionalnya terbelah akibat masalah mau berpihak Moskow atau Kiev. Ternyata musuh sejati mereka berada di Moskow, bukan Brussels.
Kami berbicara dengan fotografer asal Norwegia Kyrre Lien tentang apa yang dia saksikan ketika mengunjungi kamp tersebut dan apa yang dia pelajari tentang politik wilayah itu yang rumit.
VICE: Halo Kyrre. Apa yang membuatmu tertarik mendokumentasi militer anak-anak?
Kyrre Lien: Aku tumbuh besar di Norwegia yang minim peredaran senjata. Melihat anak kecil memegang pistol dan senjata dalam sebuah kamp latihan militer terasa aneh dan bikin kagum. Aku langsung terbang dari Norwegia, tapi masih butuh beberapa minggu untuk mendapatkan kontak yang benar dan memperoleh akses agar bisa masuk.
Apa yang kamu saksikan pas pertama kali sampai?
Kamp ini terdiri dari 150 anak, ada 30 anak di setiap tenda. Mereka di situ selama dua minggu dan Krimea bisa panas banget pas musim panas. Kira-kira 30-15 derajat dan panas saat siang, dan sangat menyengat. Di sekitar kamp, ada gunung tinggi dan tebing terjal. Ada banyak tumbuhan dan pemandangannya indah sekali.
Bagaimana kamu disambut ketika pertama kali sampai di sana?
Pengelola kamp ini skeptis melihat kedatanganku. Aku butuh beberapa hari untuk bisa berbicara dengan anak-anak di situ, karena mereka malu. Kalau aku mau bikin cerita seperti ini aku enggak mau mengkritik siapapun. Sebaliknya, aku ingin mengerti apa yang memotivasi mereka berlatih perang-perangan. Aku hanya ingin mendengarkan cerita mereka, dan orang yang mengelola kamp tersebut memahami hal itu, meski apa yang mereka lakukan bisa tergolong kontroversial. Mereka menghadapi banyak kritik dari media Ukraina karena kamp ini masih terus beroperasi.
Ceritakan sedikit dong, profil pengelola kamp. Mereka kayak gimana?
Orang utama yang mengelola kamp ini menyebut dirinya sendiri sebagai Jenderal Esaul. Dia tegas banget. “Kami akan berjuang agar NATO takkan pernah mencapai pembatasan kami.” Aku ingat suatu hari aku menghampiri salah satu laki-laki yang berumur 8 tahun. Si Jenderal melempar anak ini ke lantai, mengangkatnya, dan pura-pura menggorok lehernya. Tentunya cara ekstrem buat mendidik anak umur 8 tahun. Habis itu anak itu berkata kepadaku, kalau dia kangen banget sama orang tuanya.
Bagaimana reaksi anak-anak yang lain?
Sebagian besar enggak bermasalah dengan kamp. Pastinya, ada beberapa yang masih takut, maka itu mereka kaget melihat kejadian seperti ini. Tapi di saat yang sama, mereka terlihat niat berlatih.
Bisa kamu ceritakan sedikit tentang rutinitas sehari-hari di kamp?
Semua orang bangun pagi-pagi sekali. Kami jalan berbaris ke gunung selama lima jam. Suhunya bisa sampai 35 derajat, jadi tentu saja kegiatan itu cukup keras bagi bocah-bocah 8 tahun. Setelah itu, mereka akan latihan menembak, bertarung pisau, dan bela diri. Anak-anak ini juga akan berpatroli di sekitar gunung dan kamp. Namanya juga masih kecil, jadi mereka masih suka main sama teman-temannya. Saya ingat waktu salah satu komandan membawa kardus besar isi es krim saat cuaca sedang sangat panas. Mereka berlari mengerubungi komandan untuk mendapat bagiannya masing-masing. Di situ, mereka terlihat seperti anak-anak normal kebanyakan, bukan tentara militer.
Mereka selalu makan malam bersama, dan jenderal akan berpidato tentang nilai-nilai Cossack. Anak-anak ini diajarkan kalau Cossack telah menjadi pejuang yang tangguh sejak abad ke-16. Ketika malam tiba, mereka akan menyikat gigi dan memakai piyama sebelum tidur. Tapi enggak semuanya tidur. Ada tiga anak yang jaga malam. Mereka dilengkapi Kalashnikov, pisau, rompi dan helm anti peluru. Mereka berpatroli di sekitar area kamp.
Apa hal paling gila yang pernah kamu saksikan di kamp?
Melihat anak-anak yang bawa senapan punya kemampuan membunuh siapapun, dan menyaksikan mereka diajari cara membunuh orang. Pemandangan ini cukup mengejutkan buatku.
Apa aspek terberat dari latihan anak-anak di kamp?
Latihan fisik yang paling berat. Mereka masih delapan tahun, tapi sudah disuruh push-up atau mengangkat kayu yang berat. Di salah satu fotoku, kamu bisa melihat sejumlah anak yang berlari sambil menggotong kayu yang sudah dirakit seperti tangki. Mereka berlari di dalam struktur yang super berat ini. Kamu bisa melihat betapa kesusahannya mereka, sementara sang jenderal di belakang mereka berteriak “Lebih cepat lagi, budak-budak.” Dia berteriak seperti itu kepada mereka di saat lagu nasionalis bangsa Cossack diputar sebagai latar belakang.
Ada anak perempuan juga di kamp?
Kayaknya 95 persen bocah laki-laki, tapi ada perempuan juga. Kalau saya ingat-ingat lagi, ada dua anak perempuan di regu tembak. Suatu malam, kami mendaki gunung bersama mereka untuk berfoto. Mereka mengenakan pakaian kamuflase yang sangat berat supaya bisa menyatu dengan lingkungan. Mereka juga membawa senapan di bahu.
Menurutmu, anak-anak ini menganggap dirinya sebagai nasionalis Cossack?
Anak-anak yang masih sangat muda enggak terlalu tertarik dengan konsep nasionalisme Cossack. Anggota yang lebih tua tampak sangat bangga mewakili kepercayaan Cossack dan orang-orang mereka. Kamu bisa melihat kalau pengelola kamp adalah Cossack sejati.
Seperti yang dikatakan salah seorang pemimpinnya: “Kami mengajari anak-anak untuk menjadi Cossack sejati. Mereka akan menjadi laki-laki pemberani yang siap membela negara.” Dia bilang: “Generasi sekarang sangat malas dan bergantung pada alkohol, rokok, dan narkoba. Kami ingin mengubahnya.”
Terima kasih atas ceritanya, Kyrre!
Kyrre diwawancarai oleh Mirjana Milovanovic. Kalian bisa mengikuti Instagramnya di mia_.m.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Australia